Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Jangan Marahi Tapi Ajarilah Anak dengan Bijaksana

Khazanah | Monday, 05 Feb 2024, 06:07 WIB
Dokumen Tribun Solo

Sebagai orang tua, kita memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan membimbing anak-anak kita agar tumbuh menjadi pribadi yang baik. Salah satu tugas penting orang tua adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan yang dilakukan oleh anak. Namun demikian, cara kita memperbaiki kesalahan anak sangatlah penting. Kuncinya adalah melakukannya dengan penuh kasih sayang, bukan dengan amarah atau kekerasan.

Alasan pertama mengapa orang tua sebaiknya tidak marah ketika memperbaiki kesalahan anak adalah karena tujuan utama kita seharusnya adalah ingin memperbaiki perilaku anak, bukan menghukumnya. Jika kita marah, kita cenderung fokus pada emosi negatif kita sendiri dan melampiaskan kemarahan kita, bukan benar-benar ingin mengajari anak. Kemarahan justru akan membuat anak takut dan menutup diri, sehingga tidak efektif untuk perbaikan jangka panjang.


Sebaliknya, jika kita mendekati anak dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, kita akan lebih mampu berkomunikasi secara efektif. Anak akan lebih terbuka mendengarkan nasihat dan kritik kita jika disampaikan dengan lembut. Mereka juga akan belajar dari contoh kita, bahwa menghadapi masalah sebaiknya dengan kepala dingin, bukan emosi meledak-ledak.


Kedua, marah dan menghukum anak terlalu berat justru bisa berdampak negatif. Anak yang merasa disalahkan terus-menerus bisa kehilangan percaya diri. Mereka juga bisa tumbuh dengan mental selalu takut salah dan ragu-ragu dalam bertindak. Padahal sebagai orang tua, sebaiknya kita membangun kepercayaan diri anak dengan memberikan dukungan positif. Kita tetap tegas, tapi juga penuh pengertian.


Ketiga, jika kita marah berlebihan pada kesalahan kecil anak, lama-kelamaan mereka justru akan berbohong untuk menutupi kesalahan, karena takut dimarahi. Ini tentu sangat merugikan, karena komunikasi terbuka antara orang tua dan anak menjadi terhambat. Sebaliknya jika kita bersikap tenang, anak akan merasa lebih nyaman terbuka pada kita.


Keempat, kasih sayang orang tua memberikan fondasi rasa aman bagi anak. Dengan rasa aman ini, mereka berani mengambil risiko dan tantangan dalam hidup untuk belajar dan berkembang. Namun jika orang tua terlalu keras, anak akan tumbuh dalam ketakutan dan kurang percaya diri mengeksplorasi dunia. Mereka tidak berani ambil risiko karena takut salah.


Kelima, memperbaiki kesalahan dengan amarah hanya bersifat jangka pendek. Anak mungkin jera sesaat, tapi besar kemungkinan akan mengulangi kesalahannya di lain waktu jika motivasi untuk berubah tidak tumbuh dari dalam dirinya. Sebaliknya pendekatan penuh kasih sayang dan komunikasi efektif lebih mampu menginspirasi perubahan positif jangka panjang pada anak.


Meski demikian, sikap lembut dan penuh pengertian bukan berarti orang tua boleh membiarkan saja kesalahan anak. Kita tetap harus tegas dan konsisten menegur setiap perilaku buruk. Hanya saja lakukan dengan niat tulus ingin memperbaiki, bukan menghukum. Jangan gunakan hukuman fisik apalagi kekerasan verbal dan emosional.


Sebagai orang tua kita juga harus memberikan teladan yang baik. Tidak mungkin kita mengharapkan anak bersikap baik jika kita sendiri mudah marah, egois dan keras kepala. Perbaiki dulu sikap kita sebelum berharap anak berubah.


Intinya, cara terbaik mendidik anak adalah dengan kasih sayang ditambah ketegasan yang bijaksana. Kita tetap harus tegas menasihati setiap kesalahan, tapi lakukan dengan empati dan kesabaran. Ingatlah bahwa tujuan kita adalah membentuk karakter dan kepribadian anak, bukan sekadar menghukum kesalahannya. Jadilah orang tua yang penuh pengertian dan bijaksana dalam mendidik putra-putri kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image