Studi: 'Like' dan 'Share' di Medsos Bisa Dorong Sebarkan Pandangan Ekstrem
Gaya Hidup | 2023-12-25 19:02:09“Like” dan “share” di media sosial membantu memperkuat ekspresi kemarahan di Facebook dan X [dulu Twitter], dan sering kali menyebarkan lebih banyak pandangan “ekstrem”. Demikian sebuah studi yang diterbitkan beberapa waktu lalu di Science Advances menyimpulkan.
Peneliti menyimpulkan pengguna X yang menerima lebih banyak “like” dan “retweet” ketika mereka mengungkapkan kemarahan mengenai sebuah peristiwa dalam tweet-nya lebih cenderung berbagi sentimen serupa di postingan selanjutnya.
Data penelitian menunjukkan, seorang pengguna yang biasanya rata-rata mendapatkan lima “like” atau retweet per tweet tetapi kemudian menerima dua kali lipat jumlah itu ketika mereka menyatakan kemarahan, meningkatkan “ekspresi kemarahan” mereka sebesar 2% menjadi 3% pada hari berikutnya.
Menurut para peneliti, meskipun angka ini tampak kecil, itu dapat dengan mudah berkembang di media sosial dari waktu ke waktu, yang mengarah ke peningkatan 100% dalam umpan balik dari waktu ke waktu.
“Amplifikasi kemarahan adalah konsekuensi yang jelas dari model bisnis media sosial, yang mengoptimalkan keterlibatan pengguna,” kata salah seorang penulis penelitian, Molly Crockett, dalam siaran persnya, seperti dikutip kantor berita UPI.
“Kita harus menyadari bahwa perusahaan teknologi, melalui desain platform mereka, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan gerakan kolektif,” kata Crockett, profesor psikologi di Universitas Yale di New Haven.
Crockett berpendapat meskipun kemarahan secara online dapat mempromosikan kerja sama sosial dan memacu perubahan sosial, hal itu juga dapat menyebabkan pelecehan terhadap kelompok minoritas, penyebaran disinformasi, dan meningkatkan polarisasi politik.
Untuk penelitian ini, dia dan rekan-rekannya mengukur ekspresi kemarahan di X selama peristiwa kontroversial kehidupan nyata dan mempelajari perilaku peserta untuk menguji apakah algoritme media sosial, yang memberi penghargaan kepada pengguna untuk memposting konten populer, mendorong ekspresi kemarahan.
Mereka mengumpulkan riwayat tweet lengkap dari hampir 3.700 pengguna X “yang terlibat secara politik” yang memposting setidaknya satu pesan pada Oktober 2018.
Untuk menguji bagaimana hasil digeneralisasikan ke pengguna yang kurang terlibat secara politis, para peneliti mengumpulkan jumlah pengguna X yang sama yang men-tweet setidaknya satu kali tentang sebuah insiden yang terjadi pada waktu yang hampir bersamaan.
Algoritme mengidentifikasi tweet ini berdasarkan pilihan kata — seperti “aib” dan “jijik” — dan penggunaan huruf kapital dan tanda seru, di antara tanda-tanda lainnya.
Peneliti menyebut pengguna media sosial yang ekstrem secara politik mengungkapkan kemarahan yang lebih besar daripada mereka yang lebih moderat.
Meski demikian, mereka yang moderat dan dipengaruhi oleh penghargaan sosial, dapat terdorong mengambil posisi yang lebih ekstrem dan mengekspresikan lebih banyak kemarahan.
“Penelitian kami menemukan bahwa orang-orang dengan teman dan pengikut yang moderat secara politik lebih sensitif terhadap umpan balik sosial yang memperkuat ekspresi kemarahan mereka,” kata Crockett.
“Ini menunjukkan mekanisme bagaimana kelompok moderat dapat saja menjadi radikal secara politik dari waktu ke waktu — berkat adanya umpan balik positif di media sosial yang justru memperburuk kemarahan mereka,” katanya.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.