Seberapa Efektif Putusan Pemindahan Ibu Kota?
Politik | 2024-01-22 14:35:31Pemindahan ibukota ke Kalimantan akhir-akhir ini menuai banyak kontroversi. Pasalnya dana pembangunannya dikabarkan sebagiannya mengandalkan utang luar negeri yang nantinya akan menyengsarakan rakyat. Selain itu pemindahan tersebut dinilai tidak efisien karena tujuan IKN sendiri dibangun sebagai pusat administrasi dan pemerintahan Indonesia. Yang artinya gedung-gedung pemerintahan yang sudah ada di DKI Jakarta dikhawatirkan akan terbengkalai sia-sia. Biaya yang digunakan juga tidak sedikit, dilansir dari laman DPR RI,hingga tahun 2024 biaya yang digelontorkan sebesar 75,4 T artinya 20% biayanya diambil dari APBN.
Pro kontra mewarnai perencanaan ini,bagi sebagian orang ini dianggap sebagai salah satu trik dalam pemerataan ekonomi. Sehingga tidak hanya terpusat di Ibukota dan masyarakat Indonesia lainnya bisa lebih sejahtera. Sedangkan pihak yang kontra menganggap belum terlalu urgent untuk melakukan hal ini,dan projek besar ini rawan dikantongi uang-uang negaranya jika tida diawasi dengan baik. Selain itu pemindahan ini dianggap bukan memperbaiki keadaan DKI Jakarta tapi justru meninggalkan dan memindahkannya. Ini bukanlah keputusan yang solutif.
Mari kita cek faktanya. Rencana pembangunan IKN sudah diumumkan Presiden Joko Widodo pada pertengahan 2019 silam dan tercantum dalam RPJMN 2020-2024 dengan rencana pendanaan sebesar 466 T. Ibukota baru ini diharapkan menjadi Kota 10 Menit. Akhirnya memiliki aksesibilitas tinggi dan ramah akan alam. IKN terletak di di dua kabupaten yakni Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Pemindahan ibukota tersebut menambah beban pelik Indonesia dimana hutan lindung yang tersisa hanya 5% dan hutan produksi hanya 16,8 ribu hektare.
Padahal, jika IKN mau menerapkan forest City maka 75% wilayahnay berupa tutupan hutan alam artinya dibuthkan 165 ribu hektare lagi untuk melakukan reforestasi namun hingga saat ini belum adanya kepastian terkait hal tersebut. Lebih lanjut lagi dalam perencanaannya sebesar 72% lahan akan dibuat sebagai kawasan budidaya (hutan produksi 32% dan perkebunan 23%) dan sisanya kawasan lindung. Penataan ruang yang kurang tepat tentu akan mendorong bencana berbasis ekologi.
IKN bukanlah lahan kosong,51% lahannya sudah dikuasai oleh korporasi. Hanya sekitar 29 hektare saja yang bebas izin untuk pemukiman,perkantoran,kesehatan, pendidikan,dll. Sampai sekarang belum ada penjelasan utuh terkait dengan status penguasaan hutan dan lahan di IKN oleh sector privat ke depannya seperti apa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.