Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Manajemen Tanggap Bencana di tengah Perubahan Iklim

Gaya Hidup | Wednesday, 17 Jan 2024, 11:36 WIB
Perubahan iklim ikut memicu banjir perkotaan. Foto: dokumentasi pribadi.

Salah satu dampak langsung dari adanya perubahan iklim adalah Bumi yang yang kita huni menjadi semakin panas selama 150 tahun terakhir ini.

Bersamaan dengan makin memanasnya Bumi, permukaan laut meningkat, zona klimatik mengalami pergeseran serta laut menjadi semakin asam, sementara tingkat curah hujan meninggi di sejumlah kawasan yang menyebabkan intensitas hujan semakin tinggi di beberapa belahan dunia. Tentu saja, semua ini membawa dampak yang luas secara ekonomi maupun secara sosial, baik pada tataran regional maupun pada tataran global.

Di Indonesia, misalnya, perubahan iklim telah terasa secara nyata dengan kemunculan kemarau yang sangat panjang atau meningkatnya curah hujan di luar siklus normal yang menyebabkan terganggunya pola tanam para petani kita maupun menyebabkan makin seringnya terjadi bencana berupa kekeringan, banjir maupun longsor.

Faktanya, memang semakin banyak saja daerah di negara kita yang saat ini termasuk ke dalam kategori rawan bencana, terutama banjir maupun longsor. Hal ini dibuktikan dari munculnya beberapa daerah baru yang kini menjadi daerah rawan banjir dan longsor -- padahal sebelumnya daerah-daerah itu sama sekali tidak pernah mengalami bencana banjir dan longsor.

Berkaca pada keberhasilan dan kegagalan di masa silam dalam pengurangan risiko bencana yang terkait dengan perubahan iklim secara global, Kerangka Kerja Aksi Hyogo (The Hyogo Framework for Action yang telah disepakati oleh 168 negara, termasuk Indonesia, dalam Konferensi Sedunia untuk Pengurangan Bencana di Kobe, Jepang, beberapa tahun silam, menekankan lima prioritas yang perlu diperhatikan dalam upaya pengurangan risiko bencana.

Kelima prioritas itu adalah (1) memastikan agar pengurangan risiko bencana merupakan prioritas dengan basis kelembagaan yang kuat dalam pengimplementasiannya, baik untuk level nasional maupun level lokal; (2) mengenali, menilai dan memantau risiko bencana dan meningkatkan sistem peringatan dini; (3) memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan dalam membangun budaya keselamatan dan ketahanan di semua sektor kehidupan; (4) mengurangi faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya bencana dan (5) memperkuat kesiapan dalam menghadapi berbagai kemungkinan bencana.

Sebagai dampak dari perubahan iklim, tidak sedikit daerah di negeri ini saat ini menjadi kawasan yang menghadapi risiko bencana alam yang cukup tinggi. Tentu saja, ini menjadi tantangan tersendiri bagi para kepala daerah. Mereka sekarang ini dituntut untuk mampu menghadapi risiko-risiko buruk perubahan iklim. Mereka dituntut pula untuk bisa menelurkan berbagai kebijakan antisipatif terhadap setiap bencana yang muncul sehingga sanggup meminimalisir jatuhnya korban dan kerugian yang lebih besar.

Jangan sampai paket-paket kebijakan yang terkait dengan kebencanaan hanyalah paket kebijakan reaktif jangka pendek, yang muncul justru setelah bencana datang dan telah menimbulkan banyak korban berikut kerugian cukup besar. Dengan berlandaskan pada prioritas Kerangka Kerja Aksi Hyogo, para kepala daerah beserta jajarannya dapat lebih tanggap dengan menggulirkan kebijakan-kebijakan strategis yang sifatnya antisipatif terhadap berbagai kemungkinan munculnya bencana di daerahnya.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image