Putin Nyapres Lagi: Dampak untuk Rusia dan Dunia
Politik | 2024-01-09 14:40:22Tahun 2024 dapat disebut sebagai 'tahun politik dunia'. Selain pemilu Indonesia yang tentunya kita nantikan, pemilihan presiden juga akan diselenggarakan di dua negara besar dunia, yaitu Rusia dan Amerika Serikat (AS). Pilpres Rusia sendiri dijadwalkan akan berlangsung selama tiga hari, dari 15-17 Maret 2024, hanya sebulan setelah pilpres di Indonesia. Pemenang pilpres akan dilantik sebagai Presiden Rusia di Istana Kremlin, Moskow, pada 7 Mei 2024. Lebih dari 100 juta penduduk Rusia memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka enam tahun ke depan, termasuk mereka yang tinggal di wilayah Ukraina yang diduduki Rusia imbas aneksasi Krimea 2014 dan invasi ke Ukraina tahun 2022.
Kandidat petahana, Vladimir Putin, mengumumkan keinginannya untuk mencalonkan diri kembali, saat ditanyakan oleh seorang tentara Rusia yang bertempur di Ukraina, Artyom Zhoga, dalam acara resmi di Kremlin pada awal Desember lalu. Jika terpilih kembali, Putin akan berkuasa di Rusia selama 31 tahun, lebih lama dari pemimpin Soviet Joseph Stalin. Kekuasaan Putin di Rusia dimulai sejak menjadi pejabat presiden menggantikan Boris Yeltsin di akhir 1999, kemudian menjadi presiden (2000-2008), perdana menteri (2008-2012) dan presiden (2012-sekarang).
Sebagian besar pengamat Barat menilai pemilu Rusia hanyalah ritual legitimasi politik yang sudah disiapkan untuk kemenangan Putin. Tahun 2020, Rusia mengamandemen konstitusinya untuk memungkinkan Putin dipilih kembali dalam lebih dari dua periode beruntun dan memungkinkannya untuk berkuasa hingga 2036. Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, juga menyebut pilpres di Rusia ‘tidak harus diadakan’ karena menganggap ‘Putin akan menang dengan mudah’. Terlepas dari itu, berlanjutnya kekuasaan Putin tetap akan menjadi peristiwa yang memiliki implikasi besar, tidak hanya bagi Rusia, namun juga untuk hubungan internasional dan dunia, termasuk Indonesia.
Jika terpilih lagi sesuai ‘ekspektasi’, Putin memiliki tantangan yang cukup besar. Putin memang mendapat angin segar sebelum pemilu dengan pemberontakan Wagner berhasil ditumpas sepenuhnya, serangan balik Ukraina untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai Rusia terhambat, permasalahan komitmen Barat untuk Ukraina dan perhatian mereka yang kini terfokus pada Israel, dan terutama ekonomi Rusia yang tetap stabil dan malah menunjukkan pertumbuhan ekonomi 3-4% di tahun 2023 di tengah sanksi Barat. Namun, bagaimana jangka panjang prospek Rusia masih kurang pasti. Menjelang pemilu, Putin tidak ingin membuat keputusan yang bisa mengacaukan popularitasnya, seperti gelombang mobilisasi baru setelah mobilisasi sebelumnya berdampak pada emigrasi dari Rusia dalam jumlah besar. Jika keputusan serupa diambil setelah pilpres, tetap saja gelombang protes dan perlawanan bisa muncul, seperti saat reformasi kebijakan pensiun pasca pilpres 2018 yang diprotes rakyat Rusia.
Masa depan perang di Ukraina juga akan sangat penting bagi kestabilan periode kelima Putin. Jika Rusia berhasil mencapai tujuannya atau setidaknya mengamankan perjanjian damai dengan wilayah yang sudah dikuasai, hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri Putin. Namun, sebaliknya jika tentara Rusia kehilangan wilayah yang sudah dikuasai, tantangan terhadap rezim Putin akan menguat. Jika gelombang mobilisasi dan korban jiwa dari pihak militer Rusia terus meningkat, tekanan terhadap rezim Putin akan menguat, dan bukan tidak mungkin perlawanan seperti Wagner bisa terjadi lagi. Igor Girkin, seorang mantan komandan militer separatis pro-Rusia di Ukraina, mengkritik Putin atas manajemen perang yang dinilai buruk.
Tidak hanya di medan pertempuran, dampak ekonomi dan diplomatik jika perang terus berlanjut juga akan berdampak serius pada Putin. Meskipun saat ini ekonomi Rusia tetap stabil, namun sebagian pakar menyebutkan prospek jangka panjang ekonomi Rusia masih belum pasti. Dalam membangun Rusia sebagai kekuatan global, Rusia tidak hanya perlu membangun kekuatan militer, namun juga kekuatan ekonomi dan teknologi. Saat ini, Tiongkok menjadi mitra penting bagi Rusia dalam membangun industri berteknologi tinggi. Namun, jika Rusia terisolasi, dukungan Tiongkok bisa saja berkurang, sehingga tantangan pada rezim Putin akan bertambah. Bisa dikatakan periode kelima Putin akan menjadi ‘pertaruhan besar’ tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun arah bangsa Rusia di abad ke-21.
Dalam hubungan internasional, tetap berkuasanya Putin sangat kecil kemungkinan akan memperbaiki hubungan antara Rusia dan dunia Barat. Negara-negara Barat di NATO dan Uni Eropa kini sudah melihat rezim Putin sebagai musuh dan sulit untuk membangun kemitraan lagi, kecuali jika Rusia dipimpin pemerintah yang lebih demokratis. Perang DIngin II dan kembalinya ‘Tirai Besi’ di Eropa tetap akan menjadi ciri penting sistem internasional di periode kelima Putin. Ketegangan militer di Eropa akan meningkat, dan baik NATO maupun Rusia akan mendorong modernisasi militer, produksi alutsista, dan kesiapan militer yang lebih besar di Eropa terutama negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia.
Bagi Indonesia sendiri, Putin diyakini akan meningkatkan perhatiannya ke kerjasama dengan negara-negara Asia, seiring kecilnya kemungkinan rekonsiliasi dengan dunia Barat. Hal ini berbeda dengan seandainya yang berkuasa di Rusia adalah oposisi pro-Barat yang memiliki reputasi mengarahkan Rusia ke Amerika dan Eropa serta meminggirkan Asia. Di bawah Putin, Rusia bisa saja menjadi mitra kerjasama dalam berbagai bidang, seperti manajemen harga pangan, pembangunan infrastruktur energi, diplomasi pertahanan, maupun peluang perdagangan bebas. Hal ini dapat menjadi kalkulasi arah politik luar negeri Indonesia, khususnya bagi presiden RI yang akan terpilih juga pada 2024. Dua capres RI, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, sebelumnya sudah menyebut kerjasama dan persahabatan dengan Rusia dalam visi politik luar negerinya. Sementara, capres lain, Anies Baswedan, meskipun tidak menyebut Rusia secara langsung, mengatakan bahwa meskipun Rusia adalah sahabat Indonesia, namuin tindakan di Ukraina tidak dapat diterima. Akan menarik melihat langkah pemimpin baru Indonesia merespons berkuasanya kembali Putin di Rusia, yang akan menjadi salah satu faktor kunci dalam hubungan internasional kontemporer.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.