Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Nurlaila

Media Massa dan Peran Pendidikan di Masyarakat

Pendidikan dan Literasi | 2024-01-05 11:41:42

Setiap kebiasaan di rumah akan berpengaruh besar pada kepribadian diri kita masing-masing. Tetapi jika di dalam rumah tangga terdapat peran atau pengaruh yang unik pada masing-masing keluarga, di lingkaran itu pula akan terjadi institusi yang secara beragam terpengaruh pada kepribadian dalam jumlah besar apalagi anak-anak yang masih kecil sangat peka, mudah meniru dan mencontohnya. Kurikulum nasional dan sistem pendidikan yang ada seharusnya harus dilihat memiliki pengaruh seperti itu. Sampai tingkat tertentu, keserasian sikap dan perilaku didapatkan dari sistem pendidikan yang kurang lebih sama untuk semua manusia di Indonesia. Lembaga lain yang juga sering dianggap amat penting dalam pembentukan pendidikan karakter masyarakat adalah media massa itu sendiri.

Keberhasilan proses pendidikan tidak sepenuhnya tergantung pada berbagai kegiatan yang dilakukan di sekolah formal. Bahkan para ahli pendidikan yang kritis seperti Ivan Illich (1972) dan Paulo Freire (1970) menaruh curiga pada lembaga formal ini, sekolah hanya merupakan suatu mekanisme yang akan semakin membelenggu manusia, terutama mereka yang berasal dari kelas tertinggal yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil keuntungan penuh dari sistem sekolah formal. Tanpa harus masuk pada analisis kritis yang beranggapan bahwa ada kelas yang diuntungkan dengan pembodohan yang terjadi pada kelas orang kebanyakan, agaknya kita juga perlu menerima bahwa ada banyak institusi penting dalam masyarakat yang ikut membentuk sikap dan perilaku manusia, termasuk lingkungan keluarga (masyarakat). Tulisan ini berusaha menelaah peran media massa, khususnya peran pendidikan di masyarakat. Argumentasi utamanya adalah pendidikan harus dilihat sebagai bagian dari pembangunan kebudayaan bangsa.

Media Massa

Media massa atau Pers adalah istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an sampai 1940-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas yang dianggap memiliki pengaruh yang amat besar seperti digambarkan dalam teori pseudo yang dikenal sebagai bullet theory. Dalam teori ini, pengaruh media dilihat seperti sebuah peluru yang ketika ditembakkan tidak akan tertahankan dan akan masuk kedalam obyek yang dituju. Namun demikian secara gradual bermunculanpenelitian dan teori-teori komunikasi baru yang akhirnya kembali melihat media sebagai institusi yang memiliki pengaruh kuat pada banyak aspek kehidupanmasyarakat terutama pada anak tingkat sekolah dasar.

Tidak dapat dipungkiri, media massa telah berkembang demikian jauh dari masa-masa kajian Adorno di tahun 1940-an. Bersamaan dengan itu berkembang juga praktek-praktek industri termasuk pengetahuan pemasaran. Fungsi media pun semakin bergeser dari peran-peran politik dan sosial pada peran-peran ekonomi untuk menumbuhkan industri media itu sendiri maupun industri terkait lainnya. Sehingga meski mungkin tidak perlu kita mengadopsi pikiran-pikiran konspirasi mengenai industri media (yang dengan tegas menyatakan ada kelompok yang diuntungkan melalui desepsi media), perlu juga kita memahami media yang pengaruhnya besar ini akhirnya lebih banyak berperan sebagai institusi ekonomi yang memaksimalkan keuntungan ketimbang sebagai institusi sosial yang bisa diserahi tugas mendidik.

