Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Bullying Makin Menjadi, Potret Kegagalan Desain Pendidikan Generasi

Info Terkini | Saturday, 02 Mar 2024, 08:36 WIB

Bullying Makin Menjadi, Potret Kegagalan Desain Pendidikan Generasi|

oleh : Heni Nuraini

Dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu, publik dibuat geram dengan terjadinya dua kasus perundungan ekstrem di lingkungan pendidikan. Keduanya melibatkan para pelajar dan santri yang sedang dalam proses pendidikan. Satu hal yang sangat miris dan memprihatinkan.

Sungguh tragis nasib Bintang Balqis Maulana. Remaja 14 tahun yang tengah menuntut ilmu di Ponpes Tartilul Quran (PPTQ) Al-Hanifiyyah, Mojo, Kediri ini tewas dengan kondisi mengenaskan pada Jumat (23-2-2024). Jenazah Bintang diantar oleh pihak pesantren ke rumah keluarganya di Banyuwangi pada Sabtu dini hari (24-2-2024). Atas kejadian ini, Kepolisian menetapkan empat orang tersangka yang merupakan senior korban di pesantren.

Pada saat mengantar jenazah Bintang, pihak pesantren mengatakan bahwa penyebab kematian Bintang adalah terjatuh di kamar mandi. Namun, saat jenazah diangkat, ternyata terdapat tetesan darah keluar dari keranda korban. Ketika kain kafan dibuka, terdapat luka lebam di sekujur tubuh, ada luka seperti jerat di leher, dan hidung terlihat patah. (BBC Indonesia, 29-2-2024).

Pada saat pemeriksaan, para pelaku mengaku melakukan penganiayaan karena Bintang susah diatur, yaitu susah disuruh salat jemaah dan mengaji. (Detik, 28-2-2024). Setelah mengalami kekerasan, kondisi kesehatan Bintang memburuk hingga dilarikan ke RS Arga Husada Branggahan Ngadiluwih pada 23-2-2024 sekitar pukul 03.00 WIB. Sesampainya di RS, ternyata korban sudah meninggal. Kejadian tersebut baru dilaporkan kepada pengasuh pesantren sekitar pukul 09.00 WIB. (Tirto, 29-2-2024).

Massifnya kasus bullying di negeri ini, membuktikan bahwa pembangunan sumber daya manusia dengan landasan sekularisme, telah gagal memberikan output pelajar yang berkepribadian baik. Para pelajar diperas otak dalam prestasi akademik, tetapi minim dari nilai moral dan ilmu-ilmu agama. Padahal, prestasi akademik siswa di sekolah tidak dapat menjamin kemampuan mereka dalam mengatasi masalah pribadi dan interaksi dengan lingkungan. Tak hanya itu, kasus-kasus seperti ini juga disebabkan oleh adanya persoalan yang sistemik, dimana orang tua, masyarakat, sekolah dan negara belum serius untuk memberantas perilaku bullying. Padahal, untuk memutus rantai kasus bullying ini, diperlukan adanya solusi yang menyeluruh juga perhatian dan sinergi dari semua pihak.

Peran orang tua sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya amat penting agar anak tidak terjerumus kepada pergaulan bebas dan kerusakan moral. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari dini, amat dibutuhkan untuk membentuk karakter generasi yang baik. Namun pada faktanya, di alam sekularisme ini banyak orang tua yang melupakan peran strategis mereka untuk mendidik sang buah hati.

Peran masyarakat untuk menjaga perilaku remaja pun amat penting. Karena perilaku remaja ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Harus ada tindakan pengawasan dan pencegahan perilaku buruk di tengah-tengah masyarakat. Harus terbentuk sikap saling menasihati dalam kebaikan di dalamnya. Tetapi, lagi-lagi di alam sekularisme ini, masyarakat semakin individualis. Tidak peduli terhadap sesama. Maka dengan tidak adanya pencegahan dan pengawasan dari masyarakat, turut andil dalam pembentukan karakter generasi yang rusak.

Menyoal peran negara, tentu ini yang paling penting. Karena negara memiliki tanggung jawab yang besar bagi masa depan generasi bangsa. Negara harus mampu menjaga dan melindungi remaja dari kerusakan moral. Negara adalah pemegang kebijakan dan pemilik wewenang untuk menerapkan dan mengawasi jalannya aturan di semua aspek kehidupan termasuk di bidang media. Sadar maupun tidak, media turut mengambil peran dalam membentuk karakter generasi muda itu sendiri, bahkan dampak yang di timbulkan secara tidak langsung memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkah laku orang yang menggunakannya. Ironisnya, di sistem kapitalis sekuler saat ini, turut menyuburkan tontonan yang bersifat merusak moral remaja. Konten-konten pornografi, game online dan film film yang mengandung kekerasan dengan mudah dapat diakses siapa saja. Di sisi lain, tontonan dan konten-konten seperti ini tentu berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar. Sudah watak sistem kapitalis, segala sesuatu yang menghasilkan keuntungan, akan dikomersialisasi, meskipun bersifat merusak. Disini negara terbukti abai dan tak serius untuk menjaga generasi dari segala hal yang merusak moralitas. Konten-konten merusak ini tentu amat berpotensi untuk melahirkan generasi pelaku bullying.

Islam jelas melarang perilaku perundungan (Bullying). Islam adalah agama yang damai, merendahkan atau menghina orang lain adalah larangan di dalam Islam. Hal ini dibuktikan dengan ayat Al-Qur’an :

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah salah satu kaum dari kalian menghina kaum yang lain, bisa jadi kaum yang dihina lebih baik dari pada yang menghina ”

(QS. Al-Hujurat [49]: 11)

Menurut tafsir Ath-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran, ayat ini mengandung larangan bagi orang-orang beriman untuk menghina sesamanya dengan segala bentuk hinaan, tidak halal bagi mereka untuk menghina yang lainnya karena kefakirannya, dosa yang diperbuatnya atau hal-hal lainnya.

Sedangkan menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirul Quranil ‘Adzim, menurutnya sukhriyyah (hinaan), dalam ayat tersebut bukan hanya berarti istihza’ (mengolok-ngolok) tetapi juga ihtiqar (memandang rendah). Ia mengutip sebuah hadis sahih yang maknanya sebagai berikut, “sombong adalah menolak kebenaran, meremehkan dan menganggap rendah manusia.” Tindakan semacam ini diharamkan dalam agama Islam, karena boleh jadi yang direndahkan lebih mulia di sisi Tuhan dibandingkan orang yang menghina.

Di dalam Islam, pembentukan karakter generasi adalah hal yang utama. Islam memiliki seperangkat aturan yang sempurna untuk menjaga generasi dan seluruh umat manusia. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari usia dini telah terbukti selama berabad-abad mampu mencetak generasi rabbani yang bersyaksiyah Islamiyah (berkepribadian Islam). Maka tidak akan terjadi bullying jika semua pelajar berkepribadian Islam. Kemampuan akademik yang bersinergi dengan ilmu agama pun telah terbukti mampu melahirkan ilmuwan ilmuwan hebat sepanjang sejarah peradaban islam.

Wallahu'alam bisshowwab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image