Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nor Rahma Sukowati

Vaksin Booster, Bisakah Jadi Solusi Jangka Panjang?

Eduaksi | Saturday, 15 Jan 2022, 22:09 WIB
Referensi gambar : www.wbrc.com

Mengawali pergantian tahun 2022, wacana pemberian vaksin booster atau vaksinasi tambahan (additional dose) bagi keseluruhan masyarakat senantiasa terus bergilir. Dalam perencanaannya, vaksin booster tersebut akan diberikan dalam jenis vaksin yang berbeda. Menurut beberapa para pakar kesehatan, vaksinasi tambahan ini harus segera terlaksana sebagai usaha pengembalian proteksi klinis dan imunitas dalam tubuh.

Manfaat Vaksin Booster
Sebelum diterapkan program vaksinasi booster ini, sempat terjadi pro dan kontra. Sebab muncul beberapa pemberitaan bahwa vaksin ini berbayar. Namun, setelah diumumkan Rabu kemarin (12/01/2022) secara gratis, maka permsalahan pro-kontra tersebut juga ikut reda.

Sebelumnya, memang yang mendapat fasilitas vaksin booster adalah para tenaga kesehatan dan relawan yang terkait. Tujuan dari program vaksinasi tersebut yakni agar penyebaran virus dapat dengan mudah dihentikan. Tentu saja hal ini diaminkan oleh sebagian masyarakat. Namun, beberapa pakar ternyata memiliki penilaian sendiri dengan kehadiran vaksin booster tersebut.

Epidemiolog Tri Yunis menilai bahwa tak sepatutnya masyarakat terlalu berharap pada vaksin booster untuk menghentikam Omnicron (virus Covid-19 varian baru). Sebab, kehadirannya hanya akan memperlambat penyebarannya atau dalam artian orang yang sudah terjangkit virus tersebut tidak akan mengalami perparahan yang amat mendalam dalam tubuh.

Lantas, bagaimana urgensitas dari pengadaan program vaksinasi tersebut? Jika dipandang dari segi kesehatan, beberapa pakar menjelaskan bahwa setidaknya ada beberapa faktor mengapa vaksinasi tambahan tersebut harus segera dijalankan. Menurut Fita Rahmania -salah satu anggota kesehatan- menuturkan bahwa fitrah antibodi dalam tubuh manusia akan cenderung mengalami penurunan total antibodi sejak 6 bulan sesudah vaksinasi.

Tentu saja, kekuatan antibodi dalam tubuh manusia yang sedang mengalami fase penurunan ini tak kan bisa terlalu kuat menghalau virus varian baru tersebut. Data ini malah diperkuat dengan adanya jurnal tambahan dari Fekin dkk di tahun 2021, yang menyebutkan bahwa persentase vaksin yang sudah mendapat persetujuan dari WHO akan mengalami penurunan dalam kisaran 8% untuk seluruh level usia.

Sinergitas
Jika ditilik lebih lanjut, program vaksinasi memang bukanlah satu–satunya yang bisa menghentikan penyebaran virus global tersebut. Harus ada sinergitas baik dari individu, masyarakat, dan negara untuk lebih menguatkan protokol kesehatan. Namun, nampaknya hal tersebut akan menemui banyak kesulitan. Pasalnya, beberapa bulan terakhir sudah mulai terlihat fenomena masyarakat yang melonggarkan prokes dengan dalih sudah melakukan vaksinasi.

Pun, ada beberapa komunitas yang sudah mulai mengadakan pertemuan melebihi kapasitas dan melanggar aturan dari satgas Covid-19. Padahal, sejak awal para tenaga dan pakar kesehatan tidak pernah memberikan klaim bahwa vaksinasi dapat memusnahkan penyebaran virus global tersebut.

Pun, masyarakat juga perlu memahami bahwa pesatnya persebaran virus bukan hanya terjadi karena pelonggaran kesehatan oleh para individu namun juga karena beberapa kebijakan yang sering gonta-ganti. Misalnya saja, kebijakan mengenai dibukanya pariwisata. Memang, hal tersebut bertujuan agar perekonomian dapat segera pulih bukan? Namun, ternyata kebijakan tersebut bisa menjadi buah simalakama sebab mengundang pesatnya persebaran virus.

Belum lagi, kebijakan keluar masuknya masyarakat ke luar dan dalam negeri. Sebagaimana halnya berbagai unggahan selebgram, pejabat maupun orang awam yang memampangkan momen jalan-jalan keluar negerinya. Padahal, ada sebagian masyarakat yang berjuang untuk menjaga protokol kesehatan.

Jelas, kondisi ini hanya akan memperburuk peradaban manusia kendati sudah melalui tahap vaksinasi tambahan. Maka dari itu, perlu adanya sinergitas dari individu, masyarakat dan negara sebagaimana kepemimpinan di jaman peradaban kekhilafahan dahulu. Merebaknya wabah penyakit yang mengglobal pernah terjadi di masa kekhilafahan. Masa itu mengajarkan, bahwa salah satu langkah besar yang bisa diambil yakni pemberlakuan adanya karantina wilayah secara total.

Memang laju perekonomian akan terhambat. Namun kala itu, negeri peradaban tersebut memiliki bekal ekonomi yang cukup untuk menghadapi tantangan. Pun, negeri tersebut adalah negeri yang merdeka dan terbebas dari segala kebijakan yang merugikan dirinya sendiri. Karena sinergitas dan kebebasan pada sistem politik dan ekonominya lah, negeri tersebut bisa menekan wabah agar segera berlalu.

Semoga menahunnya masyarakat dalam kondisi pandemi seperti ini dapat segera menyadarkan masyarakat bahwa solusi jangka panjangnya bukanlah sekedar vaksinasi dan protokol kesehatan saja. Namun sampai pada tataran prinsip bebasnya sistem perpolitikan dan ekonomi negeri agar tetap bisa berdikari.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image