Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vivi nurwida

Ramai Film Horor Berbau Religi, Pendangkalan Akidah Lewat Lensa Kamera

Agama | 2024-04-04 21:17:41

Tidak dapat dimungkiri, jika film horor merupakan salah satu genre film yang banyak diminati pecinta film Indonesia. Genre film ini dapat menguji nyali para penikmatnya. Sensasi yang diberikan dari genre ini berupa rasa tegang hingga takut.

Namun, beberapa hari belakangan, ramai kritikan datang karena film horor yang sedang tayang belakangan menimbulkan kontroversi, karena dianggap banyak mengeksploitasi Islam. Salah satunya ialah penayangan film "Kiblat" garapan rumah produksi Leo Pictures. Bahkan, kurang dari dua hari rilisnya poster dan trailer, kritik terus membanjiri film yang disutradarai Boby Prasetyo ini.

Pendangkalan Akidah Lewat Lensa Kamera

Cholil Nafis, selalu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah meminta film besutan rumah produksi Leo Pictures berjudul Kiblat ini tidak tayang di bioskop.

Ia menganggap, film ini bisa mengarah ke promosi sensitif karena menggunakan kata "kiblat" sebagai judulnya. Ia mengatakan bahwa posternya gambarnya seram, padahal judulnya kiblat .Padahal, arti kiblat hanya Ka'bah, arah menghadapnya orang-orang salat. Film ini tidak pantas diedar dan harus diturunkan karena termasuk kampanye hitam terhadap ajaran agama.

Pernyataan yang dikeluarkan MUI untuk ramai-ramai memboikot patut diacungi jempol. Pasalnya, ini bukanlah film Indonesia pertama yang mengandung pendangkalan akidah. Masih banyak judul film bergenre serupa yang jauh dari kata mendidik umat, dengan menggunakan istilah yang berhubungan dengan Islam sebagai judulnya. Sebut saja film Makmum, Sijjin, Waktu Maghrib, Pemandi Jenazah dan sebagainya.

Film Makmum misalnya, justru membuat orang takut untuk mendirikan salat tahajud. Tanpa, ditakuti-takuti saja, banyak dari umat yang enggan untuk melakukannya.

Pemandi Jenazah, sebuah pekerjaan yang sangat mulia juga tercoreng akibat penayangan film yang berjudul Pemandi Jenazah. Padahal, ketika kita mati, siapa yang akan memandikan jika sudah tidak ada yang mau menjadi pemandi jenazah?

Film-film ini sama saja dengan eksploitasi terhadap hal-hal gaib yang bisa menjerumuskan kepada kemusyrikan. Padahal syirik adalah dosa besar yang tidak akan diampuni Allah Taala. Inilah akibat lemahnya akidah umat hati ini. Serangan pemikiran kufur yang nyata menyerang mereka, rupanya membuat umat makin tak berdaya. Tanpa perlawanan, mengambil mentah-mentah apa yang disuguhkan dihadapan mereka. Pendangkalan akidah lewat lensa kamera nyata dihadapan umat hari ini.

Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

Hari ini, eksploitasi terhadap ajaran agama seolah dibenarkan demi mencapai keuntungan meski harus menjadikan keyakinan terhadap keesaan Allah sebagai tumbalnya.

Film memang dipasarkan untuk menjangkau target penonton. Jadi, selama masih ada penggemar juga cuan besar yang akan diraup, film akan dibuat dengan judul juga trailer yang "marketable" tanpa ada pertimbangan dampak positif atau negatif bagi umat.

Bahkan, negara dalam sistem Kapitalisme hari ini rupanya juga turut andil melalui kebijakan yang ditelurkan. Dari kebijakan yang ada, akan memberikan peluang sebesar-besarnya, bahkan kepada investor asing untuk pembiayaan dalam rangka meningkatkan nilai jual produksi film garapan dalam negeri. Negara juga membiarkan film-film yang menyesatkan umat tayang dan diproduksi.

Film dalam sistem kapitalisme sekuler ini nyatanya hanyalah alat untuk memaksimalkan keuntungan, meski harus mendangkalkan akidah generasi. Inilah mirisnya, ketika hidup di bawah sistem kapitalisme, film yang seharusnya bisa mendidik dan meningkatkan akidah justru menyesatkan umat. Sebab, asas yang digunakan dalam sistem ini adalah sekularisme, yakni pemisahan antara agama dengan kehidupan. Asal mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, nilai-nilai agama tidak akan diindahkan.

Penerapan Islam Kafah Mampu Menjaga Akidah Umat

Hanya dengan penerapan Islam secara kafah sajalah jaminan penjagaan dan keselamatan umat dari upaya-upaya pendangkalan akidah dan pemikiran sesat lagi menyesatkan, rusak dan merusak bisa tercapai.

Khalifah berhak melarang muncul dan beredarnya tayangan yang mengandung kedustaan, kesyirikan, merusak akidah dan melemahkan iman. Suasana ketaatan akan senantiasa dimunculkan dalam Khilafah.

Pengaturan media dalam sistem Islam tentu juga bertolak belakang dari sistem kapitalisme. Standar yang digunakan tentu bukanlah materi atau keuntungan semata melainkan halal haram.

Negara yang menerapkan Islam secara kafah akan memposisikan media sebagai sarana penerangan dan penyiaran konten-konten Islam yang akan mencerdaskan umat dan memperkuat akidah mereka. Bisa dibayangkan, bagaimana pahala yang akan diraup rumah produksi yang bisa menggarap sebuah film yang mampu memperkuat akidah umat.

Dalam kitab struktur negara khilafah disebutkan negara akan mengeluarkan undang-undang yang akan menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum Syariah. Hal ini dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan juga kaum muslimin, juga dalam rangka membangun masyarakat Islam yang kuat yang senantiasa berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah SWT, dan menyebarkan kebaikan dari dan di dalam masyarakat islami tersebut.

Dalam masyarakat Islam tidak akan ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak akan ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan itu, akan memurnikan juga menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah SWT, Tuhan semesta alam.

Wallahu a'lam bisshowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image