Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Alamsyah

Shahrukh Khan, Dunki, dan Rohingya

Politik | Monday, 01 Jan 2024, 14:31 WIB

Dalam buku “Aku & Film India Melawan Dunia”, Mahfud Ikhwan menulis, bahwasanya, Shahrukh Khan mengalami penurunan artistik keaktorannya dengan memainkan film-film yang buruk dan flop, dan sialnya, film-film Shahrukh juga kehilangan magis dari lagu serta irama-iramanya yang di mana, seluruh dunia merayakan dan menyanyikannya dengan merdu sembari menari-nari mengikuti gerakan koreografi sebelumnya.

Betul, sebagai penggemar berat King of Bollywood, saya tidak menyangkalnya. Setelah film terakhir Zero (2018) yang jauh dari kata sukses, Shahrukh seperti memasuki goa dan tidak terlihat dalam kancah perfilman Bollywood. Dalam keterangannya, Shahrukh mengatakan, ia sedang beristirahat dan menggunakan waktunya untuk keluarga. Selama lima tahun hiatus, Shahrukh menggemparkan dunia. Adalah “Pathaan” film aksi India yang rilis pada bulan Januari tahun 2023 yang disutradarai oleh Siddharth Anand dan ditulis oleh Shridhar Raghavan dan Abbas Tyrewala, dari sebuah cerita oleh Anand. Hasilnya, lebih dari ₹1.050,3 crore (US$150 juta) pendapatan yang telah diraup.

Setelah Pathaan, Shahrukh merilis film keduanya pada tanggal 7 September 2023 dengan judul “Jawan”, sebuah film aksi India tahun 2023 yang ditulis bersama dan disutradarai oleh Atlee dalam film Hindi pertamanya. Film ini dibintangi oleh Shah Rukh Khan dalam peran ganda, bersama Nayanthara, Vijay Sethupathi, Deepika Padukone, Priyamani, dan Sanya Malhotra. Film yang meggabungkan kreatifitas dan seni perfilman India Utara dan Selatan ini meraup lebih dari 1000 crore juga, dan mematahkan spekulasi publik bahwa Shahrukh belum tamat. Bulan Desember adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat India — dan tentu juga dunia. Setelah menolak peran dalam film 3 idiots pada tahun 2009 — dan Shahrukh sangat menyesalinya, akhirnya publik bisa menonton film yang dibuat oleh sutradara terkenal dan berideologis bernama Rajkumar Hirani.

Sutradara yang membesut film Munnabhai M.B.B.S, Sanju, 3 idiots, dan P.K serta menyulap aktor tersebut menjadi sosok yang lain daripada sebelumnya. Dan film terbarunya “Dunki” adalah upaya penyatuan realitas impian Rajkumar dan Shahrukh yang akhirnya telah terwujud. Dunki (terjemahan Penerbangan keledai) adalah film didasarkan pada konsep Donkey Flight, cara ilegal untuk memasuki negara asing seperti Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat. Shah Rukh berkata tentang plot Dunki, “Ini berhubungan dengan jalan-jalan, menemukan masa depan untuk diri sendiri, tapi yang paling mencintai rumahmu. Ini tentang kepulangan. Bahwa, di mana pun Anda tinggal, selalu ada kerinduan di hati untuk kembali ke rumah.” Dunki adalah kisah persahabatan yang mengharukan yang dipimpin oleh Shah Rukh Khan. Dia didukung dengan baik oleh Taapsee Pannu, Vicky Kaushal, Boman Irani, Vikram Kochhar, Anil Grover, Satish Shah, Dia Mirza, dan Parikesit Sahni.

