Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahiduz Zaman

Benarkah Teknologi Mampu Memahami Diri Kita Seutuhnya?

Teknologi | Thursday, 01 Feb 2024, 23:03 WIB
Ilustrasi smartwatch dengan fitur kesehatan yang canggih. (Freepik/rawpixel.com)

Bayangkan jika setiap langkah, detak jantung, dan bahkan gen kita bisa diceritakan melalui gadget kecil di pergelangan tangan kita atau melalui tes yang kita lakukan di rumah. Teknologi saat ini menyerupai sebuah benda mistik yang mampu mengungkap aspek tersembunyi dari diri kita yang mungkin tidak kita sadari. Namun demikian, pertanyaan yang muncul adalah apakah kita harus secara konsisten menaruh kepercayaan pada informasi yang diberikan teknologi ini kepada kita mengenai diri kita sendiri.

Mari kita mulai dengan anekdot sederhana. Seseorang memiliki jam tangan dengan kecerdasan superior yang menghitung jumlah langkah yang diambil setiap hari. Suatu hari, jam tangan Anda menunjukkan bahwa Anda hanya bergerak sedikit, padahal Anda merasa cukup aktif. Hal ini mungkin terjadi karena jam tangan Anda tidak menghitung aktivitas Anda dengan benar, atau mungkin Anda kurang bergerak tanpa menyadarinya. Di sini, teknologi memberi kita gambaran, namun tidak selalu memberikan gambaran lengkap.

Sekarang, bayangkan Anda menggunakan aplikasi atau perangkat yang dapat memberi tahu Anda tentang kesehatan Anda hanya dari DNA atau aktivitas otak Anda. Kedengarannya keren, bukan? Namun, apa jadinya jika data yang disajikan salah atau menipu? Misalnya, pemeriksaan genetik menyatakan bahwa Anda memiliki kemungkinan lebih besar terkena penyakit tertentu. Informasi ini bisa membuat Anda khawatir, padahal risikonya mungkin tidak terlalu besar.

Kita harus mempertimbangkan dengan cermat tindakan yang harus diambil mengingat banyaknya informasi yang bisa diakses. Penting untuk diingat bahwa meskipun teknologi memiliki sifat-sifat yang luar biasa, teknologi ini bukannya tanpa kelemahan. Kita harus bersikap kritis dan tidak langsung menelan apa yang dikatakan alat atau aplikasi tersebut. Kedua, jangan biarkan teknologi mengambil alih peran kita dalam memahami diri sendiri. Alat-alat teknologi dapat memberikan wawasan, namun tidak dapat menggantikan pengalaman hidup dan introspeksi pribadi kita.

***

Kita sering terpesona oleh kemampuan teknologi untuk memberi tahu kita tentang diri kita. Dari aplikasi yang memantau tidur hingga tes genetik yang menjanjikan wawasan tentang asal usul kita, sepertinya tidak ada batasan untuk apa yang bisa kita pelajari. Namun, kita harus memperhitungkan aspek lain dari kemajuan teknologi ini.

Misalnya saja Andi, seorang pria yang memutuskan menggunakan aplikasi meditasi untuk mengurangi stres. Aplikasi ini menggunakan data dari sensor di ponsel untuk menyarankan teknik relaksasi berdasarkan tingkat stres yang terdeteksi. Awalnya Andi merasa terbantu karena aplikasi memberikan feedback secara langsung. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa bergantung pada aplikasi untuk menentukan apakah ia merasa stres atau tidak, hingga kehilangan kemampuan mengenali tanda-tanda stres di tubuhnya sendiri tanpa bantuan teknologi.

Contoh lainnya adalah Budi yang melakukan tes genetik DTC (direct-to-consumer) dan mendapatkan hasil yang mengejutkan mengenai risiko kesehatan tertentu. Budi mulai mengubah gaya hidupnya berdasarkan hasil tes tersebut, tanpa berkonsultasi dengan ahli kesehatan. Beberapa bulan kemudian, dia menemukan bahwa tes tersebut mungkin memiliki tingkat kesalahan, dan perubahan yang dia lakukan mungkin tidak diperlukan atau bahkan berisiko.

Kedua narasi ini menunjukkan bagaimana teknologi dapat memengaruhi pemahaman kita tentang diri kita sendiri dan pilihan yang kita ambil. Hal ini menyoroti pentingnya menggunakan teknologi sebagai sebuah mekanisme, bukan sebagai penentu utama identitas atau persyaratan kita. Penting untuk diingat bahwa teknologi adalah ciptaan umat manusia, yang memiliki batasan dan kecenderungannya sendiri.

Selain itu, pemanfaatan teknologi pembuatan profil algoritmik, seperti yang digunakan oleh perusahaan media sosial atau inisiatif promosi berbasis internet, memiliki kemampuan untuk memengaruhi pemahaman kita tentang diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Jika kita gagal menerapkan kehati-hatian, kita mungkin akan terjebak dalam gelembung informasi yang memperkuat keyakinan dan prasangka kita, membatasi paparan kita terhadap beragam perspektif dan pengalaman. Hal ini tidak hanya membatasi pemahaman kita tentang diri kita sendiri tetapi juga tentang dunia di sekitar kita.

Dalam menggunakan teknologi untuk pemahaman diri, keseimbangan adalah kuncinya. Kita perlu menggabungkan informasi yang disediakan teknologi dengan pengalaman hidup, intuisi, dan nalar kita sendiri. Teknologi memiliki kemampuan untuk menawarkan wawasan baru dan memfasilitasi transformasi yang bermanfaat. Namun demikian, hal ini tidak boleh menggantikan kearifan kita atau melemahkan kemampuan kita untuk merenungkan dan memperoleh pengetahuan dari pengalaman langsung.

Kita juga harus secara aktif mengupayakan transparansi terhadap teknologi yang kita gunakan, memahami bagaimana dan mengapa teknologi tersebut menghasilkan rekomendasi atau hasil tertentu. Melakukan pembelajaran mandiri mengenai kemampuan dan keterbatasan teknologi, selain berkonsultasi dengan praktisi atau spesialis layanan kesehatan bila dianggap perlu, merupakan langkah signifikan untuk menjamin pemanfaatan teknologi dengan cara yang memfasilitasi kesadaran diri yang mendalam dan meningkat.

Meskipun teknologi dapat membuka jendela baru untuk pemahaman diri, jangan lupa untuk membuka pintu dan keluar, mengalami dunia, dan belajar dari interaksi manusia yang kaya dan kompleks. Pada pertemuan dunia internal kita dan dunia eksternal yang luas dan beragam adalah lokasi yang tepat dimana hakikat sejati dari pemahaman diri dan pengembangan pribadi dapat ditemukan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image