Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Emrido Muhamad

Melihat Cara Jakarta Menghadapi Perubahan dalam Buku Jakarta Punya Cara

Sejarah | Sunday, 09 Jan 2022, 22:38 WIB
Dokumentasi Pribadi

Jakarta yang hari ini kita kenal bersama adalah sebuah kota yang mampu melampaui zaman. Keberhasilan itu tidak hanya ditandai oleh megah dan mewahnya bangunan kantor, hotel, serta fasilitas publik lainnya , tetapi juga ditandai oleh diraihnya berbagai penghargaan dan yang teranyar adalah diraihnya penghargaan Sustainable Transport Award yang diterima dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) dengan menduduki posisi pertama di dunia.

Dibalik modernisasinya Kota Jakarta tentu saja memiliki proses perjalanan yang sangat panjang. Dalam proses itulah Zefry Alkatiri dalam bukunya yang berjudul Jakarta Punya Cara seolah mengajak memasuki lorong waktu di mana ketika Kota Jakarta harus jatuh dan bangun dalam kehidupannya. Buku yang diterbitkan pada tahun 2012 oleh Masup Jakarta yang dikelola oleh Komunitas Bambu ini bahkan hampir secara rinci menelisik gerak tubuh Jakarta melalui kumpulan sub judul-judulnya (mungkin sebagiannya bisa dikatakan artikel essay).

Pada bagian awal Bang Zefry mengajak pembaca mengenal sosok Mr. G.J. Bisschop yang menjadi pejabat pertama sebagai Walikota di Batavia (1916-1920). Dialah yang merubah Jakarta menjadi lebih modern dan manusiawi sehingga pernah meraih penghargaan atas jasanya dengan memberikan nama taman yang cukup uas di daerah Menteng, Jakarta Pusat atas nama dirinya. Pembangunan yang pernah dilakukan antara lain, pembuatan jalan-jalan baru, penambahan jalur trem, penambahan armada angkutan sampah dan mobil penyiraman jalanan di mana pada masanya Jakarta menjadi kota yang kumuh dan berdebu. Pembangunan itu juga merambah ke kampung-kampung dengan penambahan tempat mandi dan kakus umum.

Pembahasan juga pada nama-nama sebuah tempat yang pernah berubah atau pun beralih dari pengelola satu ke yang lainnya. Lapangan Banteng yang sekarang dikenal misalnya, pernah disebut lapangan singa atau Waterloplein. Selanjutnya Pabrik Gas pertama di Jakarta terletak di Gang Ketapang, Jakarta Pusat yang terkenal angker dengan corong asap yang tinggi dan penuh asap setiap harinya. Pabrik Gas ini sempat dikelola oleh Netherlands Indies Gas Company lalu beralih ke Bataviasche Electrische Maatschapij hingga akhirnya dikelola oleh Pabrik Gas Negara (PGN) dan berganti nama menjadi Perum Gas.

Selain itu, lebih menarik lagi Bang Zefry menuliskan kebiasaan orang-orang Jakarta mulai dari kongkow-kongkow yang lekat dengan para Babah Cina, bermain judi huwa-huwe dengan cara mainnya memilih gambar binatang, ngerahul ala orang-orang Arab yang biasanya di Majelis sampai munculnya istilah ngerumpi, kopi darat, ngobras di era 1990-an. Ada pula acara gandaran yang isinya menjahili calon pengantin sebelum akad dan setelah resepsi, mungkin oleh kaum milenial Jakarta saat ini istilahnya menjadi bridal shower. Menariknya Bang Zefry cukup detil membahas budaya orang-orang Arab di Jakarta yang memiliki budaya patrilineal, pernikahan yang umumnya melalui perjodohan sampai akikah dan kaulan yang sampai saat ini masih eksis. Apakah mungkin Bang Zefry memiliki garis keturunan Arab, dilihat dari nama belakangnya Alkatiri?

Bang Zefry punya alasan lain mengapa kumuh dan kotornya Kota Jakarta saat itu bernama Batavia, hal ini dikarenakan maraknya pembangunan tol, saluran, dan fasilitas publik lainnya hingga akhirnya kebijakan keluar tentang para narapidana yang harus menyapu dan menyiram jalanan Batavia yang penuh debu di setiap sore, mengingat penjara saat itu berada di tengah kota yaitu Glodok dan Pasar Baru. Meskipun ada dua lagi namun lokasinya di pinggiran kota yaitu Tangerang dan Cipinang.

Batavia yang akhirnya runtuh melahirkan nama Jakarta yang dalam medio 1960-an cukup pesat perkembangannya. Kemunculan kendaraan motor dan mobil melahirkan fenomena sosial baru dari soal geng mobil dan motor di antaranya yang cukup terkenal adalah Pacinko (Pasukan Cina Kota), Superfast, Belel, Dini Dino, dan Superfighter. Belum lagi soal mural yang menurut Bang Zefry dipengaruhi oleh seniman Amerika sebagai ekspresionisme baru. Lahir pula geng-geng mural di antaranya, Legos, Chokrem, Chogels, dan Sartana. Belum lagi soal petasan yang dipengaruhi oleh budaya Cina yang sejak masa kolonial katanya telah dilakukan ketika natal, tahun baru, lebaran dan ritual lainnya.

Bang Zefry yang pernah menempuh bidang sastra (Rusia) Universitas Indonesia juga membahas perkembangan Bahasa Indonesia menuju kromonisasi (baik dan benar) sedangkan istilah ngokonisasi untuk bahasa Betawi Jakarta. Bahasa isyarat juga dibahas sebagai bahasa sandi yang merupakan ciri masyarakat Jakarta yang sibuk. Aktivitas dan perluasan kota menyebabkan berpindahnya pusat-pusat kegiatan tak hanya fokus pada satu tempat saja tetapi juga sampai ke wilayah pinggiran yang dikenal Betawi pinggir. Di wilayah inilah muncul banyak jalan dan biasanya penamaan sebuah jalan di wilayah pinggiran diambil dari nama pemilik yang tanahnya paling luas atau paling lama tinggal di wilayah tersebut.

Pada bagian akhir, Bang Zefry membahasa lahirnya para tukang-tukang atau usaha pun menjadi perkembangan wajah Jakarta yang ekonominya semakin melaju tetapi juga membunuh usaha-usaha lama masyarakat misalnya tukang daging keliling dengan sepeda, tukang kredit mulai dari furniture sampai fashion, hingga masyarakat Betawi sebagai peternak susu sapi perah yang pernah eksis di daerah Petamburan, Mampang, dan Kuningan. Belum lagi tukang solder (las patri) makelar, dan dukun beranak.

Kelihatan dari penulisannya Bang Zefry menggunakan metode sejarah dalam penulisan buku ini dan kajian antropologis sebagai pendekatan masyarakat Jakarta secara umum. Gaya penulisan yang semi ilmiah bahkan terkadang memasukkan bahasa Betawi di dalamnya membuat buku ini mudah dipahami. Penyematan gambar dan foto yang sesuai pada masanya juga menambah kekayaan buku ini. Namun kurangnya penulisan periodisasi atau tahun dalam buku ini adalah salah satu kekurangannya. Meski demikian, buku ini tetap menambah referensi tentang sejarah perkotaan bahkan hingga seluk-beluknya (mikro). Buku ini pantas dibaca oleh peminat budaya, sejarah, dan masyarakat perkotaan bahkan termasuk orang Betawi di dalamnya sebagai informasi awal tentang Jakarta, saya apresiasi yang setinggi-tingginya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image