Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naufal Al R

Media Sosial: Ruang Gema Misinformasi

Teknologi | Wednesday, 24 Jan 2024, 17:55 WIB

Kita sepakat bahwa saat ini media sosial memiliki ruang tersendiri sebagai wadah interaksi. Namun pesatnya penyebaran informasi menjadikan media sosial sebagai pedang bermata dua.

Ilustration by : Pixabay via Pexels

Media sosial memang menghubungkan kita dengan orang-orang dari belahan dunia lain, akan tetapi di balik manfaat positifnya, media sosial juga menjadi tempat berkembang biaknya misinformasi yang sulit terkendali.

Misinformasi merujuk pada penyajian informasi yang tidak akurat tanpa ada niat untuk menyesatkan. Dalam konteks ini, biasanya sumber informasi dan orang yang menyebarkannya tidak menyadari bahwa informasi yang disampaikannya keliru.

Viralitas: Cara Kebohongan Menyebar Seperti Api

Salah satu alasan utama di balik meluasnya misinformasi di media sosial terletak pada sifat konten viral yang menular. Kita semua tau bahwa tidak ada parameter baku yang menyebutkan konten viral semuanya benar karena tidak sedikit konten yang viral bermuatan kontroversial.

Nahasnya, bila konten yang viral tidak mampu diverifikasi dan menjadi sebab tersebarnya misinformasi. Hal itu akan menjadi pekerjaan rumah yang sukar diselesaikan. Apalagi dengan adanya bias informasi yang terdapat di media sosial yang pada akhirnya membuat penggunanya sukar untuk mengidentifikasi konten yang terverifikasi.

Sialnya, informasi palsu atau menyesatkan yang barangkali disebarkan secara tidak sengaja itu mendapatkan daya tarik karena memiliki jumlah suka dan retweet yang banyak sehingga menciptakan ilusi kredibilitas.

Masih ingat kasus penyebaran berita bohong mengenai Ratna Sarumpaet pada tahun 2018?

Kasus yang bermula pada postingan di media sosial Facebook itu berhasil menarik perhatian publik dan bergema di pelbagai platform media sosial lainnya, alhasil informasi itu kadung menyebar ke berbagai pihak tanpa adanya upaya verifikasi terlebih dahulu.

Algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan konten dengan engagement tinggi secara tidak langsung turut berkontribusi pada penyebaran informasi yang tidak terkendali, sehingga menciptakan lingkungan di mana sensasionalisme mengalahkan tingkat akurasi.

Ruang Gema, Bias Informasi, dan Misinformasi

Konten yang beredar pada setiap akun media sosial dipengaruhi algoritma yang dipersonalisasi sehingga ketika suatu informasi yang anda yakini terlanjur tertanam ke dalam alam bawah sadar tanpa adanya upaya diversifikasi informasi, maka bukan tidak mungkin anda lebih rentan termakan dan turut andil dalam menyebarkan misinformasi.

Bias informasi yang terjadi menjadikan setiap pengguna terisolasi dan enggan menerima prespektif yang berbeda. Hal ini yang penting untuk diperhatikan.

Anonimitas Media Sosial

Faktor lainnya yang menjadikan misinformasi dapat dengan cepat merayapi beranda setiap pengguna ialah karena pengguna media sosial dapat berlindung di balik anonimitas.

Sebab, tidak ada aturan baku yang mengatur dan mewajibkan setiap akun menggunakan identitas asli.

Hal itu yang kemudian menjadi alasan mendasar setiap pengguna merasa bebas mengunggah apapun karena tau dirinya tampil sebagai anonim.

Deepfakes: Sebuah Tantangan Teknologi Dalam Melawan Misinformasi

Kemajuan teknologi telah memunculkan deepfake, manipulasi canggih terhadap konten audio dan video yang mengaburkan batas antara kenyataan dan fabrikasi.

Media sosial sebagai media populer menjadi sebuah platform potensial yang bisa digunakan orang tidak bertanggungjawab untuk memanipulasi.

Apalagi dengan adanya tren penggunaan Kecerdasan Artifisial, menjadikan pengguna media sosial harus lebih jeli dalam menerima dan membedakan mana yang asli dan mana yang hasil rekayasa.

Seperti halnya yang baru saja terjadi, yaitu tersebarnya audio rekaman yang diasosiakan sebagai percakapan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dengan kandidat Calon Presiden Koalisi Perubahan Anies Baswedan yang ternyata merupakan hasil rekayasa AI.

Memang dalam kasus ini, nuansa AI sangat kentara karena audio yang dihasilkan masih terdengar seperti robot. Tapi apa jadinya bila teknologi semakin maju dan fitur deepfake (AI) mencapai batas potensi maksimalnya?

Tentu saja itu akan menjadi tantangan bagi semua orang untuk cepat beradptasi agar bisa membedakan antara fakta dan hoaks.

Misinformasi, Disinformasi dan Konsekuensi di Dunia Nyata

Adanya penyebaran berita bohong secara sengaja (disinformasi) dan secara tidak sengaja (misinformasi) turut menghadirkan konsekuensi di dunia nyata.

Sebab, informasi keliru dapat menjadi peluru tak terkendali yang dapat menghancurkan kerukunan antarmasyarakat. Hal itu karena Informasi yang keliru dapat menimbulkan perselisihan, mengikis kepercayaan terhadap institusi, dan bahkan menimbulkan kegaduhan di ruang publik.

Literasi Digital Sebagai Kunci Menghadapi Misinformasi

Ketika media sosial terus memainkan peran integral dalam kehidupan, tanggung jawab untuk memerangi misinformasi meluas ke penggunanya. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan memupuk literasi digital merupakan langkah penting dalam upaya menavigasi lanskap informasi yang kompleks.

Dengan mempertanyakan sumber, memverifikasi kebenaean informasi, dan menjadi pengguna yang cerdas, setiap individu dapat berkontribusi pada upaya kolektif untuk meminimalisasi misinformasi.

Sehingga budaya "share dulu baca kemudian" akan benar-benar tercabut dari kebiasaan bermedia sosial.

Baca artikel penulis lainnya:

Artificial Intelligence: Diantara Harapan dan Dilema Masa Depan

Paradoks Media Sosial: Ketika Teknologi Menciptakan Jarak di Tengah Konektivitas

Buzzer dan Media Sosial: Antara Kebebasan dan Manipulasi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image