Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Giyoto

Mendongeng, Semakin Dilupakan!

Guru Menulis | Thursday, 06 Jan 2022, 21:46 WIB

Ketika duduk di Kelas III SD, guru kesayangan yang sekaligus wali kelas kami memiliki cara yang jitu dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti. Beliau selalu menyisipkan dongeng pada akhir pelajaran pada hari Jumat atau Sabtu. Melalui gaya mendongengnya yang khas mampu menghipnotis kami dan semua siswa larut dalam dongeng yang beliau bawakan. Tak sedikit wejangan-wejangan beliau yang masih kami ingat sampai saat ini. Nasihat-nasihat tersebut melekat pada kami sehingga secara tidak kami sadari tercermin dalam perilaku sehari-hari.

Jika kita simak keadaan sekarang, banyak orang tua mengeluh karena sulitnya menasehati atau menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak-anak mereka. “Anak-anak zaman sekarang beda dengan waktu kecil saya dulu. Sekarang, masih kecil sudah berani sama orang tua, tidak hormat, membangkang, suka melawan. Tidak tahu dosa dan durhaka pada orang tua”, ujar Yuni prihatin. Salah asuh. Rasanya semua telah dilakukannya. Mungkinkan ada sisi yang lain yang terlewatkan? Menyentuh Jiwa Benar, ada kebiasaan yang terlupakan, yang dianggap sepele, remeh tetapi memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik anak.yaitu mendongeng. Saat ini banyak orang tua yang memahami bahwa mendongeng merupakan kegiatan sia-sia dan membuang-buang waktu. Sebagian yang lain beropini anak-anak tidak tertarik. Tak heran jika peran dongeng saat ini digantikan oleh televisi yang sebenarnya tidak semua mengajarkan nilai-nilai positif bagi anak. Bahkan boleh dikatakan acara televisi saat ini lebih banyak muatan hiburan yang sesungguhnya tidak mendukung perkembangan perilaku positif anak atau cenderung membawa implikasi negative pada anak. Padahal bercerita pada anak-anak adalah sarana paling mujarab untuk merekatkan hubungan orang tua dan buah hatinya.

Salah satunya disebabkan oleh tidak adanya dongeng, orang tua sering kali melakukan komunikasi instruktif. Sebagai contoh ketika menyuruh anaknya belajar. “ Intan, cepat belajar! Tidak naik kelas baru tahu rasa!”. Intan tidak menggubris atau kalaupun pegang buku hanya sekedar menyenangkan hati orang tuanya. Hal itu terjadi karena ia tidak tahu manfaat belajar dan rasanya tidak naik kelas. Berbeda dengan kita melakukannya dengan bercerita yang akan menyentuh jiwa, akal dan fisiknya. Menyuruh bukanlah bentuk komunikasi efektif. Cara ini ditengarai sebagai penyebab minimnya generasi kreatif, sehingga banyak tenaga pesuruh (tukang) daripada tenaga ahli (kreatif).

Kegiatan mendongeng merupakan gaya komunikasi efektif untuk pendidikan dan nilai-nilai kebajikan. Mendongeng juga akan mengasah nilai kognitif, edukatif, dan emosi. Dalam dongeng diajarkan tata bahasa, yang akan menambah perbendaharaan kata, alur cerita, yang mengajarkan sistematika berpikir, emosi dan mengajarkan kesabaran dalam mendengar sampai selesai. Yang lebih hebat lagi, dongeng yang begitu berkesan akan menjadi platform bagi anak untuk menyusun masa depannya. Dimulai dengan berimajinasi, berpikir kreatif, rasa cinta, tanpa mereka sadari, kelak masa depannya akan fokus pada nilai-nilai yang mereka yakini.

Banyak sekali contoh orang sukses yang dapat menggapai mimpinya karena dongengan. Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang, karena dongengan orang tuanya tentang kehebatan burung yang dapat melintasi samudera. Tokoh politik nasional Amien Rais tak pernah melupakan cerita Kancil Pilele dari ibundanya yang mengajarinya berbagai negosiasi, atau Andrea Hirata penulis novel best seller, anak buruh miskin yang tidak pernah membayangkan akan menempuh pendidikan di Universitas Sorbonne, Perancis karena gurunya selalu bercerita tentang keindahan kota tersebut.

Kegiatan mendongeng tidak terlepas dari metode. Metode bercerita berarti penyampaian cerita dengan bertutur. Perbedaan antara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah bahwa bercerita lebih menonjolkan aspek teknis penceritaan. Seperti halnya dengan pantonim yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi, dan deklamasi yang lebih menonjolkan bahasa syair, sandiwara yang lebih menonjolkan pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Tegasnya, metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya. Jadi, konsep dasar bercerita adalah “dengarkan kata-kataku dan bayangkan dalam benakmu. (Bimo, 2011:19)

Ada beberapa unsur penting dalam memilih cerita :

1. Realistis

Hal – hal yang tidak realistis tidak boleh diajarkan pada anak. Misal cerita-cerita yang berhubungan dengan keajaiban yang tidak masuk akal. Tas yang dapat mengeluarkan benda-benda ajaib. Berbeda dengan cerita imajinatif yang membuat anak berpikir kreatif untuk melakukan sesuatu. Bukan mengkhayal yang membayangkan cara mudah mendapatkan sesuatu. Cerita-cerita yang difilmkan di televisi-televisi sampai saat ini nampaknya yang telah menyebabkan munculnya generasi instan macam Nobita dengan Doraemonnya. Cerita realistis misalnya kekuatan angin yang dapat menggerakkan air atau musibah yang disebabkan oleh air atau api.

