Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Antara Ukhuwah dan Tauhid: Membedah Partisipasi Muslim dalam Pesta Non-muslim

Agama | Tuesday, 13 Feb 2024, 09:16 WIB
Dokumen kompas.com

Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin mengajarkan umatnya untuk menjalin hubungan baik dengan sesama manusia tanpa memandang keyakinan atau agama. Namun demikian, terdapat batasan-batasan syar'i yang perlu diperhatikan dalam berinteraksi dengan non-Muslim, khususnya terkait partisipasi Muslim dalam upacara dan perayaan mereka. Tulisan ini akan membahas pandangan syar'i tentang partisipasi Muslim dalam upacara dan hari raya non-Muslim beserta batasan-batasannya, dengan mengemukakan dalil naqli dan argumentasi rasional.

PembahasanSecara umum, para ulama sepakat bahwa Muslim dilarang mengikuti dan berpartisipasi dalam upacara-upacara keagamaan non-Muslim. Ini didasarkan pada sejumlah dalil, di antaranya firman Allah :
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka." (QS. Hud: 113)
Ayat ini melarang umat Islam mendekati dan mengikuti jalan orang-orang kafir. Dengan demikian, Muslim dilarang ambil bagian dalam ritual dan perayaan agama lain yang bertentangan dengan aqidah Islam. Selain itu, terdapat hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud no. 4031, dishahihkan Al-Albani)

Hadis ini semakin menegaskan bahwa mengikuti tradisi dan adat istiadat non-Muslim dapat menodai kemurnian aqidah seorang Muslim. Oleh karena itu, Muslim dilarang ambil bagian dalam perayaan Natal, Nyepi, Waisak, dan sejenisnya.
Adapun terkait masalah takziyah (turut berduka cita), para ulama membolehkan Muslim mengucapkan bela sungkawa kepada non-Muslim dengan beberapa syarat dan batasan. Seperti hanya mengucapkan ungkapan netral seperti "semoga Allah meringankan cobaanmu", "semoga yang menggantikan almarhum lebih baik", dan sejenisnya.

Tidak diperbolehkan mengucapkan "semoga Allah mengampuninya" atau "rahimahullah" untuk non-Muslim yang meninggal, karena itu termasuk mendoakan orang kafir. Hanya boleh mendoakan keluarga yang ditinggalkan agar diberi ketabahan dan dimudahkan segala urusannya. Dengan demikian, ucapan bela sungkawa kepada non-Muslim hanya dimaksudkan sebagai simpati dan menjaga silaturahmi, bukan pengakuan terhadap agama dan keyakinan mereka.

Argumentasi Pendukung

Berikut beberapa argumentasi rasional yang mendukung larangan Muslim berpartisipasi dalam upacara dan hari raya non-Muslim:
1. Dapat merusak akidah dan menodai kemurnian iman seorang Muslim. Dengan mengikuti ritual agama lain, lama-kelamaan hati dan keyakinan seseorang bisa terpengaruh.
2. Berpotensi menimbulkan kebingungan status agama seseorang di mata masyarakat. Masyarakat awam sulit membedakan apakah orang tersebut benar-benar beragama Islam atau sudah pindah agama.
3. Melanggar kewajiban menjaga diri dari syirik dan kemungkaran. Muslim wajib menjauhi perbuatan syirik apapun bentuknya.
4. Dapat dianggap menyetujui dan membenarkan agama serta keyakinan non-Muslim, padahal Islam melarangnya.
5. Bertentangan dengan konsep al-wala' wa al-bara' (loyalitas dan menjauhi) yang diajarkan Islam terhadap Muslim dan non-Muslim.

Kesimpulan

Partisipasi Muslim dalam upacara dan hari raya non-Muslim secara umum bertentangan dengan ajaran Islam. Terdapat larangan syar'i yang jelas berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Namun demikian, Muslim diperbolehkan mengucapkan takziyah kepada non-Muslim dengan batasan tertentu, semata-mata demi menjaga silaturahmi. Selain itu, interaksi sosial yang bersifat umum dan kemanusiaan masih dimungkinkan selama tidak melanggar ketentuan syar'i. Dengan demikian, hubungan baik antar umat beragama tetap terjalin tanpa mengabaikan prinsip dan batasan agama masing-masing.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image