Pada tahun 1980-an di Amerika Serikat muncul gerakan konservatif apa yang mereka sebut “family values”, sebagai suatu bentuk kekhawatiran masyarakat terhadap meningkatnya angka-angka perceraian, anak-anak yang dibesarkan hanya oleh satu orang tua, dan hal-hal negatif yang diakibatkannya. Televisi merupakan salah satu penyebab, dan dituduh berperan banyak dalam menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi kehidupan keluarga. Demikian pula ketika tindak kekerasan serta angka kriminalitas dianggap meningkat, masyarakat Amerika Serikat lagi-lagi mencurigai televisi. Kepercayaan serupa juga hidup secara luas di Indonesia. Meski tidak tersedia penelitian mendalam yang dilakukan untuk menegaskan hubungan sebabakibat antara jumlah tayangan dengan jumlah perilaku anti-sosial dalam masyarakat, umumnya orang percaya bahwa televisi membawa berbagai akibat buruk pada masyarakat. Harian Kompas (2003) ketika melaporkan jajak pendapatnya menyimpulkan bahwa “televisi dinilai dapat menggiring publik untuk berada dalam posisi menerima semua sensasi mimpi dalam dunia sinetron, kekerasan, dan erotisme yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan”. Lebih jauh lagi, dalam penelitian ini sebagian besar responden membenarkan, televisi cenderung mementingkan aspek komersial.

Sistem Orde baru yang represif menggunakan tameng radio dan televisi publik untuk menayangkan aneka kepentingan penguasa dan menghasilkan tayangan-tayangan yang tidak saja sepihak tetapi juga membosankan dan berkualitas teknis yang rendah. Bisa dikatakan, tayangan televisi masa itu membawa stigma bagi televisi publik dan tayangan pendidikan. Lepas reformasi, industri televisi dengan kreatif meramu program-program yang menarik yang tidak saja lebih enak dilihat, tetapi berhasil menunggangi eforia kebebasan berekspresi. Sampai akhirnya masyarakat mulai terusik rasa kepantasannya dan mulai menuntut utilitas yang lebih tinggi dari penggunaan ranah publik (frekuensi radio) ini. Sehingga media massa memiliki empat fungsi utama. Pertama, media massa melakukan pengawasan lingkungan dan menjadi mata masyarakat untuk mengamati peluang dan ancaman yang ada di lingkungan setempat. Kedua, mengumpulkan bagian-bagian masyarakat untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ada dalam lingkungan. Di sini media melakukan fungsi penghubung bagi sumber daya yang ada dalam masyarakat sehingga semua dapat digunakan untuk memanfaatkan peluang maupun untuk memecahkan masalah. Ketiga, media meneruskan warisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan menjadi forum tempat anggota masyarakat belajar mengenai nilai, norma, dan pola perilaku yang diterima masyarakat. Dan keempat, media melakukan fungsi hiburan dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapat kesenangan. Sebenarnya, bila diperhatikan secara mendalam, keempat fungsi media itu merupakan dasar pendidikan masyarakat dalam arti luas. Anggota masyarakat memang harus memahami kebiasaan yang berlaku dalam masyarakatnya, lebih dari itu mereka juga harus belajar bagaimana secara bersama mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat.

Lalu mengapa televisi harus menjalankan fungsi-fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat? Alasannya, karena berbeda dengan media cetak, televisi dan radio menggunakan frekuensi radio yang merupakan sumber daya milik publik yang terbatas jumlahnya. Dengan teknologi yang tersedia pada saat ini, hanya sedikit gelombang radio yang dapat digunakan untuk melakukan siaran televisi maupun radio. Apabila suatu frekuensi sudah dialokasikan untuk suatu stasiun televisi, misalnya, maka frekuensi itu dan frekuensi di sekitarnya tentu tidak dapat digunakan sebagai stasiun lain. Karena itu, di dunia dikenal dengan konsep public trustee untuk mereka yang mendapat kesempatan menggunakan frekuensi radio. Artinya, mereka yang mengelola stasiun sebenarnya hanya merupakan orang-orang kepercayaan masyarakat yang diberi tugas menggunakan frekuensi radio untuk kepentingan masyarakat tersebut. Harusnya juga mudah untuk sepakat bahwa televisi karena menggunakan ranah publik yang terbatas pantas dimanfaatkan publik guna pengembangan masyarakat terutama dalam hal pendidikan. Banyak hal yang harus dilakukan untuk mentransformasi penyiaran Indonesia menjadi instrumen pendidikan masyarakat, tetapi ada juga elemen-elemen krusial yang sudah tersedia atau tinggal direvitalisasi lagi fungsinya. Elemen-elemen dalam krusial transformasi ini adalah paradigma, komitmen nasional, visi, strategi kebudayaan, lembaga, peraturan dan program. Paradigma yang menempatkan pendidikan sebagai bagian dari pengembangan kebudayaan yang lebih luas agaknya perlu dipikirkan matang mulai sekarang. Manusia tidak hidup di ruang sekolah dan kenyataannya sekolah-sekolah kita tidak mampu menyediakan pendidikan yang setara untuk semua warga Negara.

