Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aida Fitri Yasmin

Perspektif Mengenai Potensi Muslim Halal Tourism di Jepang

Wisata Halal | Monday, 11 Mar 2024, 12:21 WIB

Perspektif Mengenai Potensi Muslim Halal Tourism Di Jepang

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini,wisata halal sedang menjadi perhatian besar. Dengan berbagai pengetahuan dan kesadaran terhadap produk halal mendorong pertumbuhan industri halal. Kebangkitan industri halal melahirkan pariwisata halal sebagai fenomena baru. Hal ini juga didukung oleh berbagai literatur yang menjelaskan bahwa wisatawan muslim menaruh perhatian pada konsumsi produk dan layanan sesuai syariah di destinasi wisata. Minat terhadap wisata halal semakin meningkat. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan wisatawan muslim setiap tahunnya. Jumlah wisatawan muslim diperkirakan meningkat sebesar 30% pada tahun 2020 dan juga akan meningkatkan nilai pengeluaran hingga $ 200 miliar. Untuk menggali potensi besar pariwisata halal, banyak negara mayoritas muslim maupun minoritas muslim,mulai menyediakan produk pariwisata, sarana dan prasarana untuk melayani kebutuhan wisatawan Muslim. Namun, masih banyak pengusaha dan partai politik di industri pariwisata yang pemahamannya terhadap wisata halal (baik produk, sarana dan prasarana) terhambat.

Sektor industri pariwisata memainkan peran penting dalam perekonomian global karena kemungkinan besar akan berkontribusi terhadap pertumbuhan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di negara mana pun. Oleh karena itu, pariwisata juga dapat dianggap sebagai salah satu sumber produk domestik bruto (PDB) yang paling penting. Meningkatnya jumlah wisatawan muslim merupakan peluang sekaligus tantangan untuk meningkatkan perekonomian pariwisata. Oleh karena itu, tujuan artikel ini adalah menganalisis perkembangan, konsep, peluang dan tantangan pariwisata halal. Hal ini sejalan dengan peningkatan wisatawan muslim dari tahun ke tahun. Beberapa negara, baik negara mayoritas muslim maupun non-muslim, sudah mulai menerapkan pengembangan wisata halal. Artikel ini mengkaji perkembangan pariwisata halal di Jepang. Dengan mengkaji konsep dan prinsip pariwisata halal, serta membahas peluang dan hambatannya.

Jepang merupakan salah satu negara maju di benua Asia, khususnya Asia Timur. Pada tahun 2018, Jepang menjadi produk domestik bruto (PDB) terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dengan nilai sebesar US$ 4.940 miliar (Saragih, 2018). Serta Jepang mempunyai potensi wisata yang menarik wisatawan dari berbagai negara. Sebagai salah satu negara maju di Asia, Jepang memiliki perkembangan teknologi dan budaya tradisional yang unik di dunia. Wisatawan dapat membeli produk elektronik kelas atas seperti kamera dan komputer dengan harga yang relatif murah. Sistem transportasi yang canggih mencakup seluruh wilayah memudahkan wisatawan untuk berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Di sisi lain, wisatawan dapat melihat arsitektur khas Jepang, pertunjukan budaya, dan seni tradisional, terutama di kota bersejarah seperti Kyoto. Kombinasi ini semakin meningkatkan potensi keindahan alam. Terdapat 20 tempat wisata di Jepang dan 4.444 diantaranya merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO. Destinasi wisata yang terdaftar antara lain wisata alam seperti Pulau Ogasawara, destinasi wisata budaya seperti Gunung Fuji, bangunan atau arsitektur, dan Kubah Bom Atom (Museum Peringatan Perdamaian Hiroshima). Maka dari itu tidak jarang Jepang menjadi magnet yang menarik wisatawan dari seluruh dunia.

Alasan mengapa negara Jepang mengunjungi untuk berwisata karena Jepang merupakan tujuan favorit wisatawan dari seluruh dunia dikarenakan memiliki budaya yang unik, pemandangan alam yang menakjubkan, dan pemandangan metropolitan yang menakjubkan (Yusof dan Shutto, 2014). Jepang juga memiliki beberapa strategi untuk meningkatkan pelayanan kepada wisatawan, termasuk konsep perhotelan Omotenashi. Omotenashi merupakan keramahtamahan khas Jepang ketika menyambut tamu (wisatawan). Pelayanan yang sepenuh hati dan berkualitas tinggi yang menciptakan interaksi (touch point) dan komunikasi yang baik antara penyedia jasa atau penjual dengan pelanggan.

