Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nezta Nanda Kayza Ersanda

Ibnu Sina: Pemikir Persia Sekaligus Dokter Pelopor Referensi dan Relevansi dalam Ilmu Kesehatan Duni

Sejarah | Wednesday, 27 Dec 2023, 18:47 WIB
https://images.app.goo.gl/Ktpb5TC8xGiEU4St5

Ibnu Sina adalah filosof dan dokter dari Persia. Barang kali dialah filosof dan dokter di dunia islam yang paling terkenal. Secara umum, dunia kedokteran pada mulanya hingga berabad-abad setelah itu sangat terkait dengan filsafat. Sehingga, hampir Sebagian besar filosof Arab, termasuk al-Kindi dan Ibn Rusyid, adalah dokter. Para khalifah dan sultan mengangkat mereka sebagai dokter negara, pendidik anak anak mereka, dan sekaligus sebagai penasihat politik. Ibnu Sina meninggalkan kurang lebih 267 buku. Tiga diantaranya adalah buku ensiklopedia yang abadi: dua dalam bidang filsafat, yaitu al-Isyarat wa al-Tanbihat dan al-Syifa’ ; satu buku dalam bidang kedokteran, yaitu al-Qanun fi al-Thibb.

Dalam bidang filsafat, Ibn Sina termasuk segelintir pemikir muslim yang berupaya mewujudkan salah satu kewajiban yang ditetapkan oleh Tuhan bahwa akal manusia mesti dipakai untuk memikirkan hal-hal yang ada di alam semesta ini. Dalam hal, dia banyak memakai kaidah Aristoteles dan Plato-yang dijelaskan Kembali oleh para filosof Yunani-untuk diterapkan terhadap akidah islam. Ibn Sina mengakui hakikat kenabian, keharusan adanya kenabian, dan pentingnya kenabian. Meskipun demikian, dia berpendapat bahwa para nabi-agar risalah mereka dapat dipahami dan diterima oleh orang awam-hendaknya menggunakan rumus-rumus, contoh, dan kiasan yang dapat diterima secara harfiah oleh orang awam. Sebaliknya, bagi orang yang otaknya cemerlang tidak perlu menggunakan metode tersebut. Menurutnya, surga dan neraka bersifat ruhani, bukan jasmani, karena jasad manusia tidak kekal. Bahkan ia berpendapat bahwa kebangkitan jasad tidak dapat diterima oleh akal.

jepretan kamera pribadi

Alam semesta ini, dalam pendapatnya, bersifat Qadim, tidak ada akhirnya. Jika jasad ini dibangkitkan, berarti alam semesta ini tidak Qadim, akan berakhir. Ia berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan, tetapi semua perbuatannya harus dipertanggung jawabkan. Manusia mempunyai pilihan dan tidak terbelenggu. Dia juga berpendapat bahwa kebahagiaan tertinggi ialah kebahagiaan berfikir secara ruhani, bukan secara fisik; yaitu merenungkan Allah SWT, berhubungan dengan-Nya, dan melihat-Nya secara ruhani. Dengan kata lain, melihat Allah merupakan tujuan tertinggi, tujuan terakhir.

Dia sangat menyenangi Perempuan, Khamar, dan kemewahan hidup. Namun, dalam jawaban terhadap kawannya yang mencoba menasihatinya agar hidup yang benar, dia berkata; “aku lebih mementingkan hidup singkat, tetapi berhati lapang daripada hidup lama, tetapii menderita.” Tentang khamar, dia berkata, “sesungguhnya khamar diharamkan untuk orang yang bodoh dan lengah. Sebaliknya, khamar dihalalkan bagi orang-orang berakal.”

Keyakinan-keyakinan ini menimbulkan bencana bagi dirinya. Para ulama ahlusunnah menuduhnya sebagai zindik. Tuduhan tersebut jika dalam perdaban islam bisa dilontarkan kepada setiap orang Muslim yang berupaya menjadikan pikiran filosofis sebagai pemikiran asli, atau kepad aorang yang menggabungkan filsafat dengan ketuhanan. Atas dasar ilmiah, Ibnu Sina membuat tulisannya dalam tiga tingkatan: buku untuk orang awam, diantarany buku al-Syifa’dan al-Najat yang tidak mengandung unsur kontroversial dengan akidah Sebagian besar orang, buku untuk para muridnya, antara lain al-Isyarat wa al-Tanbihat yang mengandung unsur kebebasan dan keberanian, dan buku buku akidah batiniah, seperti Hikmah al-Musyriqin yang dipersiapkannya untuk kelompok terbatas yang dapat memahaminya. Al-Ghazali juga pernah melakukan hal yang sama dengan Ibn Sina Ketika memaparkan berbagai pendapatnya, meskipun Al-Ghazali tidak menggunakan prinsip-prinsip-prinsip seperti yang diterapkan oleh Ibn Sina.

