Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Titin Kustini

Ketahanan Pangan Keluarga Indonesia Rawan

Lainnnya | 2024-02-26 13:26:11
dok: orami

Global Hunger Index (GHI) merilis Indeks Kelaparan Indonesia (2023) skornya 17.6 dari skala 100, termasuk kategori “sedang” dan merupakan ketinggi kedua di ASEAN.

Adapun rincian kategori tingkat kelaparan menurut skor GHI yaitu 0—9,9: Tingkat kelaparan rendah, 10—19,9: Tingkat kelaparan sedang, 20—34,9: Tingkat kelaparan serius, 35—49,9: Tingkat kelaparan mengkhawatirkan, 50—100: Tingkat kelaparan sangat mengkhawatirkan/ekstrem.

Secara global, pada 2023 tingkat kelaparan Indonesia tertinggi (atau terburuk) ke-50 dari 125 negara dan secara regional, tingkat kelaparan Indonesia tertinggi (atau terburuk) ke-2 dari 9 negara Asia Tenggara.

Meskipun indikator yag digunakan GHI menyasar pada data keadaan anak-anak di suatu negara yakni; 1) Prevalensi kurang gizi (undernourishment), 2) Prevalensi anak dengan tinggi badan di bawah rata-rata/kerdil (child stunting), 3) Prevalensi anak dengan berat badan di bawah rata-rata/kurus (child wasting) dan 4)Angka kematian anak (child mortality), namun melihat antrian beras murah yang memanjang di mana-mana saat ini, sulit untuk mengatakan bahwa orang dewasa pun sedang “lapar”. Dengan kata lain, ketahanan pangan rumah tangga Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Berbagai laporan baik media massa maupun kabar langsung pandangan mata di banyak group media sosial, berseliweran menyatakan di daerahnya antrian ada yang sampai 600 m demi mendapat beras murah.

Sejarah mencatat rakyat Indonesia pernah mengantri beras di tahun 1965 dan rupanya hari ini sejarah itu berulang.

Harga beras terus meroket seperti tak terkendali. Berimbas pula pada kebutuhan pokok lainnya. Kondisi ini tentu saja sangat membuat kesulitan rakyat bertambah-tambah.

Pemerintah telah menggelontorkan operasi pasar beras murah namun nyatanya hingga hari ini harga beras belum kunjung turun. Harga beras rata-rata masih di kisaran harga 17 ribuan/kg, bahkan di beberapa daerah ada yang mencapai 20 ribu/kg.

Alhasil, ada semacam kontradiksi yang dilihat oleh masyarakat terkait harga beras yang melambung tinggi tidak karu-karuan ini. Presiden menyatakan bansos ikut membantu mengendalikan harga pasar. Namun yang terjadi di grass root justru sebaliknya. Dari beberapa statement pedagang kecil skala warungan ditemukan fakta bahwa kenaikan harga beras sebetulnya bukan hal aneh. Menurutnya, sejak ada bansos, harga beras pasti naik. Hanya saja kemarin-kemarin kenaikannya “tidak segila” sekarang. Jadi menurut mereka, ketika kebermanfaatan bansos hanya menyentuh sebagian (kecil) masyarakat, maka kalau disuruh memilih, mereka memilih untuk tidak ada bansos asal harga stabil, murah sehingga semua rakyat menikmati. Lagi pula, masih menurut mereka, bansos rawan membuka ruang untuk terjadinya korupsi, kecemburuan sosial masyarakat dan hanya memperkaya segelintir orang yang terlibat/ memiliki hak dalam penyaluran bansos.

Apa yang menjadi isu di masyarakat bawah ini menarik untuk dicermati dan bisa dijadikan bahan evaluasi bagi pelaksanaan bansos (jika masih ada). Presiden telah menyatakan bahwa setelah Juni, tidak bisa menjanjikan ada bansos lagi (Metro TV, 24 Februari 2024).

Satgas pangan yang dibentuk kepolisian pun sudah mengeuarkan statemen bahwa stok beras banyak dan cukup. Rakyat tentu percaya itu, sambl menunggu-nunggu saatnya harga beras kembali murah dan tidak langka di pasaran sehinga mereka bisa membeli beras murah tanpa harus antri berdesakan berjam-jam dan dibatasi pula.

