Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rejeki WD

Kenapa Minuman Berpemanis Layak Kena Cukai?

Bisnis | Thursday, 01 Feb 2024, 17:21 WIB

Penyakit kencing manis atau diabetes melitus bukan sebatas sebagai problem kesehatan semata, tetapi juga dapat menjadi beban ekonomi masyarakat. Merujuk data dari Center for Health Economics and Policy Studies, Universitas Indonesia, biaya untuk mengatasi diabetes tanpa komplikasi yakni sebesar Rp 5,4 juta per orang dalam setahun (perempuan) dan Rp 5,7 juta per orang dalam setahun (laki-laki). Adapun untuk penderita diabetes yang disertai komplikasi, biayanya sekitar Rp 11 juta per orang dalam setahun (perempuan) dan Rp 14 juta per orang dalam setahun (laki-laki).

Minuman berpemnis. Foto oleh Fred R. Conrad/The New York Times.

Berdasarkan kajian Resyidah (2020), perkiraan kerugian ekonomi akibat diabetes melitus berkisar dari US$ 171,3 hingga US$ 9.686,6 per pasien per tahun atau Rp 2.436.836,71 hingga Rp 137.797.212,63. Biaya langsung berkisar dari US$ 56,0 hingga US$ 3.204,38 per pasien per tahun atau Rp 796.630,8 hingga Rp 45.584.067,91. Sedangkan biaya tidak langsung berkisar dari US$ 36,18 hingga US$ 7.797,7 per pasien per tahun atau Rp 289.347,69 hingga Rp 110.926.571,23. Biaya langsung tertinggi, menurut kajian Resyidah, berasal pada biaya rawat inap, diikuti oleh biaya obat. Adapun biaya tidak langsung berkaitan dengan kehilangan produktivitas karena, misalnya, tidak masuk kerja, pensiun dini, hingga kematian.

Mengingat beban ekonomi yang ditimbulkannya cukup besar, pencegahan dan pengendalian diabetes melitus sangat penting dilakukan di negara kita, yang notabene saat ini menjadi negara dengan kasus diabetes terbanyak kelima di seluruh dunia. Sudah barang tentu, kita tidak ingin jumlah pengidap diabetes di negara kita makin meningkat. Maka, pengendalian terhadap minuman manis dalam kemasan perlu sekali dilakukan. Salah satunya lewat pengenaan cukai. Di sejumlah negara, pengenaan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan sudah sejak lama dilakukan. Sejauh ini, ada sekitar 40-an negara yang telah memberlakukan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan.

Seperti kita ketahui, minuman berpemanis dalam kemasan merupakan produk minuman yang mudah kita jumpai dewasa ini. Minuman ini mencakup semua jenis minuman yang diberi pemanis, baik yang alami maupun buatan, baik yang cair maupun bubuk, seperti kopi, susu, jus instan, dan lain sebagainya. Selain praktis, minuman berpemanis dalam kemasan ini juga umumnya memiliki harga yang relatif terjangkau. Sayangnya, kandungan gula dalam minuman ini cukup tinggi. Bahkan, ada yang hingga melebihi asupan gula harian yang direkomendasikan.

Berdasarkan standar medis, batasan aman konsumsi gula untuk orang dewasa adalah maksimal 25-36 gram per hari. Adapun untuk anak dalam masa MPASI sebesar 5 persen dari total kalori harian, dan anak yang lebih besar yaitu 25 gram per hari. Padahal, sebagian besar minuman berpemanis dalam kemasan yang beredar di pasaran untuk anak-anak memiliki kandungan gula lebih dari 25 gram.

Konsumsi gula berlebih tentu saja tidak baik bagi kesehatan. Dan salah satu risiko kesehatan dari konsumsi gula berlebih yaitu terjadinya gangguan metabolisme tubuh yang dapat berbuntut pada munculnya penyakit diabetes, khususnya diabetes tipe 2, yang kerap dijuluki sebagai silent killer.

Mengingat dampaknya yang buruk bagi kesehatan kita, minuman berpemanis dalam kemasan memang layak dikenai cukai. Hal ini sejalan dengan apa yang tercantum pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Disebutkan bahwa barang-barang tertentu yang yang mempunyai sifat atau karakteristik: (1) konsumsinya perlu dikendalikan; (2) peredarannya perlu diawasi; (3) pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat maupun lingkungan hidup; atau (4) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.

Pengenaan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan diyakini sebagai intervensi yang efektif untuk mengurangi konsumsi masyarakat atas jenis minuman ini sehingga dapat mencegah gangguan metabolisme, seperti obesitas, dan penyakit diabetes tipe 2.

Kajian yang dilakukan LM Powell et al (2013) menunjukkan pengenaan cukai sebesar 20 persen atas minuman berpemanis dalam kemasan dapat mendorong pengurangan konsumsi sekitar 20 persen, sehingga mencegah obesitas dan diabetes cukup signifikan.

Kendati memiliki nilai potensi pendapatan bagi negara, perlu dicatat bahwa tujuan pokok pengenaan cukai pada minuman berpemanis ini adalah untuk mengendalikan penyakit diabetes di masyarakat kita serta mendorong agar masyarakat mempraktikkan gaya hidup yang lebih sehat. Oleh sebab itu, sebagian besar pendapatan dari cukai tersebut tentu saja perlu disalurkan untuk keperluan program-program peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Bagaimanapun, jika masyarakat semakin sehat dan semakin sejahtera, maka mereka akan semakin produktif. Ini pada gilirannya akan berkontribusi bagi meningkatnya perekonomian masyarakat itu sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image