Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Sintesis Model Pesantren

Eduaksi | Friday, 23 Feb 2024, 06:24 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Berapa banyak pesantren yang dikelola dengan sistem manajemen mutu modern, semisal ISO 9001:2015? Setiap programnya dilisensi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan keuangannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik? Di sisi lain tetap mempertahankan ciri khas kesederhanaan, kemandirian, dan kekuatan tradisi keilmuan model pesantren salafiyah.

Pada konteks inilah penting untuk mendiskusikan sintesis model pesantren antara model pesantren salafiyah (tradisional) dan pesantren ‘ashiriyah (modern). Membenturkan kedua model ini dan mengeklaim model salah satunya lebih baik bukanlah cara berpikir yang tepat. Karena, keduanya memiliki kekuatan dan keterbatasan masing-masing.

Model pesantren salafiyah telah dikenal sejak zaman sebelum negara Indonesia lahir. Pesantren salafiyah turut memberikan kontribusi besar pada masa perjuangan kemerdekaan. Di antara ciri khas model pesantren salafiyah adalah kesederhanaan, kemandirian, dan kekuatan tradisi keilmuan turats (kitab kuning).

Aspek kesederhanaan tampak sekali dari bangunan pesantren tempat santri tinggal. Populer disebut kobong. Tidak ada ruangan kelas khusus untuk belajar mengajar, apalagi laboratorium. Proses belajar mengajar umumnya dilaksanakan di masjid pesantren. Tidak ada pula seragam resmi layaknya pesantren ‘ashiriyah. Pakaian khasnya sarung, koko, dan peci hitam.

Sementara, dari sisi kemandirian, bisa dilihat dari makan sehari-hari. Santri harus memasak secara mandiri bersama para santri lainnya. Lauknya seadanya. Jarang sekali ditemukan menu empat sehat lima sempurna. Menu istimewa makan para santri ketika ada acara keagamaan, seperti maulid, rajaban, atau tahlilan.

Tidak ada iuran khusus yang dipungut oleh pesantren. Umumnya kiai pengasuh pesantren memiliki sawah dan ladang sebagai mata pencaharian. Setiap kali musim tandur (menanam) dan panen tiba, para santri pasti terlibat. Bersama kiai-nya, para santri terjun langsung ke sawah dan ladang.

Secara tidak langsung, model pesantren salafiyah sesungguhnya mendidik para santri kemandirian, kesederhanaan, dan menjalani realitas kehidupan sebenarnya. Sehingga, para santri hidup dan dekat dengan masyarakat. Inilah pelajaran mahal dari model pesantren salafiyah.

Selain itu, pesantren salafiyah juga terkenal dengan kekuatan tradisi keilmuan turats-nya. Kitab-kitab Nahwu Sharaf (tata Bahasa Arab) mulai yang dasar, seperti Ajurumiyah sampai level yang tinggi, Alfiyah ibnu Malik, pasti dipelajari para santri.

Pola belajarnya juga urut. Mulai membaca dan menerjemahkan sampai meng-i’rab kedudukan kata per kata. Sehingga, para santri menguasai tata Bahasa Arab dengan baik. Dengan menguasai tata Bahasa Arab itulah, para santri mengakses khazanah ilmu pengetahuan Islam dari berbagai kitab kuning dalam berbagai disiplin ilmu di bawah bimbingan kiai.

Kelebihan model pesantren salafiyah di atas tidak ditemukan di pesantren ‘ashiriyah. Pembentukan mentalitas kesederhanaan dan kemandirian santri pesantren ‘ashiriyah, tidak sealami yang dilakukan pesantren salafiyah. Selain itu, pesantren ‘ashiriyah juga biasanya lebih menekankan pada kemampuan berbicara dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Pembelajaran dan penguasaan terhadap Nahwu Sharaf dan turats tidak sekuat pesantren salafiyah.

Namun demikian, pesantren ‘ashiriyah memiliki keunggulan dalam hal tata kelola kelembagaan pesantren. Tata kelola pesantren ‘ashiriyah umumnya telah mengadaptasi sistem manajemen modern. Bahkan, sebagiannya sampai melakukan sertifikasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2015. Sehingga, pesantren berjalan by system, bukan semata by figure.

Varian ilmu yang diajarkan juga bukan hanya ilmu-ilmu agama (ilmu fardhu ‘ain), namun telah berkembang ke varian ilmu-ilmu umum (ilmu fardhu kifayah). Perencanaan, proses, dan evaluasi pembelajaran juga sudah mengadaptasi metodologi dan evaluasi pembelajaran modern. Demikian juga dengan sarana prasarana pembelajaran modern, seperti laboratorium, juga diadaptasi.

Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana mensintesiskan dua model pesantren ini, sehingga menghasilkan model pesantren unggul dan modern sesuai perkembangan zaman, namun tidak lepas dari ciri khas keunggulan model pesantren salafiyah. Pada proses sintesis model pesantren, setidaknya ada tiga ranah utama yang perlu dirancang dan diimplementasikan dengan baik.

Pertama, kesederhanaan dan kemandirian model pesantren salafiyah menjadi nilai penting yang perlu dipertahankan. Hanya, perlu dilakukan modifikasi proses pembentukannya pada diri santri. Perlu dirancang rekayasa proses pembinaan dengan output terinternalisasi nilai kesederhanaan dan kemandirian pada diri santri.

Kedua, mentalitas pembelajar dan penguasaan khazanah keilmuan turats juga harus dipertahankan. Bahkan, poin ini mesti menjadi keunggulan model sintesis pesantren. Karenanya, perlu rekayasa dan modifikasi kurikulum pesantren agar tetap bisa mengakomodir kurikulum nasional, namun tetap memiliki keunggulan pada kurikulum turats.

Ketiga, tata kelola kelembagaan pesantren dengan mengadaptasi sistem manajemen mutu modern, seperti ISO 9001:2015. Tujuannya agar semua bisnis proses pesantren berjalan by system. Tidak hanya bergantung pada figur kiai pengasuh pesantren.

Sosok dan figur kiai pengasuh pesantren sangat penting, namun memastikan kelangsungan pesantren setelah wafatnya kiai, menjadi lebih penting lagi. Berapa banyak pesantren yang turun pamornya seiring wafatnya kiai pengasuhnya. Karena, tidak ada kaderisasi dan semua bisnis proses pesantren bergantung pada sosok kiai.

Dengan menggarap serius tiga ranah utama di atas, diharapkan pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam yang mandiri, unggul, dan modern, serta mampu menjawab tantangan zaman. Para lulusan pesantren mampu berkiprah diberbagai sektor strategis kehidupan.

Meminjam istilah Gay Hendricks dan Kate Ludeman, dalam The Corporate Mystic, mereka itu adalah para sufi corporate. Alumni pesantren yang menguasai khazanah keilmuan Islam, sekaligus leadership dan manajerial. Kemudian, menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam ruang lingkup pekerjaan dan kepemimpinannya di berbagai sektor kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image