Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Indeks Pembangunan Gender, Perempuan Makin Berdaya?

Politik | Thursday, 11 Jan 2024, 09:33 WIB

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender."Perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender," kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.Lenny N Rosalin mengatakan perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa. Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara ( Antaranews.com,6/1/2024).

"Semakin banyak perempuan menjadi pemimpin baik di desa, sebagai kepala desa atau kepala daerah hingga pimpinan di Kementerian atau Lembaga," katanya.KemenPPPA pun menargetkan peningkatan kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan pada 2024."Tentunya yang ingin dicapai di 2024 adalah peningkatan kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan," kata Lenny N Rosalin.Menyongsong tahun 2024, komitmen KemenPPPA untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak akan terus ditingkatkan.Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menambahkan pihaknya akan berfokus pada penguatan kelembagaan dan perbaikan pelayanan publik, terutama terkait lima arahan prioritas Presiden dengan mengedepankan sinergi dan kolaborasi lintas sektor mulai dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, dunia usaha, dan media.

Penderitaan Perempuan Dibalik Kenaikan Indeks Pembangunan Gender

Adanya peningkatan indeks pembangunan gender tahun 2023 dianggap sebagai harapan baru akan semakin membaiknya nasib perempuan di Indonesia. Namun, jika yang dimaksud kenaikan itu hanya saat bisa menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif apakah benar penilaian yang demikian? mengingat tidak setiap perempuan bisa mengakses posisi strategis itu, baik secara akademik, finansial maupun minat dan bakat. Lantas, untuk tipe perempuan yang demikian apa standar penilaian sejahteranya?

Perempuan dianggap semakin berdaya dengan meningkatnya indeks pembangunan gender. Padahal faktanya, perempuan semakin banyak mendapatkan permasalahan dalam hidupnya. Jangankan sejahtera, untuk hatinya merasa tenang saja susah didapatkan. Tingginya angka perceraian, KDRT, kekerasan seksual dan lainnya mengancam setiap saat bahkan tak sedikit yang sudah menjadi korbannya. Ini menjadi bukti bahwa perempuan menderita, menjadi bukti pula bahwa angka peningkatan indeks pembangunan gender hanya omong kosong semata. Belum lagi jika bicara dampak pada generasi yang tak kalah banyak menuai persoalan.

Pada akhirnya kita bukan lagi bicara perempuan modern atau tidak hanya dari cara dia diberdayakan. Tapi ini adalah peran kekuatan global yang secara masif hendak menghancurkan apa-apa yang sudah diyakini oleh satu agama, yaitu Islam. Mereka hendak mencabut peran perempuan yang sudah sesuai fitrahnya untuk kemudian menguasai dunia dengan hawa nafsu mereka di atas kerusakan peradaban.

Dalam sistim kehidupan hari ini, terdapat kesalahan paradigma dalam melihat perempuan dan solusinya. Penyebabnya adalah cara pandang kehidupan yang pondasinya adalah sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan. Jelas yang kita bicarakan adalah agama Islam, sebab hanya Islam satu-satunya agama yang membahas akidah bagi pemeluknya sekaligus seperangkat aturan sebagai solusi dari setiap persoalan manusia. Tak ada satu manusia pun di dunia ini yang tak menghadapi masalah, maka sangatlah wajar jika Allah swt. yang menciptakan manusia, dunia dan seisinya berikut dengan aturan.

Jika agama dipisahkan, sementara persoalan sudah pasti ada, lantas bagaimana manusia menyelesaikannya? inilah yang kemudian menimbulkan persoalan, sebab aturan lahir dari pemikiran manusia yang terbatas dan sarat kepentingan. Lebih keji lagi hukum atau aturan akan dibuat oleh manusia yang punya kuasa, untuk mengatur yang lemah. Sekulerisme kemudian melahirkan kapitalisme, yang menganggap perempuan layaknya komoditas dagang, dikatakan memiliki nilai jika bernilai dagang atau value materi semata. Ditambah dengan sistem politik demokrasi, maka penderitaan perempuan akan semakin panjng sebab demokrasi hanya melahirkan pemimpin yang mengamini hukum buatan manusia terus menerus digunakan.

Islam Memiliki Mekanisme Sempurna Menyejahterakan Perempuan

Islam menjadikan perempuan mulia dan kehormatannya harus dijaga. Ada banyak syariat yang mengatur agar penjagaan terhadap perempuan ini berjalan. Pelaksanaannya tak hanya ada pada kedua orangtua, tapi juga masyarakat bahkan negara. Diantaranya adalah kewajiban menutup aurat saat baligh, larangan bergaul bukan dengan mahram, hadhanah dan Radhaah (pengasuhan dan penyusuan) anak ada pada perempuan, kewajiban menuntut ilmu sama dengan pria dan tidak diwajibkan mencari nafkah, baik bagi dirinya sendiri maupun anak yang dihasilkan dari sebuah pernikahan. Kewajiban itu jatuh pada suami, wali dan negara.

Di sisi lain, syariat juga melarang perempuan menduduki posisi strategis sebagai pemimpin yang maknanya adalah penguasa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. ,Abu Bakrah berkata,“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau lantas bersabda, ”Celakalah suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425). Bukan Allah mengecilkan kemampuan perempuan dalam memimpin, namun lebih kepada ketetapan syariat, sebab ada yang lebih penting lagi bagi perempuan untuk menjalankannya, yaitu menjadi ibu dan pengatur rumah tangganya, jika peran ini terganggu maka akan rusak generasi manusia selanjutnya.

Hal ini juga bukan masalah gender, Islam tidak mengenal itu, sebab di hadapan syariat kedudukan pria dan wanita sama, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."

Pengaturan ini semata karena fitrah penciptaan perempuan yang khas dan berbeda dengan pria, inilah rahasia Ilahi yang sepatutnya manusia mensyukurinya. Syariat juga mewajibkan amar makruf nahi mungkar kepada perempuan sebagaimana pria. Artinya tidak membatasi gerak perempuan hanya di ranah privat saja, namun tentu saja harus sesuai dengan ketentuan syariat. Jika ada pelanggaran jatuhnya berdosa. Itulah sebabnya, Allah swt.pun mensyariatkan, ''Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain.'' (QS Al-Nisaa, 4: 34). Demikian pula Rasulullah saw bersabda,“Dan wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang diurusnya.” (HR. Bukhari no. 2409).

Semuanya dengan maksud tidak terjadi kerusakan, segala sesuatu jika tidak sesuai dengan ketentuan dan takaran tentulah akan berdampak buruk. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image