Peran Pendidikan di Masyarakat

Para sosiolog sepakat bahwa (sosiologi) pendidikan adalah cabang dari ilmu sosiologi, dimana pusat perhatiannya terletak pada mempelajari struktur dan organisasi pendidikan serta proses sosial yang terjadi dalam institusi atau sistem pendidikan, dan antara sistem pendidikan dengan sistem-sistem kehidupan sosial lainnya. Sosiologi pendidikan juga menganalisis pola interaksi antara sekolah dengan kelompok-kelompok sosial lain di masyarakat, antara lain: (1) analisis terhadap struktur kekuasaan di masyarakat beserta imbasnya terhadap persekolahan; (2) analisis terhadap hubungan antara sistem sekolah dengan sistem-sistem sosial lainnya di masyarakat, dan (3) struktur masyarakat beserta pengaruhnya terhadap organisasi sekolah. Aspek-aspek tersebut merupakan aspek penting yang sekarang telah diakui kepentingannya, seperti tercermin dalam konsep sekolah masyarakat (the community school), dimana diinginkan adanya integrasi yang baik antara sekolah dengan kehidupan masyarakat yang dilayaninya (Faisal dan Yazik, t.t: 63).

Menurut Tilaar (2000: 40-42) dalam perkembangan pendidikan dewasa ini, terdapat lima aliran besar, yaitu: (a) aliran fungsionalisme, fungsi pendidikan masa kini adalah transmisi kebudayaan dan mempertahankan tatanan sosial yang ada. Masa depannya dipersiapkan dengan mengajarkan fungsifungsi dalam masyarakat masa depan. (b) aliran kulturalisme, fungsi pendidikan masa kini sebagai upaya merekonstruksi masyarakat; pendidikan berfungsi menata masyarakat berdasarkan fungsi-fungsi budaya universal dengan berdasarkan budaya lokal yang berkembang ke arah kebudayaan nasional dan kebudayaan global. (c) aliran kritikal, ada dua kelompok aliran kritikal yaitu penganut teori konflik dan teori kritikal. Bagi penganut teori konflik, fungsi pendidikan dilihat sebagai reproduksi tatanan ekonomi yang sedang berjalan, untuk mengupayakan pemerataan ekonomi melalui perjuangan kelas. Sedangkan bagi penganut teori kritikal, fungsi pendidikan adalah memberdayakan kaum tertindas dengan mengembangkan keaksaraan kritikal bagi rakyat banyak. (d) aliran interpretatif, tugas pendidikan adalah mengajarkan berbagai peran dalam masyarakat melalui program-program dalam kurikulum. Untuk masa depan, pendidikan berfungsi menghilangkan berbagai bias budaya dan kelas-kelas sosial yang membedakan antara kelompok elite dan rakyat jelata yang miskin. (e) aliran pascamodern, pendidikan masa kini adalah transmisi ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan masyarakat masa depan perlu menghargai kebhinekaan dan keragaman pendapat. Fungsi pendidikan adalah membina pribadi-pribadi yang bebas merumuskan pendapat dan menyatakan pendapatnya sendiri dalam berbagai perspektif.

Menurut Ackerman dan Alscott dalam bukunya “The Stakeholder Society”, sebagaimana yang dikutip oleh Tilaar (2002: 480-481) menjelaskan bahwa masyarakat dewasa ini merupakan masyarakat yang sadar akan apa yang ingin dicapainya. Di dalam masyarakat yang demikian yang disebut sebagai the stakeholders society adalah orang tua, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah nasional (pusat). Untuk itu peran media massa sangat kuat dalam mempengaruhi proses pendidikan di masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image