Bunuh Satu Keluarga, Potret Sadis Generasi Saat Ini
Agama | 2024-02-17 20:47:58Seorang remaja berinisial J (16 tahun) telah melakukan pembunuhan terhadap satu keluarga berjumlah lima orang. Diduga motif pembunuhan yang terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu karena persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Antara pelaku dengan korban saling bertetangga.
Peristiwa sadis ini berawal saat pelaku berpesta minuman keras bersama teman-temannya pada hari Senin (5/2). Setelah diantar pulang oleh temannya, J membawa senjata tajam berupa parang dan menuju ke rumah korban untuk melakukan pembunuhan. Tidak puas dengan membunuh, pelaku juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya, serta mencuri ponsel dan sejumlah uang. (News[dot]republika[dot]co[dot]id, 8/02/2024)
Generasi Sadis
Perilaku sadis generasi muda saat ini bukan tanpa alasan. Pasalnya kasus kriminalitas remaja yang ditemukan di lapangan semakin menjamur. Kebanyakan hanya karena persoalan sepele seperti dendam asmara atau konflik pertemanan. Namun, begitu mudahnya menjadi kalap dan meluapkan emosi melalui aksi kriminal. Ada sebab pasti generasi muda saat ini melakukan tindakan kejahatan.
Pertama, penerapan sistem sekuler di negeri ini adalah biang dari segala masalah generasi. Kehidupan sekuler yang menjauhkan generasi dari aturan agama membuatnya krisis jati diri sebagai muslim sejati. Ketika generasi tidak mengenal hakikat dirinya, luput dari tugas penciptaan, dan ditambah lemahnya keimanan menjadikan perilakunya disetir oleh hawa nafsu semata bukan akal sehat. Dirinya dikuasai oleh luapan emosi sehingga mencari jalan pintas untuk menyalurkannya tanpa memandang status hukum perbuatannya dalam Islam: halal ataukah haram.
Kurikulum pendidikan yang diterapkan pun tidak mampu membentuk moral dan keimanan yang kuat. Sebab, Islam tidak menjadi pedoman bahkan senantiasa dipinggirkan. Intensitas belajar agama sangat minim dibandingkan dengan materi pelajaran lainnya.
Hukum-hukum Islam tidak diajarkan secara menyeluruh (kaffah) sehingga gagal mencetak generasi yang bertakwa. Padahal, takwa selalu bersanding dengan iman dan keimanan yang kuat akan mencegah seseorang berbuat jahat dan maksiat.
Arus budaya liberal yang lahir dari rahim sekulerisme semakin menambah kerusakan generasi. Di satu sisi, mereka dijauhkan dari nilai-nilai Islam. Dan di sisi lain, mereka terus dibombardir oleh serangan ide-ide kebebasan yang mengagungkan kenikmatan jasadiyah. Seperti, mengonsumsi miras dan obat-obatan terlarang, geng motor, tawuran, pacaran hingga berujung pada pergaulan bebas.
Kedua, arus digitalisasi yang kian deras menjadi tantangan tersendiri. Tidak dimungkiri generasi yang tumbuh saat era digital sangat mudah mengakses berbagai informasi dan konten apa pun di internet maupun media sosial. Sayangnya, dengan dalih kebebasan berekpresi saat ini justru konten negatif lah yang membanjiri ruang digital.
Disadari atau tidak, menyeret generasi pada pornografi dan pornoaksi. Pada akhirnya, tontonan kemudian menjadi tuntunan untuk meniru perilaku tersebut tanpa punya filter pemahaman halal-haram. Mereka semakin terjebak dalam racun pemikiran liberal, hedonis, dan permisif. Pacaran dianggap sebuah tren. Berzina dianggap biasa. Hingga, membunuh pun dianggap hal lumrah dalam mengatasi masalah.
Jika kondisi tragis ini terus berlanjut, bagaimana jadinya nasib generasi mendatang? Bagaimana pula masa depan negeri ini manakala cetakan pendidikan sekuler justru menghasilkan generasi rapuh, mental melepuh, dan iman mudah runtuh?
Islam Melindungi Generasi
Sistem sekuler telah terbukti gagal melahirkan generasi idaman. Berbeda darinya, Islam memiliki aturan yang sempurna dalam melindungi generasi dari berbagai kerusakan dengan mekanisme yang komprehensif.
Pertama, sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem ini telah teruji selama 13 abad lebih saat Islam menjadi mercusuar peradaban dunia. Asas akidah Islam merupakan ruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, pengembangan budaya, dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan. Dengan demikian, segala sesuatunya akan berjalan sesuai dengan hukum-hukum Allah.
Selain itu, pendidikan Islam bertujuan untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifatullah fil ardh. Hal ini mendorong generasi muda untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal shalih. Semata-mata demi meraih predikat takwa.
Kedua, sistem sosial Islam membentuk masyarakat beriman dan bertakwa secara komunal. Jika masyarakatnya bertakwa, akan berpengaruh pada pembentukan kepribadian generasi. Masyarakat juga berperan dalam kontrol perilaku individu. Aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar menjadi kebiasaan baik yang senantiasa dipelihara sehingga akan mencegah perilaku maksiat.
Selanjutnya, negara menerapkan sistem sosial Islam berupa larangan zina, pacaran, ikhtilat, khalwat, membuka aurat di tempat umum, serta menutup seluruh celah kemaksiatan. Negara juga menjadi pemegang kendali atas media sehingga mustahil ditemukan konten-konten unfaedah apalagi yang bermuatan pornografi dan pornoaksi.
Ketiga, penerapan sistem sanksi Islam bagi para pelaku kejahatan. Jika semua aspek kehidupan sudah menerapkan syariat Islam, namun masih ada yang bermaksiat, maka akan diberlakukan sanksi. Sanksi tersebut memiliki sifat jawabir dan zawajir. Bersifat jawabir artinya menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal yang telah dijatuhi hukuman syar'i. Sementara zawajir yakni dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Demikianlah semua itu akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat.
Buah busuk penerapan sistem sekuler saat ini semestinya membuka mata kita bahwa tidak ada jaminan penjagaan atas keimanan dan moral generasi. Justru yang ada kehancuran masa depan generasi. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita mencampakkan sistem sekuler. Lantas, beralih menerapkan syariat Islam kaffah. Hanya Islam yang mampu menyelamatkan generasi bahkan melahirkan generasi emas pencetak peradaban mulia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.