Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Risna Afrianis

17 Tahun Aksi Kamisan Mencari Keadilan

Politik | Monday, 22 Jan 2024, 15:14 WIB

Aksi Kamisan selalu dianggap sebagai ‘arwah gentanyangan’ yang muncul setiap menjelang pemilu khususnya diarahkan untuk menyerang Prabowo Subianto yang saat ini juga mencalonkan diri kembali dan berpasangan dengan Gibran Rakabuming yang tak lain adalah putra sulung Joko Widodo. Tentu tidak perlu dipertanyakan mengapa isu ini tak kunjung reda,karena para korban pun sampai saat ini belum mendapatkan jalan tengahnya. Aksi Kamisan dianggap sebagai aksi simbolik dalam kenafian political will dari para elit politik untuk menyelesaikan permasalahan ini, menuntaskan tujuan para korban dan keluarga korban dalam mendapatkan keadilan. (Putra,2016 : 12-17)

Aksi ini bermula dari demo dari para korban atas peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Tragedi Penghilangan Paksa 1997-1998,Tragedi Semanggi I & II (13 Nov 1998 - 24 Sept 1999),Tragedi Trisakti (12 Mei 1998),Kasus Pembunuhan Munir (7 Sep 2004),dll. Dengan menggunakan atribut kedukaan seperti pakaian serba hitam yang melambangkan kesedihan dan keteguhan juga payung yang bermakna hukum seharusnya dapat melindungi para korban dan mengadili tersangka seadil-adilnya. Aksi pertama kali dilakukan pada tanggal 18 Januari 2007.

Selama pemerintahan SBY tidak ada perkembangan yang berarti. Dari 339 surat yang dikirmkan ke istana hanya 2 surat yang dibalas dengan berisikan janji bahwa permasalahan ini akan diselesaikan. Namun fakta justru menunjukkan adanya stagnasi dalam penanganannya. Memang ada pembentukan tim untuk mengusut kasus namun sampai saat ini juga belum dapat mengungkap misteri tersebut. Kemudian pada tanggal 26 maret 2008,SBY peserta aksi Kamisan yang didampingi oleh KontraS diizinkan untuk bertemu dengan SBY.

Dalam pertemuan tersebut SBY menjanjikan akan menggelar rapat kabinet khusus dan meminta Sudi Silalahi yang saat itu menjabat sebagai sekrataris kabinet untuk mengecek ke Kejaksaan Agung mengenai hilangnya berkas kekerasan dan pelanggaran HAM disana. Pemerintahan selanjutnya yakni Joko Widodo tidak ada perubahan yang berarti. Meski penanganan kasus tersebut tercantum dalam janji kampanye pasangan tersebut. Namun nyatanya tidak ada perubahan yang signifikan.

Dengan cara penyelesaian yang hampir sama yakni dengan pembentukan tim pengungkapan yang bernama Tim Komite Kebenaran Penyelesaian Masalah HAM Masa Lalu. Terakhir,melalui mekanisme non-yudisial yakni R-Perpres UKP-PPHB yang diusulkan oleh menkopolhukam,Mahfud MD. Lalu ada pembentukan Perpres No.53 Th. 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang dibuat undang-undang pada tanggal 8 Juni 2021.

Tujuh belas tahun mencari keadilan,sampai saat ini aksi tersebut sudah tersebar di 54 kabupaten/kota yang menyuarakan hal yang sama yakni kemerdekaan Hak Asasi Manusia. Tujuan dari aksi ini selain untuk menuntut keadilan hukuman bagi si pelaku juga mencari letak keberadaan para korban. Tak muluk-muluk,jika memang sudah meninggal dikuburkan dimana dan jika masih hidup/dipenjarakan dimana lokasinya. Intinya pihak keluarga ingin tau letak para korban untuk setidaknya bisa melihat keadaannya untuk terakhir kali.

Alasan mengapa aksi ini selalu dikaitkan dengan Prabowo Subianto adalah tidak lain karena pada masa itu ia menjabat sebagai Danjen Kopassus yang dianggap bertanggung jawab terhadap kasus penculikan ini. Ia pun tidak pernah secara lantang mengklaim apakah iya atau tidak terlibat dalam kasus ini. Selama korban belum mendapatkan keadilan maka kasus ini dianggap masih berlangsung. Ini kasus berat. Pembungkaman berpendapat yang terjadi berulang kali dalam periode beberapa tahun. Sehingga tentu kita sebagai masyarakat berhak merasa was-was jika seandainya ia terpilih menjadi pemenang pilpres 2024.

Jika kasus selama belasan tahun silam saja tak kunjung beres,pasti ada titah tertentu yang tidak bisa dibantah oleh para aparat penegak hukum. Sehingga sampai saat in tidak pernah ada penetapan siapa tersangka dan bagaimana putusan hukumannya. Masa kelam itu bisa saja terjadi kembali,dan itu adalah mimpi buruk bagi kita. Masa orde baru kembali.

Semoga kita sebagai masyarakat bisa memilih dengan logis pemimpin selanjutnya bagi negeri ini. Cerdas dalam memilah informasi terlebih yang saat in berseliweran di sosial media. Jangan hanya menerima framing yang ada. Tapi juga harus jeli dalam mengecek fakta sesungguhnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image