Apa saja prinsip - prinsip atau syarat utama wisata halal?

Berdasarkan sumber dari Henderson (2010); Sahida et al. (2011); Battour et al. 2010; Saad . (2014). Berikut prinsip-prinsip atau syarat utama wisata halal dari sumber tersebut:

Makanan halal,tidak ada minuman keras yang mengandung alkohol, tidak menyajikan produk dari babi, tidak disediakan diskotik,staf pria untuk tamu pria, dan staf wanita untuk tamu wanita,adanya hiburan yang sesuai syariat Islam,terdapat fasilitas ruang ibadah (masjid atau musholla) yang terpisah gender,pakaian yang menutup aurat bagi seragam staf,tersedianya Al-Quran dan peralatan ibadah (shalat) di kamar, petunjuk kiblat, seni yang tidak menggambarkan bentuk manusia,toilet diposisikan tidak menghadap kiblat, keuangan syariah, hotel atau perusahaan pariwisata lainnya harus mengikuti prinsip-prinsip syariat seperti, zakat

Bagaimana peluang dan hambatan bagi wisata halal (muslim halal tourism) di Jepang?

Populasi Muslim saat ini berjumlah sekitar 30% dari total populasi dunia. Populasi umat Islam diperkirakan akan terus bertambah setiap tahunnya. Peningkatan ini lebih besar dibandingkan jumlah pemeluk agama lain (Pew Research Center, 2017). Diperkirakan populasi umat Islam antara tahun 2015 dan 2060 akan meningkat sebesar 70%,sedangkan populasi dunia akan meningkat sebesar 32% atau jumlah penduduk dunia pada tahun 2060 akan berjumlah 9,6 miliar jiwa. Meningkatnya wisatawan muslim menjadi peluang bagi sektor pariwisata untuk mengembangkan wisata halal. Oleh karena itu, beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan non-muslim seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Thailand mulai memanfaatkan peluang tersebut dengan mengembangkan wisata halal. Pariwisata halal diharapkan mencakup perjalanan wisata, hotel, restoran, maskapai penerbangan, biro perjalanan, dan seluruh pihak yang terlibat dalam pariwisata. Agen perjalanan memiliki peluang wisata halal di berbagai daerah (Battour dan Ismail, 2016).

Salah satu permasalahan yang dihadapi wisatawan muslim saat berkunjung ke Jepang adalah tidak semua restoran di Jepang memahami konsep halal, dan tidak adanya tempat ibadah di hotel, restoran, atau tempat umum lainnya. Sehingga wisatawan muslim kesulitan mencari makanan dan minuman halal karena jumlahnya tidak banyak dan fasilitasnya tidak mendukung halal makanan ramah muslim. Selain itu,kendala bahasa juga menjadi masalah besar bagi wisatawan, yang mungkin tidak dapat memahami bahan apa saja yang tertera pada kemasan saat memilih makanan. Hambatan besar juga ada selama bulan Ramadhan. Wisatawan muslim kesulitan mencari makanan untuk sahur, karena biasanya baru ada ketika makanan untuk pagi hari. (Yusof dan Schutt, 2014)

Sektor pariwisata semakin berkembang dari tahun ke tahun termasuk di Jepang. Jepang memiliki daya tarik sendiri dalam sektor industri pariwisata seperti yang kita ketahui bahwa Jepang memiliki kemajuan teknologi yang pesat,kentalnya budaya,pemandangan alam yang menakjubkan,dan tentunya Jepang memiliki empat musim di benua asia.Tak dapat dipungkiri dengan besarnya peluang perkembangan wisata halal di Jepang namun masih terdapat berbagai hambatan perkembangan wisata halal di Jepang seperti, kesulitan mencari makanan halal, kurangnya fasilitas ibadah yang menunjang,kendala bahasa juga menjadi faktor yang menghambat perkembangan wisata halal di Jepang. Pengembangan wisata halal perlu ditingkatkan, termasuk dengan dilakukannya berbagai survei dan kajian Sampai saat ini penelitian mengenai wisata halal masih terbatas khususnya di Jepang. Salah satu kajian yang dapat dilakukan adalah mengenai persepsi wisatawan non-muslim terhadap wisata halal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image