Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naufal Al R

Artificial Intelligence: Diantara Harapan dan Dilema Masa Depan

Lomba | Tuesday, 29 Aug 2023, 09:38 WIB

Perbincangan mengenai AI belakangan ini semakin hangat. Banyak yang menyambutnya dengan rasa optimis, namun tidak sedikit juga yang penuh dengan kekhawatiran. Padahal dalam kegiatan sehari-hari, tanpa sadar kita sudah melibatkan AI.

Ilustrasi Robot AI: Jason Leung via Unsplash

Gak percaya? Coba inget-inget deh.

Kalian pernah tidak menggunakan fitur Virtual Assistant Google dengan cara mengucapkan perintah ‘Ok Google’ atau dalam perangkat lain, terdapat fitur serupa bernama ‘Siri’? Fitur ini dirancang menggunakan AI dengan tujuan memudahkan penggunanya untuk mencari sesuatu, memberikan respons ataupun juga mengatur personalisasi pada perangkat melalui perintah suara.

Artificial Intelligence

Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu mengenal dulu, apa sih AI itu? Artificial Intelligence atau dalam istilah Indonesia disebut sebagai Kecerdasan Artifisial (Buatan), merupakan salah satu teknologi yang cukup menjanjikan berkat potensi yang dimilikinya.

Secara sederhana, AI adalah suatu mesin yang dikembangkan melalui komputasi khusus (Machine Learning) dengan menggunakan dataset yang kompleks. Sehingga kemudian dapat digunakan untuk memberikan respons tertentu dan menyelesaikan tugas yang biasanya dikerjakan oleh manusia.

Melihat potensi luar biasanya, lantas apa yang membuat kita dilema akan keberadaannya?

Khawatir Keberadaan AI

Segudang manfaat yang ditawarkan oleh AI ternyata membuat sejumlah orang ketar-ketir. Tentu ini berkaitan dengan beberapa bidang pekerjaan yang sangat mungkin diambil alih oleh mesin.

Seperti baru-baru ini dilakukan oleh media pemberitaan China, People's Daily yang menjadikan Ren Xiaorong (Robot AI) sebagai salah satu penyiar berita digital berbasis AI. Melihat fakta tersebut, saya jadi berandai-andai, bahwa bisa jadi jika robot tersebut diproduksi secara massal, ataupun diadopsi oleh perusahaan media di berbagai negara, bukan tidak mungkin profesi news anchor akan diisi oleh para robot.

Hal yang sama juga bisa saja terjadi pada profesi akuntan, customer service, bahkan content writer sekalipun masuk radar profesi yang bisa dikerjakan oleh perangkat AI. Mengapa demikian? Konon bidang pekerjaan yang dalam praktiknya dikerjakan secara repetitif ataupun juga rutin, dan memerlukan pemrosesan data dalam jumlah yang besar, akan menjadi bidang pekerjaan yang paling terdampak atas keberadaan AI.

Lantas bagaimana cara memitigasi keberadaan AI?

Mitigasi Keberadaan AI

Hadirnya AI saat ini adalah bagian dari inisiasi manusia. Manusia mampu menerjemahkan gagasan dan kompetensinya ke dalam bentuk produk yang konkret. Itu artinya, sebenarnya kegiatan adaptasi sangat mungkin dilakukan, karena manusialah yang diberi kecerdasan sesungguhnya, dan kita masih memiliki waktu untuk mempelajari dan menyiapkan diri.

Hanya saja, kita perlu lebih aware dan lebih siap menghadapi transformasi tersebut. Setiap individu perlu melakukan upskilling, meningkatkan kompetensi, mempelajari hal-hal baru yang relevan. Sehingga ketika kemajuan AI datang lebih cepat dari yang diperkirakan, kita sudah siap untuk beradaptasi.

Kekhawatiran yang sama pernah dialami oleh guru matematika, ketika kalkulator pertama kali muncul di ruang kelas (1975) dan membawa isu bahwa hal tersebut akan menyaingi pekerjaan guru.

Namun apa yang terjadi?

Saat ini antara manusia, kalkulator maupun guru, mengisi perannya masing-masing, dan ketakutan yang semula ada, menguap seiring dengan kepercayaan diri dan adaptasi yang dilakukan.

Transformasi digital menuju kecerdasan artifisial butuh upaya kolektif, antara masyarakat dan pemerintah sebagai regulator.

Lalu, apa pandangan pemerintah dan upayanya dalam isu AI ini? Apakah pemerintah diam saja?

Upaya Pemerintah Dalam Menyambut Teknologi AI

Sebetulnya pada 2020 lalu, pemerintah melalui BRIN-BPPT telah membuat sebuah Strategi Nasional AI, yang melibatkan sejumlah institusi, akademisi dan juga komunitas masyarakat. Strategi tersebut memuat pengembangan skema sertifikasi kompetensi, bagaimana me-manage talenta-talenta di Indonesia, pengembangan ekosistem pembelajaran yang terintegrasi AI, dan juga inovasi.

Meski demikian hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, karena biar bagaimanapun, kejelasan terkait regulasi, sertifikasi, dan juga pengembangan ekosistem antara pendidikan dan dunia kerja mesti link and match di masa kecerdasan artifisial nanti.

AI: Diantara Harapan dan Dilema Masa Depan

Setiap inovasi terdapat konsekuensi. Suka atau tidak, manusia perlu beradaptasi. Dilema dan khawatir, tentu memuat alasan. Namun perlu optimis, hal itu tidak memupus harapan di masa depan.

Antara manfaat dan risiko penggunaan AI seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. AI sebagai ancaman atau tantangan, merupakan persoalan pemilihan cara pandang. Karena sejatinya yang diperlukan adalah melakukan pengembangan diri dan adaptasi.

Selain itu, pemerintah juga mesti menjamin transformasi digital menuju kecerdasan artifisial dapat berjalan dengan mulus. Regulasi, lisensi dan sertifikasi pengembangan talenta penting sebagai penunjang proses adaptasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image