Ceritanya, terjadi di sebuah desa yang tenang di Punjab. Ini berkisah tentang empat orang teman yang memiliki impian yang sama, yakni masuk ke Inggris. Namun, mereka tidak bisa mendapatkan tiket dan visa. Suatu hari, seorang tentara (Shahrukh Khan) memasuki desa mereka dengan kereta api. Kehidupan keempat sahabat itu tiba-tiba berubah setelah kedatangannya. Dia memberi mereka janji seorang prajurit bahwa dia akan membawa mereka ke negeri yang sangat ingin mereka kunjungi, yaitu Inggris. Kemudian, dimulailah perjalanan panjang dengan tawa dan haru, saat sekelompok orang tersebut berangkat menjalankan misinya melalui berbagai medan dan lautan. Perjalanan ini menantang mereka dan keberanian, serta ideologi mereka.

Film ini berangkat dari kisah nyata, bagaimana orang-orang India dan mungkin negara lain yang ingin menyebrang dan menetap tinggal di sebuah negara asing, tetapi, terkendala pelbagai macam keterbatasan. Bukan tanpa alasan, para imigran atau katakanlah pengungsi, ingin mencari ruang hidup yang lebih baik dan layak. Perkara ekonomi adalah satu hal, akan tetapi, mencari udara yang bersih, sehat, dan kehidupan yang lebih aman demi menyambung harapan hidup keluarga dan komunitasnya adalah hal fundamental. Rajkumar mengkritisi bagaimana negara Eropa sangat abai dan seringkali menyulitkan persyaratan bagi orang yang ingin tinggal di negaranya; Bahasa, visa, Tabungan Cadangan, dan sebagainya.

Dalam film Dunki juga memasukkan dialog yang mengangkat kesejarahan ketika Inggris menjajah India. Petikkan dialognya kurang lebih seperti ini, “Kenapa kita tidak boleh ke negara Inggris? Apa hanya kita tidak bisa berbahasa Inggris? Lantas, kenapa Inggris datang ke India tidak belajar Bahasa Hindi? Tidak menanyakan bahasa kita sendiri dan malah menggunakan bahasa mereka?” Imigrasi adalah fenomena natural dalam kesejarahan hidup manusia.

Menurut Rajkumar, tidak sepatutnya suatu negara menolak dan mengabaikan serta memberikan persyaratan yang rumit, sehingga para Dunkers yang bukan hanya memberikan dan menumpahkan segenap harta, tahta, jiwanya untuk mencari kelayakan hidup, berani melewati batas kenegaraan yang di mana sangat mempertaruhkan nyawa! Kalau ditangkap dan diinterogasi masih dapat dimaklumi, tetapi bagaimana diperlakukan secara tidak manusiawi, dengan kekerasan fisik, verbal, dan tidak jarang dengan ditembak, diperkosa, atau lebih lagi dituduh sebagai teroris, sehingga dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun. Para Dunkers menyebrangi daratan serta lautan, naik perahu, dan kapal yang bejubel-jubel, bahkan dalam film dipertontonkan di mana kondisi dek kapal sangat penuh sehingga tidur pun harus jongkok, dan naasnya, MCK pun menjadi ruang satu kesatuan. Betapa menjijikannya, akan tetapi, lagi-lagi para dunkers tidak lagi bisa berbuatapa-apa. Mereka menjalani hari-hari dengan kecemasan, ketakutan, dan setiap hembusan napasnya menghirupkan aroma kematian. Nah, lantas, apa hubungannya antara Shahrukh, Dunki, dengan fenomena “Rohingya”?

Seperti yang telah dietahui, Pengusiran pengungsi Rohingya oleh kelompok mahasiswa dari berbagai kampus seperti Al Washliyah, Universitas Abulyatama, Bina Bangsa Getsempena, STAI Nusantara dan Sekolah Tinggi Pante Kulu menjadi sorotan internasional. Media asal Qatar, Al Jazeera, memberitakan peristiwa tersebut dengan menyoroti serbuan ratusan mahasiswa tersebut kepada 137 pengungsi Rohingya yang berada di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA).

