Sejarah Belanda Nuansa Islam, Film Merindu Cahaya de Amstel Mempersembahkannya
Pendidikan dan Literasi | 2024-01-15 16:46:49
- Nama Sutradara: Hadrah Daeng Ratu
- Penulis Cerita: Benni Setiawan
- Produser: Oswin Bonifanz & Yoen K
- Judul Film: Merindu Cahaya de Amstel
- Rumah Produksi: Maxtream Original, Unlimeted Production
- Durasi: 107 menit.
- Tanggal rilis: 20 Januari 2022
- Genre: Drama Religi
- Link Film: https://maxstream.tv/deeplink/video/0_54yvy57p
Resensi Film
Film “Merindu Cahaya De Amstel” merupakan film yang diangkat melalui novel yang memiliki genre drama religi dengan menampilkan adegan awal mengenai dilema seseorang terhadap hidupnya. Film ini mencoba mengangkat isu kehidupan dengan penyelesaian melalui perspektif agama islam, selain itu juga diceritakan bagaimana sejarah islam yang ternyata tertanam di negeri kincir angin tersebut. Dengan memberikan kisah percintaan dan persahabatan yang menghibur. Kedua elemen tersebut memicu minat masyarakat, terutama remaja, untuk menonton film.
Perpindahan agama menjadi masalah yang sangat serius. Seseorang pasti telah melakukan banyak pertimbangan sebelum memutuskan untuk melepaskan keyakinannya. Ketika dia membuat keputusan, dia harus bertanggung jawab atas aturan agama yang dianut. Tidak hanya berpindah, tetapi juga tidak mengikuti ajaran agama dengan benar. Film ini merupakan adaptasi dari novel yang ditulis oleh Arumi E. Novel tersebut memiliki genre drama religi. Cerita ini adalah kisah percintaan dan persahabatan yang menghibur. Elemen kedua tersebut memicu minat masyarakat, terutama remaja, untuk menonton film.
Film ini bercerita tentang Khadija, seorang perempuan mualaf dari Belanda. Memiliki latar belakang lokasi di Belanda. Ketika dia bukan seorang Muslim, dia diberi nama Marien Veenhoven yang diperankan oleh Amanda Rawles. Walaupun Dia lahir dalam keluarga non-Muslim yang religius, namun dia memiliki banyak kebebasan sejak kecil. Dengan kebebasan itu, dia memasuki puncak masalah dalam hidupnya. Ketika video mesranya di atas ranjang disebarluaskan oleh mantan kekasihnya, dia menghadapi titik terendah dalam hidupnya. Karena malu, keluarganya mengusir Marien dari rumah.
Marien merasa hidupnya tanpa harapan. Sampai pada suatu malam, ia mencoba bunuh diri dengan mengonsumsi obat hingga ia mengambil dosis yang berlebihan. Nasib baik, Marien dibawa ke rumah sakit oleh seorang muslimah. Fatimah yang diperankan oleh Oki Setiana Dewi adalah nama perempuan muslimah yang membantu. Ia memberi Marien pencerahan Islam, yang kemudian memikatnya untuk menjadi Muslim. Ia segera mengenakan hijab dan namanya diubah menjadi Siti Khadija.
Marien Khadija Veenhoven, merupakan nama barunya, setelah ia memutuskan untuk memeluk Agama Islam. Khadija juga diminta oleh Fatimah untuk bergabung dengan komunitas Islam. Khadija senang, karena diterima dengan baik oleh orang-orang di komunitasnya. Khadija adalah perempuan mualaf yang luar biasa. Ia memiliki kemampuan untuk menyebarkan kebaikan, taat pada ajaran agama barunya, dan membuat orang-orang disekitarnya merasa nyaman bersamanya.
Ketika Khadijah naik kereta menuju suatu tempat, ia bertemu dengan Kamala yang diperankan oleh Rachel Amanda, seorang mahasiswi Indonesia yang kuliah di Belanda. Dengan diam-diam, Khadija melihat pria asing merobek tas Kamala. Setelah itu, Kamala dipaksa turun oleh Khadijah. Jika orang asing tiba-tiba memaksa kita untuk melakukan sesuatu, siapa yang tidak memberontak? Kamala sangat berterima kasih setelah Khadija memberitahu dia tentang kejadian kriminal yang hampir dialaminya. Mereka mulai berkenalan dan kemudian menjadi teman baik.
Saat cinta segitiga hadir dan hampir menghancurkan persahabatan antara Khadijah dan Kamala. Ketika mereka menyukai pria yang sama, bernama Nicolas Van Dijk. Nicholas merupakan mahasiswa arsitektur agnostic, Nicholas Van Dijck yang diperankan oleh Bryan Domani, merupakan fotografer dan jurnalis di sela-sela kesibukan kuliahnya.
