
Ketergantungan pada Beras Bisa Membahayakan
Gaya Hidup | 2024-03-08 08:59:37
SAAT harga beras melambung tinggi, dan banyak warga masyarakat kelabakan, warga Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat, tetap adem ayem.
Pasalnya, selama berpuluh-puluh tahun, warga Cireundeu sama sekali tidak bergantung pada beras. Mereka memilih ketela pohon alias singkong sebagai pangan pokok mereka. Mau beras langka, atau harga beras kian mahal, tak berpengaruh sama sekali terhadap kehidupan warga Cireundeu.
Semakin kita bergantung pada beras, justru semakin tidak menguntungkan. Padahal, banyak tanaman lain yang bisa kita jadikan sebagai bahan pangan pengganti beras. Maka, seyogianya kita berpaling ke pada bahan pangan pokok nonberas.
Apa yang telah dilakukan oleh warga Cireundeu kiranya dapat menjadi sebuah contoh dalam hal ini.
Bukan cuma singkong. Ada sagu. Ada jagung. Ada pula porang. Talas juga. Begitu juga sukun.
Sukun yang oleh orang barat disebut sebagai buah roti alias breadfruit ini dapat pula menjadi pangan pokok alternatif nonberas.
Tatkala usai bermalam di Ibukota Negara Nusantara (IKN), beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo, beserta sejumlah menteri, menyempatkan sarapan pagi dengan sajian menu rebusan sukun dan goreng sukun.
Itu sekadar ilustrasi bahwa sesungguhnya ada bahan pangan pokok alternatif pengganti beras.
Tinggal bagaimana kita mulai mengubah sedikit demi sedikit minda dan kebiasaan konsumsi kita terkait pangan pokok kita.
Yang perlu ditekankan di sini bahwa nasi bukan satu-satunya pangan pokok. Masih banyak tanaman yang bisa kita budidayakan dan kita olah untuk menggantikan beras/nasi.
Kita toh tetap masih bisa survive tanpa nasi sebagai pangan pokok.
Oleh sebab itu, ketergantungan pada beras sedikit demi sedikit perlu kita akhiri.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.