Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Sinkronisasi Penghapusan Premium dan Pertalite Terhadap Emisi Karbon

Politik | Sunday, 09 Jan 2022, 23:27 WIB

Oleh : Siti Subaidah ( Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

Baru memasuki awal tahun, rakyat kembali disuguhkan dengan kabar berita tentang penghapusan BBM jenis premium dan pertalite dalam waktu dekat. Merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang, bahwa untuk mengurangi emisi karbon maka direkomendasikan agar BBM yang dijual adalah RON 91 ke atas, dalam hal ini Pertamax.

Dalam realisasinya pemerintah akan menghapus BBM jenis premium dan pertalite secara bertahap. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon dan menuju energi hijau yang ramah lingkungan. Sementara itu, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya juga telah mencanangkan program Langit Biru agar masyarakat mau beralih dari BBM jenis Premium ke Pertalite, serta berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 12 juta ton.

Program ini ditujukan kepada pengguna kendaraan roda dua, roda tiga, dan angkutan umum plat kuning. Jika ditelusuri sebenarnya transportasi hanyalah bagian kecil penyumbang emisi karbon secara keseluruhan. Faktor terbesarnya ialah pembakaran bahan bakar fosil untuk keperluan manufaktur dan listrik secara global.

Dilansir dari tempo.co, China menjadi negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia dengan 9,9 miliar metrik ton atau sepertiga emisi karbon global dan disusul oleh Amerika dengan 4,5 miliar metrik ton dalam setahun. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Tak dipungkiri Indonesia masuk dalam 10 besar negara penyumbang emisi karbon global.

Hal ini dilihat dari fakta bahwa lebih dari 50% listrik di Indonesia berasal PLTU ( Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil ( batubara). Jika kita kembali pada tujuan awal pemerintah yakni untuk mengurangi emisi karbon demi keseimbangan iklim dunia. Maka jelas upaya penghapusan premium dan pertalite bukanlah solusi untuk menyudahi permasalahan ini.

Ibarat ban bocor, lubang-lubang kecil ditambal sedangkan lubang besar dibiarkan terbuka. Pemanfaatan energi dari bahan bakar fosil yang luar biasa besar tak tersentuh untuk ditindak lanjuti. Pun dalam konstelasi Internasional, Protokol Kyoto yang merupakan kesepakatan bersama negara-negara besar untuk mengurangi emisi karbon nyatanya tak sepenuhnya diaminkan oleh semua pihak.

Amerika menjadi salah satu negara yang tidak bersedia ikut dalam kesepakatan ini. Artinya hal ini tidak menjadi tujuan bersama bahkan hanya menjadi sebuah option. Hanya Akan Membebani Rakyat Salah pandang pemerintah dalam mengambil solusi dan kebijakan tentu akan berdampak panjang bagi masyarakat.

Penghapusan BBM jenis premium dan pertalite yang menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat akan sangat memukul ekonomi mereka. Tanpa kacamata pengamat ekonomi sekali pun, dapat diprediksi hal ini akan memberikan efek domino dalam realisasi ke depannya.

Sebagai contoh, dampak langsung akan sangat dirasakan dari sektor transportasi terutama darat sebagai konsumen utama BBM premium dan pertalite. Besar kemungkinan hal ini juga akan mempengaruhi aktivitas logistik bahan makanan yang menggunakan kendaraan dengan BBM premium atau pertalite.

Dengan pengalihan BBM premium ke pertamax yang lebih mahal harganya tentu akan berdampak pada inflasi sejumlah bahan makanan yang akan ikut mengalami kenaikan harga. Masyarakat akan semakin kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya ditambah lagi dengan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih karena pandemi.

Akhirnya kembali lagi masyarakat kecil lah yang menjadi korban. Selain itu problem lain pun akan ikut bermunculan. Mulai dari angka kemiskinan yang akan ikut naik. Akhirnya angka kriminalitas pun akan semakin bertambah karena ekonomi yang terhimpit menjadikan seseorang mudah melakukan kriminalitas. Kemudian anak putus sekolah, pergaulan bebas, KDRT, perceraian karena faktor ekonomi dan lain-lain.

Hal ini akan memberikan efek domino yang tak berkesudahan terhadap masyarakat terutama masyarakat kecil. Selain itu kenaikan harga ini pun akan menekan konsumsi masyarakat yang akan berdampak langsung pada laju pertumbuhan ekonomi saat ini. Padahal kita ketahui saat ini Indonesia sedang giat-giatnya membangun ekonomi kembali setelah sempat beberapa saat lalu lesu akibat pandemi.

Islam Memprioritaskan Kepentingan Umat Hal ini tentu berbeda jauh dengan Islam. Islam menjadikan kebutuhan dasar masyarakat seperti BBM menjadi sebuah kewajiban bagi penguasa untuk memenuhinya. Hal ini dilakukan dengan mekanisme kepemilikan umum oleh syariat dimana negara bertanggung jawab mengelola sumber daya alam dari hulu ke hilir. Hasil yang didapat akan di masukkan ke baitul mal dan digunakan untuk kepentingan umat. Alhasil BBM pun tak akan didapati dengan harga yang mahal layaknya sekarang.

Masyarakat bisa mendapatkannya dengan mudah dan murah. Sedang dalam sistem kapitalisme, BBM menjadi ladang untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya karena telah jamak diketahui bahwa pengelolaan BBM dari hulu ke hilir banyak dilakukan oleh perusahaan swasta yang pasti berorientasi pada keuntungan. Mahalnya harga BBM saat ini menjelaskan bagaimana swasta berhasil memainkan harga sekehendak hati mereka. Karena BBM menjadi kebutuhan urgen yang akan tetap dibeli masyarakat sekalipun mahal harganya.

Peluang inilah yang mereka manfaatkan. Selain itu, kebijakan yang ada sekarang pun tak lepas dari pengaruh kapitalis global. Anjuran untuk menghapus BBM jenis premium dan pertalite demi mengurangi emisi karbon menjadi salah satunya. Negara Indonesia tak dapat berdaulat menetapkan sendiri kebijakannya. Semua serba disetir oleh komitmen global. Harus tunduk dan patuh tanpa ada perlawanan.

Sedangkan Islam tidak akan membiarkan kemandirian dan kedaulatan negara tergadai karena kesepakatan yang ada akan selalu disandarkan pada syarat sebagai penimbang. Tak akan ada celah bagi negara lain untuk mengintervensi kedaulatan negara Islam. Inilah yang akan dilakukan jika Islam dijadikan sebagai aturan dalam segala aspek. Selalu mengedepankan kemaslahatan umat diatas segala-galanya. Tak seperti sekarang dimana negara menjadi instansi yang melegitimasi peraturan yang mendzolimi rakyat. Wallahu a'lam bishawab

Siti Subaidah ( Ummu Bahri)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image