2. Tokoh-tokoh dengan karakter yang utuh.

Tokoh yang hanya menceritakan kecantikannya saja semacam Berbie, hanya akan membuat anak tergila-gila pada penampilan dan fesyen. Cerita yang utuh misalnya para penemu, para relawan, sahabat rasul dan sebagainya.

3. Tidak ada unsur yang berbahaya

Misalnya mengisahkan asyik lho bermain api, atau misalnya ular yang baik hati. Bahayanya, anak akan menganggap ular itu baik seperti binatang piaraan.

4. Mengajarkan satu karakter dalam satu tema.

Misalnya, Si Cantik Andini, jangan ajarkan anak dengan kecantikan wajah semu, tetapi cantik karena menjaga kebersihan, rajin mandi dan gosok gigi, menyisir rambut, menggunakan kerudung. Cerita esok Andini yang Rapi, misalnya ia selalu meletakkan sesuatu pada tempatnya, mengembalikan barang ke tempat asal, tidak membuang sampah sembarangan . Lusa, Andini yang sopan dan seterusnya.

5. Dalam keadaan senang

Dalam otak terdapat limbic yang akan menyimpan memori selama mungkin. Sistem ini akan terbuka ketika hati anak bahagia. Untuk itu harus ada rasa senang sebelum mulai mendongeng, karena ini merupakan kegiatan nasihat. Dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika anak sedang sakit untuk menghibur, anak sedang makan, atau saat perjalanan. Jadi, tidak selalu menjelang tidur.

6. Karakter harus hitam -putih

Di awal kehidupan (anak) baik diajarkan karakter hitam –putih yang merupakan gambaran yang hak dan yang bathil. Tidak ada bohong putih dan jangan masuk wilayah abu-abu.

7. Teknik Mendongeng

Banyak anak yang tidak lagi antusias untuk mendengarkan dongeng karena ceritanya tidak menarik, atau anak justru tertidur ketika dongeng belum selesai, sehingga pesan positifnya tidak tersampaikan. Beberapa trik di bawah ini dapat kita pertimbangkan:

a. Pertama yang perlu diperhatikan adalah kecepatan. Mengawali cerita dengan Pada zaman dahulu kala di negeri atas angin ....” Teknik ini kurang membangkitkan minat anak. Awal cerita sebaiknya harus menantang dan menggugah minatnya untuk mendengarkan kelanjutannya. Awali dengan klimaks misalnya, Tiba-tiba anak beruang merintih kesakitan. ..” konsentrasi anak langsung terfokus dan memancing rasa ingin tahu mereka

b. Anak-anak memiliki waktu konsentrasi yang berbeda-beda. Teori 1 menit . Anak usia 5 tahun lama konsentrasinya 5 menit. Berceritalah tak lebih dari 15 menit agar semua pesan dapat diserapnya. Ketika anak masih dalam masa konsentrasi, ia akan menyimpan pesan itu dalam sistem limbicnya.

c. Setelah selesai cerita lakukan refleksi yaitu seberapa besar cerita dapat ditangkap anak . Misalnya menurut Rizqy, si kura-kura kecil itu baik apa tidak ?

d. Jika sulit menemukan ide cerita, bacakan buku-buku cerita anak yang tersedia, kemudian kita ubah akhir ceritanya jika tidak mendidik. Misalnya ketika pangeran akan mencium putri, dapat diganti dengan, ”Lalu pangeran mendekati Putri, dan berkata,” Riz, bangun Riz, tidur melulu ”. Anak-anak pasti akan tergelak mendengarnya.

e. Anak-anak menerima bentuk cerita apapun. Yang dia tangkap adalah ceritanya. Tidak penting apakah ceritanya tentang manusia atau binatang.

f. Dalam Al- Qur`an, terdapat 1000 lebih kisah, ini bisa menjadi bahan bagi orang tua untuk menanamkan agama pada anak mereka. Syaratnya, buat korelasi antara masa lampau dengan sekarang. Pembaca yang budiman, mendongeng memang tidak segampang yang kita bayangkan, tidak bisa asal mengarang namun, perlu persiapan yang matang.

Jika melihat manfaat kegiatan ini, sebagai orang tua yan ingin selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, tentu akan rela berkorban untuk menyediakan waktu , tenaga, dan uang untuk membeli buku agar kegiatan yang penuh manfaat ini bisa dilakukan. Selamat mendongeng! Selamat mencoba! Pasti Bisa!

*) Guru SD Negeri Lempuyangwangi Yogyakarta

Jln. Hayam Wuruk 09 Yogyakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image