Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Anak Perempuan Pun Bisa Menjadi pelaku bullying!

Info Terkini | Wednesday, 06 Mar 2024, 00:25 WIB

Anak Perempuan pun bisa menjadi pelaku bullying!

oleh :Heni Nur aini

Miris, anak perempuan di bawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama perempuan.

Polresta Barelang telah menetapkan empat tersangka kasus bullying atau perundungan di Batam yang videonya tengah viral di media sosial.

Terdapat dua video yang beredar. Pada video pertama, korban mengenakan kaos putih dan celana hitam dihajar oleh sekelompok remaja putri. Pelaku menendang kepala korban dan menjambak rambut korban.

Adapun, pada video kedua, korban mengenakan kaos hitam dan celana kuning. Pelaku menendang wajah korban hingga kepalanya terbentur ke pintu besi ruko.

Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N mengatakan bahwa empat pelaku dalam kasus ini adalah NH (18), RS (14), M (15), dan AK (14).

Nugroho menerangkan, perundungan tersebut terjadi di kawasan ruko belakang Soto Medan Lucky Plaza, Lubuk Raja, Batam, pada Rabu (28/2/2024). Para pelaku menganiaya dua remaja, yakni SR (17) dan EF (14).

Kasus ini bermula ketika pelaku dan korban saling ejek di aplikasi WhatsApp. Pelaku kemudian mengajak beberapa temannya untuk mendatangi korban.

Jadi mereka berjumpa di belakang ruko itu. Di sana mereka melakukan penganiayaan,” kata Nugroho, Sabtu (2/3/2024), seperti dikutip dari Tribun Batam.

Atas kasus ini, Kepolisian menjerat pelaku dengan dua pasal yang berbeda. Seorang pelaku telah berumur 18 tahun sehingga terkategori dewasa dan dijerat dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan secara bersama-sama dengan ancaman penjara 7 tahun. Sedangkan tiga pelaku masih di bawah 18 tahun sehingga terkategori anak-anak dan dijerat dengan Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
Model sistem peradilan yang membedakan antara pelaku kejahatan di atas 18 tahun (disebut dewasa) dengan di bawah 18 tahun (disebut anak) menjadi celah banyaknya kasus bullying yang terjadi. Pelaku tidak jera berbuat aniaya karena ancaman hukuman untuk anak lebih ringan. Padahal, sejatinya mereka sudah dewasa karena di kisaran umur mereka (14 tahun ke atas) kemungkinan besar mereka sudah balig.

Anak umumnya identik dengan sosok polos tanpa dosa yang lucu menyenangkan. Namun, faktanya kini banyak anak menjadi pelaku kekerasan. Mereka tega melakukan bullying pada temannya dengan tindakan yang menyebabkan luka serius. Jika umumnya yang melakukan bullying adalah anak laki-laki, kini anak perempuan pun melakukan hal yang sama. Tidak hanya melakukan perundungan secara verbal, anak perempuan juga melakukan kekerasan fisik.

Kasus perundungan telah menjadi fenomena di berbagai daerah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa ada 87 kasus perundungan pada 2023 (RRI, 9-10-2023). Ini adalah kasus yang dilaporkan ke KPAI, sedangkan kasus yang tidak terlapor tentu lebih banyak lagi.

Fenomena maraknya anak menjadi pelaku kekerasan ini menggambarkan lemahnya pengasuhan terhadap anak. Keluarga seharusnya mengasuh anak dengan baik sehingga anak tahu halal/haram dan baik/buruk sehingga mafhum bahwa bullying merupakan hal yang haram dan buruk sehingga tidak boleh dilakukan. Namun, fungsi pengasuhan oleh keluarga kini telah runtuh.

Saat ini para orang tua sibuk bekerja untuk mengejar uang. Tingginya biaya hidup memaksa para orang tua fokus pada pekerjaan dan melalaikan tugasnya dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi saleh. Akibatnya, muncullah generasi minus kasih sayang yang bertindak tanpa arahan, semata demi memuaskan rasa kasih sayang yang tidak dia temukan di rumah.

Selain itu, fenomena maraknya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru dipenuhi aksi kekerasan.

Hal ini disebabkan asas pendidikan saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, anak hanya menerima informasi/maklumat tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam tingkah laku mereka. Anak-anak dijejali aneka materi pelajaran, tetapi mirisnya, mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Akibatnya, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan. Toh, sanksi yang ada tidak menjerakan.

Maraknya bullying saat ini disebabkan penerapan sistem sekuler yang menuhankan kebebasan. Anak merasa bebas untuk berbuat sesukanya, tanpa ada rasa takut terhadap dosa dan azab neraka. Hal ini tidak akan terjadi di dalam sistem Islam.

Islam memiliki seperangkat sistem yang efektif mencegah bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh dan dijauhkan dari azab neraka

Allah Swt. berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan sehingga meringankan beban orang tua. Tidak ada istilah “kerja keras bagai kuda” hingga melalaikan pendidikan anak. Dengan demikian para orang tua akan bisa menjalankan fungsi pengasuhan dengan optimal. Tidak akan ada anak yang terabaikan karena orang tua terlalu sibuk bekerja. Setiap orang tua paham bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dengan baik.

Pelaku kekerasan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Terkait dengan penganiayaan, berlaku hukum kisas, yaitu balasan yang setimpal.

Allah berfirman,

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).”(QS Al-Maidah: 45).

Setiap pelaku kekerasan yang sudah balig harus dihukum dengan saksi yang tegas, meski usianya masih di bawah 18 tahun.

Penerapan sistem Islam dalam kehidupan ini adalah kunci untuk mencegah perundungan oleh anak. Sistem Islam justru menghasilkan anak-anak saleh yang taat pada Rabb-nya dan bersikap penuh kasih sayang pada sesama. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image