Meskipun Ibn Sina terkenal sebagai dokter (sehingga dia dipanggil sebagai Galliens-nya bangsa Arab), ketenarannya sebagai seorang filosof pun tidak kalah. Dalam bukunya, al-Qanun fi al-Thibb, dia menggabungkan antara teori Epocritus dan kedokteran Galliens; selain menambahkan kedokteran India, Persia, Suryani, dan Arab yang dia ketahui, serta pengalaman dan percobaan yang dilakukannya sendiri. Buku ini memiliki kelebihan karena memberikan penjelasan tentang hubungan yang era tantara berbagai kondisi kejiwaan dan penyakit badan, pengaruh ,akamam dan iklim terhadap Kesehatan, kemungkinan berpindahnya penyakit saraf karena permusuhan, menyebarnya penyakit akibat kotoran, dan air yang tercemar. Ibn Sina senantiasa berpesan bahwa obat-obatan harus diujicobakan terhadap Binatang untuk memastikan kemanjuran dan tidak ada bahaya di dalamnya.

Buku al-Qanun, telah menduduki tempat yang sangat terhormat di antara buku-buku kedokteran yang diandalkan di dunia islam hingga awal abad ke duapuluh. Di Eropa, buku yang sama juga menjadi buku rujukan utama dalam pengajaran di fakultas-fakultas ketokteran hingga abad ketujuh belas (terpakai sebagai rujukan utama hampir enam abad), sampai dikatakan, “buku ini menjadi buku ‘suci’ kedokteran paling lama dibandingkan buku-buku kedokteran yang lain.

Orang-orang Eropa juga menaruh perhatian besar terhadap filsafatnya yang berusaha menggabungkan antara filsafat Yunani dan keyakinan agama (baik islam maupun Kristen). Orang pertama yang mengetahui pentingnya Upaya Ibn Sina, dan kemungkinan pemanfaatan pemikiran teologisnya untuk orang Kristen ialah pendeta jerman, Albert yang Agung (w. 1294) menganggap Ibn Sina sebagai pakar filsafat terbesar setelah Aristoteles, sampai akhirnya dia sendiri dituduh ingkar dan keluar dari keyakinannya, lalu dipenjara di Paris selama beberapa tahun.

Kesimpulan

Ibnu Sina, atau dikenal juga sebagai Avicenna, merupakan seorang filosof dan dokter terkemuka dari Persia dalam dunia Islam. Dia adalah salah satu tokoh utama dalam pengembangan filsafat dan kedokteran pada masa itu. Ibnu Sina memberikan kontribusi besar dalam bidang filsafat dengan mencoba menggabungkan pemikiran Aristoteles dan Plato dengan ajaran Islam. Dalam bidang kedokteran, Ibnu Sina menciptakan karya monumentalnya, "al-Qanun fi al-Thibb," yang mengintegrasikan teori Epokritus dan kedokteran Galen dengan tambahan dari tradisi India, Persia, Suryani, dan Arab. Buku ini memiliki dampak signifikan dan dianggap sebagai referensi utama dalam kedokteran Islam dan Eropa selama berabad-abad.

Pemikiran Ibnu Sina mencakup keyakinan akan pentingnya akal manusia dalam memahami alam semesta, namun demikian, ia mendapat kritik dari ulama ahlusunnah yang menuduhnya sebagai zindik karena pandangan filosofisnya yang dianggap kontroversial terkait dengan ajaran agama Islam. Meskipun Ibnu Sina memiliki kecenderungan terhadap gaya hidup mewah, dia juga mengakui nilai kehidupan yang benar dan berhati lapang. Dia memandang kebahagiaan tertinggi sebagai kebahagiaan berfikir secara ruhani, khususnya dalam merenungkan Allah SWT.

Pengaruh Ibnu Sina tidak hanya terbatas pada dunia Islam, tetapi juga menyebar ke Eropa. Filsafatnya yang mencoba menggabungkan filsafat Yunani dengan keyakinan agama menarik perhatian, bahkan diakui oleh tokoh Kristen seperti Albert yang Agung. Meskipun demikian, dia juga mengalami kontroversi dan dituduh ingkar, menunjukkan bahwa pemikirannya tidak selalu diterima dengan baik oleh semua kalangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image