Shadow Banking Pasca Covid-19: Ancaman atau Solusi bagi Stabilitas Keuangan?
Ekbis | 2025-08-24 11:27:48Shadow Banking diartikan sebagai lembaga keuangan mandiri yang memiliki aturan perbankan reguler, tetapi tetap memperantarai pinjaman melibatkan pihak dan kegiatan di luar sistem perbankan reguler. Hal tersebut memainkan peranan penting dalam memperlihatkan sisi yang bertentangan untuk memulihkan ekonomi dunia pasca pandemi covid-19. Sistem keuangan global mengalami revolusi pada tahun 2020. Untuk menanggapinya, bank sentral di seluruh dunia menerapkan kebijakan moneter yang sangat akomodatif berupa penurunan suku bunga hingga level paling rendah sepanjang sejarah dan menjalankan program pembelian aset dalam skala besar. Aliran dana yang masif ini mencari imbal hasil di tengah lingkungan suku bunga yang rendah. Salah satu tempat utamanya adalah Shadow Banking. Aktivitas dari lembaga-lembaga ini, seperti reksa dana pasar uang, perusahaan pembiayaan, fintech lending, dan dana swakelola mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.
Data dari Financial Stability Board (FSB) Global Monitoring Report 2023 menunjukkan aset dikelola oleh lembaga keuangan non-bank (NBFI) di seluruh dunia meningkat menjadi $218 triliun pada tahun 2022. Angka tersebut naik secara signifikan dibanding dengan sebelum masa pandemi covid-19 dan menyumbang hampir 50% dari total aset keuangan global. Pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh penurunan suku bunga acuan The Fed yang hampir mencapai 0% serta kebijakan pembelian obligasi korporasi. Sebagai contoh menurut data dari ICE Bank of America, imbal hasil obligasi investasi grade AS turun menjadi level paling rendah sepanjang sejarah, di bawah 2% pada pertengahan tahun 2020. Kondisi ini mendorong investor besar seperti dana pensiun dan perusahaan asuransi untuk mengalokasikan dana mereka ke instrumen yang lebih berisiko dan rumit yang dikelola oleh dua komponen utama Shadow Banking yaitu hedge funds dan private credit funds.
Meskipun Shadow Banking memberikan alternatif pendanaan dan mendorong pemulihan ekonomi pasca covid 19 yang merajalela itu, keberadaannya juga menimbulkan risiko yang besar, karena lembaga ini bekerja di luar pengawasan dan transparansi dibanding perbankan konvensional. Hal ini bisa menyebabkan ketidakstabilan keuangan negara jika terjadi adanya guncangan pasar yang tiba-tiba. Oleh sebab itu, penting bagi lembaga pengatur yang bersangkutan untuk memperkuat pengawasan terhadap Shadow Banking tanpa menghambat perannya dalam mendukung perekonomian. Kebijakan ekonomi moneter dan regulasi harus disusun seimbang agar dapat menjaga keseimbangan untuk pemulihan ekonomi supaya dapat berjalan dengan lancar sekaligus meminimalisir terjadinya resiko keuangan yang ditimbulkan oleh Shadow Banking.
Untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Shadow Banking, diperlukan serangkaian solusi yang bersifat menyeluruh, yang melibatkan aspek regulasi, koordinasi internasional, dan peningkatan literasi keuangan. Pertama, dari sisi regulasi, otoritas keuangan perlu memperkuat transparansi aktivitas lembaga non-bank melalui kewajiban pelaporan yang lebih rinci, audit berkala, serta penerapan uji ketahanan (stress test) secara konsisten. Kebijakan ini penting agar potensi risiko sistemik dapat diidentifikasi lebih dini sehingga langkah pencegahan dapat dilakukan sebelum guncangan meluas. Regulasi juga harus bersifat adaptif, yakni tidak menghambat inovasi keuangan yang bermanfaat, tetapi mampu menekan praktik yang berisiko tinggi (Financial Stability Board, 2025).
Kedua, koordinasi lintas negara perlu diperkuat karena Shadow Banking bersifat global dan tidak terbatas pada satu yurisdiksi. Mekanisme kerja sama internasional melalui lembaga seperti Financial Stability Board (FSB), IMF, atau Bank Dunia sangat dibutuhkan untuk menciptakan kerangka pengawasan yang konsisten antarnegara. Pertukaran data, harmonisasi standar, dan protokol pengawasan akan membantu meminimalkan risiko transmisi krisis lintas batas (Adrian, T., & Jones, B. (2018). Ketiga, diversifikasi sumber pembiayaan perlu dikembangkan agar ketergantungan terhadap Shadow Banking tidak terlalu besar. Pemerintah dapat memperluas instrumen keuangan yang sehat seperti obligasi negara, sukuk, atau instrumen pembiayaan hijau. Dengan diversifikasi ini, Shadow Banking tetap memiliki ruang untuk berperan, tetapi tidak menjadi dominan sehingga risiko sistemik dapat ditekan (Lemma, V. (2025).
Melalui penerapan solusi yang komprehensif, mulai dari regulasi adaptif, koordinasi global, literasi keuangan, hingga diversifikasi instrumen, Shadow Banking dapat terus dimanfaatkan sebagai pendorong pertumbuhan tanpa menimbulkan instabilitas. Dengan demikian, sektor ini akan mampu menjadi bagian dari ekosistem keuangan modern yang lebih sehat, berkelanjutan, dan tahan terhadap guncangan global.
Referensi:
Adrian, T., & Jones, B. (2018). Shadow banking and market-based finance. International Monetary Fund.
Financial Stability Board (FSB). (2023). Global Monitoring Report on Non-Bank Financial Intermediation.
Financial Stability Board. (2025, July 9). Regulators should limit leverage of shadow banks in core markets, FSB says. Reuters.
Lemma, V. (2025). The shadow banking system. Palgrave Macmillan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
