Bandara Jadi Salah Satu Sumber Polusi Udara Terburuk
Teknologi | 2024-03-01 15:24:36PENELITIAN baru telah mengungkap dampak iklim dan kualitas udara dari bandara dengan polusi terburuk di dunia.
Airport Tracker 2024, yang digagas oleh lembaga think tank Overseas Development Istitute [ODI] bekerja sama dengan Transport & Environment, mengukur dampak penerbangan penumpang dan, untuk pertama kalinya, angkutan udara.
Ditemukan bahwa Dubai International secara keseluruhan merupakan bandara yang paling polutif, menghasilkan emisi yang sama dengan lima pembangkit listrik tenaga batubara pada tahun 2019 saja, tahun terakhir dimana data-data tersedia.
Di Eropa, bandara Frankfurt, Paris Charles de Gaulle, dan Amsterdam Schiphol termasuk dalam 20 bandara dengan kinerja terburuk di dunia, dalam hal kualitas udara.
London adalah kota yang paling terkena dampak polusi udara akibat penerbangan. Keenam bandaranya menghasilkan polusi udara yang setara dengan 3,23 juta mobil, menghasilkan 27 juta ton CO2, 8.900 ton nitrogen oksida [NOx], dan 83 ton polusi partikulat halus [PM2.5].
Secara global, polusi udara merupakan faktor risiko terbesar ke-4 bagi kesehatan manusia, menewaskan 6,7 juta orang pada tahun 2019. Pada tahun 2018 lalu, polusi udara menimbulkan kerugian ekonomi sebesar £166 miliar [€193 miliar] bagi perekonomian Eropa.
“Tingkat kebisingan pesawat terus menerus terlampaui, dan kita sama sekali tidak memiliki standar UE mengenai partikel ultrahalus, yang merupakan bahaya kesehatan yang besar,” kata Magdalena Heuwieser, dari Stay Grounded, jaringan global lebih dari 160 organisasi anggota yang mempromosikan alternatif penerbangan untuk mengatasi perubahan iklim.
“Beberapa langkah penting harus segera diambil untuk melindungi kesehatan pekerja dan masyarakat di sekitar bandara -- seperti larangan penerbangan malam atau peningkatan bahan bakar jet agar setidaknya memiliki standar yang sama dengan bahan bakar mobil,” tambahnya.
Beberapa negara Eropa, seperti Prancis dan Spanyol, berupaya mendorong warganya untuk menggunakan kereta api dan bukan pesawat untuk perjalanan jarak pendek.
Airport Tracker 2024 mencakup pengukuran emisi NOx dan PM2.5 dari 1.300 bandara di dunia. Secara total, gabungan 20 bandara terbesar menghasilkan 231 juta ton CO2 -- jumlah karbon yang setara dengan 58 pembangkit listrik tenaga batu bara. Mereka juga memproduksi Nitrogen Oksida dan PM2.5 berbahaya dalam jumlah yang sama dengan 31 juta mobil penumpang.
“Polusi di sekitar bandara meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berdampak pada jutaan orang, yang menghirup emisi beracun dan mengembangkan kondisi kesehatan sebagai dampaknya, namun para pembuat kebijakan mengabaikan masalah ini,” kata Jo Dardenne, Direktur Penerbangan di Transport & Environment, lembaga yang giat menyerukan penggunaan transportasi ramah lingkungan.
“Pertumbuhan eksponensial di sektor ini dan bandara tidak sejalan dengan tujuan iklim mereka, terutama mengingat lambatnya penggunaan teknologi ramah lingkungan," tambah Dardene.
Penelitian kali ini juga menyoroti rencana industri penerbangan untuk melakukan dekarbonisasi. Khususnya rencana untuk mengandalkan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan [SAFs] untuk menurunkan emisi.
Saat ini, SAF hanya menyumbang 0,1 persen dari konsumsi bahan bakar jet. Produksi perlu ditingkatkan dari beberapa ratus juta liter saat ini menjadi lebih dari 400 miliar pada tahun 2050 agar dekarbonisasi efektif.
“Penelitian ini menunjukkan kesenjangan dalam dekarbonisasi penerbangan,” kata Shandelle Steadman, peneliti senior di ODI.
“Pihak bandara tidak melaporkan emisi ini dan sering luput dari perhatian, namun tanpa mengatasi emisi lokal di tingkat bandara, dampak sektor ini terhadap iklim dan kesehatan hanya akan bertambah buruk; merusak kesehatan, mata pencaharian, dan iklim kita,” sambung Steadman.
Jika pertumbuhan bandara terus berlanjut seperti saat ini dan penggunaan teknologi ramah lingkungan tidak meningkat, para kritikus mengatakan emisi akan meningkat dan membahayakan jutaan orang.***
Sumber: Europe News
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.