Hak-Hak Muslim terhadap Muslim Lainnya
Agama | 2024-01-30 20:48:01Hak-hak Muslim terhadap Muslim Lainnya
Sebuah sunnatullah, manusia dalam kehidupan saling terkoneksi dengan manusia lainnya. Koneksi ini didasarkan pada ikatan tertentu yang terbentuk dari pola aktivitas mereka. Apakah karena ikatan kekeluargaan, kebangsaan, manfaat, atau yang lainnya. Namun bagi seorang muslim ikatan yang paling kuat adalah yang datang dari ketetapan Allah Ta’ala, yakni ikatan aqidah. Ikatan aqidah melahirkan hubungan yang terus-menerus berupa pemenuhan hak-hak oleh sesama muslim. Hak-hak ini disebutkan dalam banyak dalil baik Al-Qur’an maupun hadits. Salah satunya adalah dari hadits yang dituturkan Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian saling mendengki, saling menipu dalam jual beli (an-najasy), saling membenci, saling membelakangi (menjauhi), dan jangan pula seseorang dari kalian menjual di atas penjualan saudaranya, serta jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, maka tidak boleh ia menzhaliminya, menelantarkannya, mendustakannya, dan menghinakannya. Takwa itu letaknya di sini, sambil mengisyaratkan ke dadanya tiga kali. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia merendahkan saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim adalah haram bagi Muslim lainnya (yaitu): darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim).
Hadit tersebut menggambarkan bahwa hubungan muslim dengan muslim lainnya sebagai ikhwah. Padahal secara makna bahasa, ikhwah adalah saudara yang memiliki hubungan nasab. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan kata ikhwah untuk menyebut hubungan sesama muslim, sebagaimana Allah Ta’ala juga menamai hubungan antara orang-orang beriman dengan sebutan ikhwah di dalam surat al-Hujurat ayat 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara ” Artinya hubungan yang terikat karena aqidah adalah hubungan yang sangat kuat seperti ikatan karena nasab, bahkan lebih kuat daripada itu.
Kuatnya hubungan persaudaraan sesama muslim akan tampak dari realisasi hak-hak yang terdapat di dalam hadits ini. Ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar seorang muslim demi menjaha hubungannya dengan muslim yang lain. Pertama, tidak boleh hasad dan iri. Hasad dan iri adalah kemaksiatan yang melahirkan bermacam keburukan yang lain. Hasad adalah berangan-angan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain. Pelaku hasad berharap Allah mencabut nikmat orang atau nikmat itu dipindahkan kepada dirinya sementara orang lain tidak usah mendapatkan nikmat apapun. Pemikiran hasad seperti ini memungkinkan pelaku hasad melakukan cara-cara yang haram demi memuaskan keinginannya itu. Oleh sebab itu kita meminta perlindungan kepada Allah dari orang-orang yang hasad misalnya dengan membaca surah al-Falaq dalam dzikir-dzikir kita.
Hasad bukanlah sifat orang beriman. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa sempurnya keimanan seseorang apabila ia mampu mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra. khadim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Karenanya, sifat orang beriman adalah senang melihat saudaranya senang dan sedih melihat saudaranya sedih, bukan sebaliknya.
Hasad berbeda dari ghibtoh. Ghibtoh adalah berangan-angan mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang darinya. Ghibtoh tidak dilarang. Seorang muslim boleh saja memiliki ghibtoh terhadap saudaranya, namun tidak dengan hasad karena hasad adalah akhlak yang dicela di dalam Islam. Sesungguhnya hasad adalah bentuk protes seseorang kepada sang Khaliq, sebab nikmat orang lain yang dia inginkan untuk hilang adalah berasal dari Allah Ta’ala. Jika dia tidak suka kepada nikmat tersebut berada pada orang lain, sama saja dia juga protes kepada Allah yang telah memberikannya.
Selain hasad, hal lain yang terlarang ada dalam hubungan sesama muslim adalah jual beli najasy. Najasy adalah jual beli yang disertai rekayasa permintaan. Misalnya ada seseorang yang menjual suatu produk. Dia meminta tolong kepada beberapa temannya untuk seolah-olah membeli produknya tersebut supaya orang lain mengira bahwa barangnya bernilai tinggi padahal tidak demikian. Akhirnya orang yang membeli merasa tertipu. Jual beli semacam ini dilarang karena mengandung unsur penipuan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban).
Larangan selanjutnya janganlah saling membenci satu sama lain. Satu-satunya kebencian yang dibolehkan adalah benci karena Allah, yaitu turut membenci apa saja yang Allah benci. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yanga memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, berarti telah sempurna imannya” (HR. at-Tirmidzi). Adapun hal-hal yang Allah benci dapat kita lihat di dalam al-Qur’an dan hadits. Contohnya Allah membenci orang yang suka menentang perintah Allah. “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang suka menentang (mendebat) perintah Allah” (Mutafaq ‘alaih). Allah juga membenci orang Yahudi sehingga kita juga wajib membenci mereka sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Hadits Jabir bin Abdillah diriwayatkan Ahmad bahwa Abdullah bin Rawahah, ia berkata kepada Yahudi Khaibar: “Wahai kaum Yahudi! Kalian adalah makhluk Allah yang paling aku benci. Kalian telah membunuh para Nabi dan telah mendustakan Allah. Tapi kebencianku kepada kalian tidak akan mendorongku untuk berlaku sewenang-wenang kepada kalian.”
Namun, kaum muslimin dilarang saling membenci karena urusan-urusan duniawi karena hal ini justru akan membuat retaknya hubungan. Misalnya saling benci karena maslaah harta dan kehormatan. Sebab, pada dasarnya hubungan sesama muslim adalah hubungan mahabbah (hubungan karena cinta).
Umat Islam juga dilarang untuk saling membelakangi atau memutus hubungan (individualis). Sayangnya sikap individualis sering tampak dalam kehidupan masyarakat hari ini terutama di wilayah perkotaan seperti tidak mau memberi pertolongan kepada sesama muslim dan merasa bahwa hidupnya hanya untuk dirinya sendiri.
Islam juga mengatur bahwa apabila sesama muslim terjadi konflik maka tidak boleh memutus hubungan lebih dari tiga hari. Dalam perihal muamalah seperti jual beli, Islam juga melarang seorang muslim membeli apa yang telah ditawar oleh saudaranya. Seorang muslim juga tidak boleh mendzolimi seorang muslim yang lain dalam hal darah; harta; dan kehormatan. Tidak boleh menipu; dan tidak boleh menyebar aib prang lain. Ini semua dilarang sebab akan melahirkan kemashlahatan yakni persatuan sesama muslim. Bayangkan, jika semua muslim mengamalkannya maka dapat dipastikan kehidupan sesama muslim akan damai dan persaudaraan, ikhwah akan terwujud. Allahu a’lam bishshawab.
Rerefensi: Kajian majlis hadits Arbain oleh Ustadz Kusnady ar-Razi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.