Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Beragama secara Sederhana

Agama | Wednesday, 28 Feb 2024, 23:01 WIB
Dokumentasi pribadi

Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Siapa tidak kenal Imam Fakhruddin al-Razi? Ulama besar yang menguasai berbagai disiplin keilmuan, seperti tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh, kalam, filsafat, bahkan sampai fisika dan kedokteran. Penulis puluhan kitab berat pada berbagai disiplin keilmuan. Salah satu magnum opus-nya adalah tafsir mafatih al-ghaib, kitab tafsir setebal tiga puluh jilid.

Menyelami Imam Fakhruddin al-Razi, ada doa menarik yang pernah diungkapkan beliau,

اللهم إيمانا كإيمان عجائز نيسابور

“Ya Allah, berikanlah aku iman seperti imannya orang sederhana warga Naisabur.”

Kisahnya, suatu hari Imam Fakhruddin al-Razi bersama murid-muridnya berjalan di sekitar kota Naisabur. Kemudian, beliau berpapasan dengan seorang perempuan sederhana. Karena belum pernah bertemu Imam Fakhruddin al-Razi, perempuan ini bertanya kepada orang-orang (murid-murid) yang menyertai Imam Fakhruddin al-Razi, “Siapa orang ini?”

“Tidakkah kau mengenalinya? Beliau adalah Imam besar Fakhruddin al-Razi yang telah menulis seribu dalil sebagai hujah untuk membuktikan keberadaan Allah,” terang seorang muridnya.

“Rumit sekali. Sekiranya ia tidak mengalami seribu keraguan, tidak mungkin ia sampai perlu merumuskan seribu dalil untuk membuktikan keberadaan Allah,” ungkap perempuan sederhana ini.

Kalimat perempuan sederhana itu rupanya menghentak kesadaran Imam Fakhruddin al-Razi. Seketika beliau berdoa dengan doa di atas. Kisah ini masyhur ditulis dalam berbagai situs kajian keislaman berbahasa arab, seperti alukah.net.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah di atas? Model beragama (meski dalam kisah di atas menggunakan istilah beriman, saya memilih menggunakan istilah beragama supaya lebih luas cakupannya) tidak harus rumit. Kisah perempuan sederhana itu mengingatkan saya kepada emak saya. Dan, saya kira ibu-ibu pada umumnya di pedesaan.

Emak saya hanya sempat sekolah sampai kelas IV SD. Tentu saja wawasan keilmuan keislamannya sangat biasa. Namun, emak taat menjalankan ajaran agama. Shalat, mengaji, puasa, bersedekah sesuai kemampuannya. Beliau dengan penuh keikhlasan dan kesabaran mengurus lima anaknya. Tidak pernah mengeluh dan menuntut. Menjalani kehidupan dengan keridhaan.

Bicara akidah, cukup dengan menghafal sifat wajib 20, sifat mustahil 20, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Kemudian, 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil, dan 1 sifat jaiz bagi rasul. Inilah isi kitab aqidah al-awam. Emak sebatas hafal saja tanpa paham maknanya secara mendalam.

Intinya yakin dan beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, qadha dan qadar. Kemudian, menjalankan rukun Islam dan menampilkan akhlak yang baik. Sesederhana itu. Namun, justru kesederhanaan itu yang bisa jadi memiliki nilai tinggi di sisi Allah. Keikhlasan dan keridhaan dalam menjalankan agama, inilah barangkali yang sepintas sederhana, tapi sesungguhnya tinggi sekali nilainya. Model beragama seperti ini akan melahirkan ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan.

Saya dan mungkin Anda semua yang berpendidikan tinggi; sarjana, magister, doktor, bahkan sampai profesor belum tentu memiliki penghayatan beragama seperti penghayatan ibu kita dalam beragama meski beragama secara sederhana. Pada bab keikhlasan dan keridhaan dalam menjalankan agama misalnya, rasanya kita kalah jauh dari ibu kita.

Namun demikian, model beragama yang sederhana tidak bisa menjawab tantangan peradaban. Padahal, Islam harus memimpin peradaban dunia dan mengemudikannya menuju tatanan peradaban madani. Itulah kenapa sebagian muslim harus menampilkan model beragama yang kompleks, seperti Imam Fakhruddin al-Razi.

Sebetulnya lebih pas istilahnya beragama secara intelek sebagai terjemah dari iman al-arifin dalam kisah Imam Fakhruddin al-Razi. Namun, saya memilih istilah beragama secara kompleks untuk menghindari kesan beragama secara sederhana yang dibahas sebelumnya sebagai beragama yang tidak intelek. Lewat model beragama secara kompleks inilah Islam mampu tampil mengembangkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan memimpin peradaban dunia.

Bagaimana model beragama yang kompleks? Bagaimana kita menyikapi model beragama secara sederhana dan kompleks? Kita bahas pada tulisan selanjutnya (Beragama secara Kompleks).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image