Pertemuan mereka berawal ketika Nicholas tidak sengaja memotret sosok gadis berhijab rapat saat di Museumplein. Kemudian foto tersebut diperlihatkan kepada kepala redaksinya dan mereka menyukai foto tersebut karena sang gadis memancarkan Cahaya yang sangat indah. Hingga kepala redaksi tersebut meminta Nicholas mencari tahu sosok gadis tersebut.
Keesokan harinya Nicholas mencari tahu dan mendapatkan informasi bahwa gadis tersebut, bernama Khadija dan merupakan seorang mualaf. Kemudian berlanjut lah pada perkenalan dan menumbuhkan cinta lintas agama hingga cinta segitiga diantara Khadija, Nicholas, dan Kamala. Konflik percintaan pada film ini menunjukkan kedewasaan dan menghadirkan pembahasan cinta dalam agama.
Khadija sendiri merupakan mahasiswa jurusan Sastra Indonesia di Belanda. Meski pelafalannya masih menunjukkan aksen Belanda, Khadija sedikit mengerti Bahasa Indonesia. Selain itu, riasan wajah yang dikenakan Amanda seolah-olah menyerupai wajah wanita Eropa. Penggunaan lensa mata warna abu-abu juga membuat Anda terlihat seperti perempuan Belanda.
Perbandingan Genre
Dengan genre yang sama, film ini dapat dibandingkan nuansanya dengan film tahun 2015, “Bulan Terbelah di Langit Amerika”. Film tersebut juga mengawali ceritanya dengan dilema manusia terhadap urusannya di dunia, menyelipkan nilai kehidupan islami dan romantisme dengan balutan sejarah islam di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Hanya saja, film “Bulan Terbelah di Langit Amerika” menekan erat pada permasalahan sejarah pasca peristiwa 9/11. Sehingga perbandingan sejarah islam sangat mencolok, namun dengan genre yang sama.
Film ini pun juga menjadi perbincangan hangat pada masanya, sebab film ini mengungkap sejarah dan pandangan masa kini masyarakat Amerika Serikat terhadap islam pasca kejadian 9/11. Sehingga perjalanan ceritanya juga berbeda dengan film “Merindu Cahaya De Amstel”, sebab film “Bulan Terbelah di Langit Amerika” lebih menekan pada terkuaknya pandangan masyarakat Amerika Serikat pada islam dan bagaimana perilaku muslim Indonesia yang berjuang di negeri Paman Sam tersebut untuk dapat bertahan hidup.
Kelebihan Film
Sudah banyak film yang menggambarkan sejarah agama islam di suatu negara. Namun film ini mengungkap suatu penemuan baru keberadaan islam di Negeri Kincir Angin. Alur romantisme yang ringan yang diselipkan kehidupan masyarakat muslim yang dekat dengan kehidupan nyata akan membuat penonton dapat menikmati film ini bersama dengan teman atau keluarga. Mengingat adanya isu tidak mengenakkan mengenai keberadaan islam di negara tersebut, dapat menjadi pemantik semangat masyarakat muslim yang berada di Belanda untuk membangkitkan kembali islam yang redup di negara terebut.
Kekurangan Film
Hanya saja pada representasi daripada film ini, penonton tentu saja dapat mengetahui latar belakang pemain. Dan para pemain yang terlibat dalam film diketahui tidak memiliki ikatan mahram (atau sah secara agama). Sehingga dapat menimbulkan kontroversi bagi yang menyaksikan film tersebut karena membahas memiliki genre religi namun tidak sesuai pada kenyataannya.
Kesimpulan
Melalui film “Merindu Cahaya De Amstel” penonton dapat memahami bahwa dibalik populasi minoritas muslim di Belanda, tersimpan banyak sejarah islam yang melekat. Melalui film ini penonton dapat memahami bagaimana makna dan sejarah islam, serta bagaimana islam membangun cinta dan kebahagiaan di dalam hati umatNya. Masalah yang diangkat pada film ini pun ringan dan terasa dekat dengan kehidupan anak muda, dimana mudah untuk jatuh cinta, tentang merelakan cinta, dan bagaimana mengejar cinta yang tidak tergesa-gesa. Makna cinta yang diberikan dalam film ini lebih dari sekedar jatuh cinta biasa, cinta yang mengajarkan tentang ketenangan dan kesucian melekat pada fim ini.
Dilingkupi dengan penjelasan alur cerita berbalut agama Islam, membuat penonton secara tidak langsung akan memahami cerita seorang mualaf yang berjuang di tanah belanda beserta sejarah Islam yang berada di Negara belanda. Hanya saja film ini sangat menonjolkan drama romantisme yang akhirnya belum sepenuhnya menunjukkan keberadaan islam di negara Belanda tersebut. Untuk mengetahui bagaimana kelanjutan cerita dalam film ‘Merindu Cahaya de Amstel’ dapat disaksikan melalui App Maxtream atau platform lainnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.