Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suko Waspodo

Tiga Diri Kita di Era Media Sosial

Gaya Hidup | Saturday, 03 Feb 2024, 06:54 WIB
Sumber gambar: lifecostadapta.finnova.eu

Diri tidak hanya ada dalam pikiran kita tetapi juga berada di belantara World Wide Web.

Poin-Poin Penting

· Manusia mempunyai banyak identitas: siapa diri mereka, bagaimana mereka menampilkan diri, dan bagaimana orang lain memandang mereka.

· Di era internet, orang-orang membentuk identitas mereka melalui apa yang mereka tampilkan secara online dan cara mereka mempostingnya.

· Reaksi pengguna media sosial lainnya memainkan peran penting dalam pembentukan identitas online.

Kita mempunyai tiga diri di era media sosial: siapa diri kita, bagaimana kita menampilkan diri secara online, dan apa yang dipikirkan pengguna media sosial lain tentang kita.

Diri yang Diwakili

Melalui pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain dan dunia di sekitar kita, kita mengembangkan perasaan tentang siapa diri kita: hal-hal yang kita sukai (misalnya, membaca, memasak, mendaki gunung), karakteristik pribadi kita (misalnya, cerdas, lucu, ramah), sifat-sifat kita, dan kepribadian kita. hubungan penting di rumah dan di tempat kerja, dan identitas sosial kita (misalnya profesi, afiliasi politik, agama). Saya menyebut diri ini sebagai diri yang diwakili. Begitulah cara kita memandang diri kita sendiri secara pribadi. Bentuk dasar dari representasi diri muncul sekitar akhir tahun kedua kehidupan ketika bayi mulai mampu mengenali dirinya di cermin. Diri yang direpresentasikan menjadi semakin kaya dan kompleks ketika kita terus mengalami dunia, dan hal ini, pada gilirannya, membentuk pengalaman dan perilaku kita.

Diri yang Terdaftar

Dengan hadirnya media sosial di mana-mana, kita memposting secara online tentang pandangan dan pengalaman kita seiring berjalannya hidup, kita berbagi informasi yang menurut kita mungkin berguna atau menarik bagi orang lain, dan kita memposting ulang, menyukai, dan mengomentari postingan orang lain. Kita melakukan ini terutama untuk mengekspresikan diri dan merasa terhubung secara sosial. Kita juga dapat memposting secara online untuk membujuk, memberi informasi, atau meminta nasihat atau simpati.

Melalui aktivitas online, kita memperoleh perluasan digital tentang siapa diri kita, yang saya sebut sebagai diri terdaftar. Ini adalah cara kita menampilkan diri kita kepada orang lain di ruang publik dan terbuka di platform media sosial. Diri yang terdaftar adalah diri yang terwakili yang keluar melalui filter, sering kali mencerminkan bagaimana kita ingin orang lain memandang kita. Akibatnya, kita cenderung selektif dalam hal apa yang kita bagikan, misalnya lebih positif daripada negatif, lebih penting daripada biasa, lebih menarik daripada membosankan, dan sebagainya, serta cara kita berbagi informasi, misalnya bersikap autentik, mengungkapkan diri, dan membangkitkan semangat.

Apa dan bagaimana kita membagikan pengalaman kita nantinya akan menjadi cara kita mengingat dan menceritakan kisah hidup kita. Diri yang terdaftar berubah-ubah saat kita menyesuaikan apa dan bagaimana kita memposting berdasarkan masukan dari audiens kita: Kita terus melontarkan hal serupa saat postingan kita menerima banyak suka dan komentar, dan kita mengalihkan topik saat postingan kita tidak mendapat tanggapan. Dengan membuat postingan singkat, sering, dan real-time tentang "apa yang saya lakukan sekarang" dan menerima reaksi langsung dari audiens, kita merasakan hubungan yang konstan dengan orang lain, tidak peduli seberapa singkat perasaan itu.

Diri yang Disimpulkan

Apakah sesama pengguna media sosial benar-benar mengetahui siapa kita dari postingan dan aktivitas online lainnya? Kecuali kita memiliki profil pribadi yang secara jelas menggambarkan orang seperti apa kita, informasi tersebut tidak akan tersedia bagi audiens kita. Dengan kata lain, pengguna media sosial lain tidak memiliki akses langsung ke representasi pribadi kita; yang mereka lihat hanyalah diri terdaftar kita yang meresap melalui aktivitas online kita.

Lalu muncullah apa yang saya sebut dengan diri tereka (inferred self), di mana audiens kita membentuk kesan tentang siapa kita berdasarkan postingan media sosial kita dan melalui interaksi mereka dalam berbagai cara dengan postingan kita. Karena postingan kita sering kali berisi potongan-potongan informasi tentang apa yang kita lakukan atau apa yang kita pikirkan tanpa adanya hubungan logis yang jelas di antara informasi-informasi tersebut, audiens kita harus menghubungkan titik-titik tersebut untuk mencapai pemahaman tentang siapa kita. Akibatnya, kesenjangan bisa terjadi sehingga pengguna media sosial lain belum tentu melihat kita seperti kita memandang diri kita sendiri. Misalnya, mereka mungkin tidak menganggap kita sebagai orang yang supel atau memiliki harga diri yang tinggi.

Menggunakan alat multi-media (misalnya gambar, video, tautan) dalam postingan kita membantu menyampaikan lebih banyak informasi tentang kita dan memungkinkan audiens menyimpulkan siapa kita dengan lebih akurat. Diri yang disimpulkan sedang diperbarui saat kita terus berinteraksi dengan audiens kita melalui postingan dan aktivitas lainnya. Hal ini dapat memengaruhi cara orang lain berinteraksi dengan kita secara online dan, pada gilirannya, cara kita menampilkan diri secara online dan memandang diri kita sendiri secara pribadi.

Kesimpulan

Ketiga diri kita merupakan komponen yang saling terkait dari kedirian dinamis yang unik di era media sosial. Hal-hal tersebut mencakup keaslian diri, didasarkan pada sosial, dan didukung oleh alat-alat teknologi. Memahami seluk-beluk perasaan diri membantu kita menavigasi dunia yang dimediasi secara digital secara efektif.

***

Solo, Sabtu, 3 Februari 2024. 6:42 am

Suko Waspodo

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image