Korlap yang dipimpin oleh Teuku Wariza mengatakan, bahwa Rohingya adalah imigran pengganggu yang telah membuat kegaduhan di Aceh. Teuku juga mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, yang mengatakan bahwa ada indikasi perdagangan manusia dalam fenomena Rohingya. Lanjutnya, Teuku yang mengatasnamakan Masyarakat Aceh mendesak pemerintah untuk membuat aturan penolakan terhadap imigran dan pengungsi Rohingya. Setelah melakukan persekusi, Teuku dan kawan-kawan melakukan selebrasi sembari menyanyi dan menari seolah-olah merayakan kemenangan terhadap Rohingya.

Sungguh ini sangat disayangkan, terutama, bagaimana mahasiswa berpikir kritis dan seharusnya mampu menarik benang merah Sejarah kultural. Para pengungsi Rohingya mencoba lari dari negeri asalnya yang diwarnai kekelaman, diselimuti angkara murka, serta dikendalikan oleh rezim otoriter yang senantiasa menegakkan marka-marka kepastiannya dengan cara-cara represif. Mereka yang melarikan diri itu, hanya menemui satu jalan buntu: lautan. Lalu mereka pun menyerahkan nasibnya pada ketidakpastian itu sendiri, berupaya mencari kehidupan yang lebih baik di seberang lautan dengan menjadi manusia perahu yang harus terombang-ambing di tengah samudera dengan hanya membawa perbekalan yang amat minim.

Secara historis, Rohingya adalah korban dari rezim politik genosida Myanmar pascakemerdekaan. Dengan latar belakang agama, hingga sekarang dengan penemuan hasil minyak bumi di wilayah Rohingya, tak segan pemerintah Myanmar terus menyerang sporadis orang-orang Rohingya! Geoolitik ekonomi global yang semakin ketat nan barbar juga turut bertanggungjawab terhadap para imigran dan pengungsi Rohingya. Selama puluhan tahun, orang-orang Rohingya tidak mendapat status kewarganegaraan dan juga dicabut hak-haknya. Padahal, Rohingya adalah bagian dari Myanmar selama berates-ratus abad. Dengan fenomena tersebut, bagaimana Shahrukh Khan dalam film Dunki sangat relevan. Sudah saatnya hati nurani warga global terketuk dan membuka mata terhadap kekerasan yang dialami imigran dan pengungsi. Mereka adalah manusia yang ingin hidup dengan kedamaian dan ketenangan. Mereka, pada dasarnya, tidak ingin hidup seperti ini; jauh dari tanah air dan negara yang telah melahirkan dan membesarkan mereka. Namun, takdir berkata lain.

Jika menengok ke masa lalu, ketika Aceh sedang dalam DOM, bagaimana Masyarakat Aceh direpresif oleh penguasa negara saat itu, banyak juga orang-orang Aceh menjadi imigran dan pengungsi di negara Malaysia, Singapur, Brunei, dan lainnya. Atau, saat tsunami melanda Aceh, bagaimana respons warga global turut membantu terhadap orang-orang Aceh di negara mereka. Alangkah naifnya, sebagai manusia, memperlakukan manusia lain dengan tindak kekerasan dan sadis, padahal, di masa lalu mereka sama seperti orang-orang Rohingya.

Apakah tidak bisa, nilai-nilai kemanusiaan menembus batas wilayah teritori negara? Atau mungkin, teritori negara bukan hanya simbol perbatasan negara tetapi perbatasan antar manusia? Rajkumar Hirani pada hari ini melakukan nobar film Dunki bersama para konsulat dari banyak negara. Dengan harapan upaya kebijaksanaan dan kemanusiaan melalui visual dapat membentuk nilai kemanusiaan para penguasa negara dunia untuk bergerak menciptakan rasa keadilan dan kedamaian bagi para imigran, pengungsi, dan seluruh warga global dengan tatanan kehidupan yang penuh cinta dan harmonis.

Dan, semoga para konsulat dan orang-orang kedubes Indonesia juga turut menonton film Dunki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image