Tahun Baru Ibarat Sebuah Deja Vu
Gaya Hidup | 2023-12-24 13:56:00TAHUN 2023 bakal segera kita tinggalkan. Tahun 2024, yang menurut sistem penanggalan Tionghoa diyakini sebagai Tahun Naga Kayu, akan kita masuki. Sudah barang tentu, banyak asa serta harapan kita gantungkan di tahun yang baru ini.
Datangnya tahun yang anyar memang bisa berarti sebuah fase baru, sebuah cerita baru. Akan tetapi, bisa juga tahun yang anyar tidak bermakna apa-apa, karena yang tetap muncul semuanya adalah kisah-kisah lawas, kisah-kisah usang. Ibarat sebuah Déjà vu.
Penulis dan satrawan asal Inggris Alex Morrit pernah mengatakan: “New Year: a new chapter, new verse, or just the same old story? Ultimately we write it. The choice is ours.”
Morrit benar. Semuanya bergantung pada pilihan kita: apakah datangnya tahun anyar bakal kita jadikan sebuah fase kehidupan baru atau justru tetap seperti tahun-tahun sebelumnya dipenuhi dengan kisah-kisah lawas yang terus berulang.
Telah menjadi tradisi, banyak orang melakukan semacam perayaan alias selebrasi pada momen pergantian tahun. Berlalunya tahun lawas dan tibanya tahun yang baru disambut dengan gegap gembita. Tidak sedikit orang menyongsong datangnya tahun anyar dengan menghelat pesta-pesta khusus.
Di negara kita, pesta kembang api maupun pesta mercon serta tiupan terompet menjadi tradisi yang tak terpisahkan dan kerap mewarnai datangnya tahun anyar.
Hal lain yang terkait dengan pesta tahun anyar adalah resolusi. Secara sederhana, resolusi dapat dimaknai sebagai tekad, komitmen, niat serta keputusan untuk melakukan sesuatu.
Tak sedikit yang membuat resolusi untuk tahun yang baru. Resolusinya bermacam-macam, dari masalah personal seperti menurunkan bobot tubuh hingga ke soal pekerjaan seperti memenuhi target-target karir maupun profesi.
Namun, ada yang menarik yang bertalian dengan resolusi ini. Kajian yang pernah dilakukan oleh Richard Wiseman, psikolog asal Inggris, dan kemudian dikutip David Ropeik (2013), mendapati bahwa sebagian besar resolusi Tahun Baru yang dibuat ternyata sama sekali tidak menjadi kenyataan. Dari 3.000 orang yang membuat resolusi Tahun Baru, dan diteliti Richard Wiseman, 88 persen di antaranya gagal total.
Sesungguhnya, ada resolusi atau tidak, dirayakan atau tidak, tahun akan senantiasa berganti. Seiring dengan itu, jatah usia kita pun kian berkurang.
Momen datangnya tahun yang baru alangkah baiknya kalau kita jadikan momentum untuk berkontemplasi ihwal apa yang seyogianya kita perbuat dalam mengisi sisa jatah hidup kita di muka Bumi ini. Dengan begitu, jatah usia yang tersisa tak lantas menjadi sia-sia dan sama sekali tak bermakna, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.