Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Annisa Qurrata Ayun

Penggunaan ChatGPT untuk Pendidikan di Era Digital pada Mahasiswa

Teknologi | Wednesday, 03 Jan 2024, 09:56 WIB

Pendidikan di era digital mengalami transformasi signifikan dengan penerapan teknologi. Proses pembelajaran maupun pengajaran materi tidak lagi terbatas pada ruang kelas fisik, melainkan dapat diakses secara bebas dan mandiri. Pengajar dapat menggunakan teknologi untuk menyajikan materi secara interaktif, mempersonalisasi pengajaran, dan juga dapat memberikan umpan balik secara langsung. Mahasiswa pun dapat mengakses berbagai sumber belajar, mendapatkan materi tambahan, dan dapat berkomunikasi dengan sesama mahasiswa kapan saja dan dimana saja.

Pendidikan di era digital juga mendorong pengembangan keterampilan digital dan literasi informasi yang penting untuk kesuksesan di masyarakat yang terus berubah. Sistem evaluasi pembelajaran juga dapat disesuaikan dengan teknologi untuk memberikan umpan balik yang lebih cepat dan personal. Pendidikan di era digital membawa peluang besar untuk meningkatkan akses, efisiensi, dan kualitas pembelajaran.

Namun ini tidak hanya tentang pemanfaatan alat teknologi, tetapi juga memerlukan perhatian terhadap etika penggunaanya. Pendidikan di era digital memerlukan pemahaman teknologi yang memadai dari pihak pengajar dan penerapan kebijakan yang mendukung infrastruktur digital. Selain itu, perlunya pengembangan keterampilan seperti literasi digital, pemecahan masalah, dan kreativitas, menjadi sangat penting. Secara keseluruhan, pendidikan di era digital menawarkan peluang besar untuk memajukan pembelajaran, asalkan dikelola dengan bijak dan inklusif.

Pada pendidikan di era digital ini ada banyak kemudahan yang di berikan. Salah satunya adalah di bantu oleh kecerdasan buatan AI (Artificial intelligence) bahkan sudah mulai banyak digunakan saat ini. Salah satu produknya adalah Chat GPT (Generative Pre-training Transformer), yaitu merupakan sistem kecerdasan buatan AI yang berfungsi untuk melakukan interaksi antar pengguna melalui percakapan berbasis teks. Cara penggunaannya dimulai dengan menginput pertanyaan, kemudian AI akan memberikan jawaban yang relevan. Pastikan untuk menyusun pertanyaan dengan jelas dan spesifik agar ChatGPT dapat memberikan jawaban yang diinginkan. Chat GPT selain dimanfaatkan dalam dunia pendidikan juga dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan informasi lainnya.

Penggunaan ChatGPT oleh mahasiswa pada pendidikan di era digital dapat membantu dalam berbagai hal. Seperti mendapatkan bantuan pada tugas yang diberikan oleh pengajar, menjadi salah satu media dengan mengintegrasikan ChatGPT dalam pembelajaran online sebagai sumber tambahan untuk menjelaskan materi atau memberikan contoh tambahan. Chat GPT juga dapat digunakan untuk memfasilitasi sesi tanya jawab atau diskusi di mana penggunanya dapat mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban instan.

Selain itu, ChatGPT juga dapat menjadi media pelatihan interaktif untuk mengasah keterampilan seperti menulis, berbicara di depan umum, atau memecahkan masalah. Dengan bantuan ChatGPT mahasiswa dapat menyaring dan merangkum informasi dari berbagai sumber untuk memahami topik tertentu dengan lebih baik.

Beberapa manfaat penggunaan ChatGPT lainnya yaitu penggunanya menjadi lebih mudah dan cepat dalam menemukan informasi, memberikan referensi, gagasan, dan pengetahuan baru, serta memperluas pemahaman tentang berbagai topik, mahasiswa dapat memahami materi pembelajaran dengan penjelasan yang lebih mudah dipahami serta dapat meningkatkan pengembangan keterampilan softskill.

Tersedianya layanan konseling pada ChatGPT juga menjadikannya banyak diminati, dengan adanya dukungan emosional dan informasi mengenai sumber daya kesehatan mental di kampus membuat mahasiswa yang memiliki banyak masalah dapat segera mendapat solusi. Namun dibalik manfaat dari penggunaan Chat GPT tentu saja tidak lepas dari dampak yang ditimbulkan. Penting untuk diingat bahwa meskipun ChatGPT dapat menjadi alat yang berguna, ini tidak menggantikan peran penting pengajar dan proses pembelajaran yang lebih interaktif.

Dampak negatif yang cukup menjadi kekhawatiran adalah terkait dengan etika akademik, timbulnya rasa ketergantungan terhadap teknologi, dan potensi untuk menimbulkan kejadian, seperti plagiat dan mencontek, penurunan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa secara alami, dan penurunan keterampilan berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah akibat ketergantungan pada ChatGPT.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan ChatGPT di dunia pendidikan sangat bervariasi, dapat diakses secara bebas dan mandiri di mana saja dan kapan saja. ChatGPT banyak memiliki manfaat meliputi peningkatan akses, efisiensi, kualitas pembelajaran, dan dukungan emosional. Namun juga ada dampak negatif dalam pengunaannya, seperti risiko ketergantungan, etika akademik, dan penurunan keterampilan berpikir kritis. Diperlukan pengelolaan yang bijak melalui pelatihan dan pedoman etika untuk memastikan teknologi ini hanya digunakan sebagai alat bantu, bukan pengganti peran penting pengajar. Pendidikan di era digital memang menawarkan peluang besar, tetapi perlu dikelola dengan cermat dan inklusif untuk memaksimalkan manfaatnya sambil mengatasi potensi risiko.

ChatGPT inis merupakan salah satu alat teknologi yang dapat membantu memudahkan pekerjaan manusia, namun saya menekankan bahwa penggunaan ChatGPT seharusnya hanya sebagai sumber informasi tambahan dan bukan sebagai pengganti kemampuan itu sendiri. Adapun saran yang dapat saya berikan adalah dosen sebagai pengajar, dapat menggunakan mesin pendeteksi tulisan AI untuk mendeteksi apakah tugas dikerjakan oleh ChatGPT atau bukan. Mahasiswa pun harus bisa menjamin karya akademik yang dihasilkan adalah asli dan bukan plagiat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image