Kondisi kesulitan beras yang dialami masyarakat saat ini mengindikasikan ketahanan pangan keluarga Indonesia sangat rawan. Mengacu pada definisi FAO mengenai ketahanan pangan, maka untuk mencapai kondisi ketahanan pangan harus memenuhi 4 komponen yang harus dipenuhi , yaitu: pertama, kecukupan ketersediaan bahan pangan, kedua, stabilitas ketersediaan bahan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, ketiga, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap bahan pangan, serta keempat, kualitas/keamanan bahan pangan yang digunakan.

Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan pada dasarnya bicara soal ketersediaan pangan (food avaibilitas), stabilitas harga pangan (food price stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility).

Dengan berpedoman pada acuan di atas di mana masyarakat bisa merasakan apa yang sesungguhnya terjadi. Dari sisi ketersediaan pangan, pemerintah berkata stok banyak dan cukup, nyatanya rakyat kesulitan mendapatkan beras (beras langka di pasaran). Dari sisi stabilitas harga, sangat tidak stabil. Harga beras meloncat-loncat dan membumbung tinggi tidak karuan. Dan dari keterjangkauan pangan, rakyat sulit menjangkaunya. Maka, bisa disimpulkan kembali bahwa ketahanan pangan rakyat sangat rawan.

Berbicara skala negara, ketahanan pangan Indonesia pada 2022 berada di urutan ke 69 dari 113 negara, dan di bawah rata-rata global sebesar 62,2. Rata-rata Asia Pasifik pun lebih tinggi sebesar 63,4. Fakta ini sangat menyedihkan mengingat; 1) Indonesia merupakan negara agraris, dengan jumlah pekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan lebih dari 40 juta orang, 2) Namun pertumbuhan sektor tersebut sangat rendah, dan sumbangsih ke perekonomian Indonesia hanya 12%, dan 3) Sebagai negara agraris Indonesia justru tetap rajin impor, mulai dari beras, gula hingga daging sapi.

Rata-rata pertumbuhan PDB pertanian, kehutanan dan perikanan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya 3,04%, turun dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 3,6%.

Kembali ke masalah beras, Kementerian Pertanian (Kementan) heran harga beras di Indonesia tetap mahal, meski stoknya diklaim melimpah. (CNBC Indonesia, 19 Februari 2024).

Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Moh. Ismail Wahab menyebut ada limpahan stok beras pada Januari 2024 berkat surplus akhir tahun lalu. Ia mengatakan ada surplus 3 juta ton dari selisih produksi serta impor dengan konsumsi di 2023, yang kemudian di-carryover ke awal tahun ini. Ismail mengatakan pada Januari 2024 ada produksi beras dalam negeri sebanyak 910 ribu ton dan impor tambahan 400 ribu ton. Jika ditotal, carryover 3 juta ton dari tahun lalu dan stok awal tahun ini menjadi 4,31 juta ton beras. Kementerian Pertanian (Kementan) heran harga beras di Indonesia tetap mahal, meski stoknya diklaim melimpah.

Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Moh. Ismail Wahab menyebut ada limpahan stok beras pada Januari 2024 berkat surplus akhir tahun lalu. Ia mengatakan ada surplus 3 juta ton dari selisih produksi serta impor dengan konsumsi di 2023, yang kemudian di-carryover ke awal tahun ini. Ismail mengatakan pada Januari 2024 ada produksi beras dalam negeri sebanyak 910 ribu ton dan impor tambahan 400 ribu ton. Jika ditotal, carryover 3 juta ton dari tahun lalu dan stok awal tahun ini menjadi 4,31 juta ton beras.

Sementara itu, kebutuhan konsumsi beras pada Januari 2024 hanya 2,54 juta ton. Berdasarkan data tersebut, Ismail menekankan sebenarnya Indonesia tidak kekurangan stok beras.

Nah, nah, nah jika pejabat Kementan saja heran, apalagi masyarakat awam ya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image