Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bustanol Arifin

Menyebarnya Virus-99 dan Pentingnya Sifat Qana'ah Manusia

Agama | Sunday, 24 Dec 2023, 09:40 WIB
ilustrasi virus 99 | sumber gambar: pixabay.com/geralt

Di sebuah negeri yang rakyatnya hidup dalam kubangan kemiskinan, dipimpin oleh seorang raja bijaksana. Meskipun miskin, hidup mereka sangat bahagia dan bahkan, lebih bahagia dari kehidupan sang raja. Fenomena ini, mengundang penasaran banyak orang, termasuk sang raja sendiri. Kok bisa, miskin tapi bahagia? Akhirnya, sang raja hendak melihat dan mengetahui secara langsung perihal informasi tersebut.

Benar saja, ketika dicek oleh raja, kabar yang beredar sesuai fakta di lapangan. Mereka, meskipun hidupnya jauh dari kesejahteraan sosial, tapi menjalani hidup bagaikan tanpa beban. Tenang, nyaman, senang, senyum dan tawa bahagia mereka memancar dari raut wajahnya, pertanda jiwanya sedang dalam kondisi sehat dan prima. Alih-alih kecewa dengan kondisi yang ada, malahan mereka menikmati kehidupannya.

Sang raja tambah penasaran, apa rahasia kebahagiaan mereka? Diutuslah para ahli kerajaan untuk menyelidiki dan mengetahui kasus ini. Sejurus kemudian, tim ahli tersebut behasil mendapatkan informasi dan segera melaporkan hasil temuannya kepada raja. Apa rahasianya? Tanya raja penasaran. Mereka, memiliki sifat Qana’ah yang sangat luar biasa, dan senantiasa mensyukuri karunia Tuhan, termasuk kemiskinan.

Oh, begitu! Ternyata, selama ini rakyatku menganggap kemiskinan itu bukanlah hantu yang menakutkan, tapi dianggap sebagai skenario Tuhan yang harus diterima, dijalani, dinikmati dan bahkan disyukuri. Gumam raja penuh pemahaman. Namun demikian, terbersit dalam pikiran sang raja untuk menguji rakyatnya dengan kekayaan. Jika dengan kemiskinan rakyatku bahagia, apakah lewat kekayaan mereka akan tetap bahagia?

Ia lantas meminta saran kepada penasehat kerjaan, ujian apa yang pas untuk menguji rakyatnya? Usulannya beragam, cuma satu yang diterima dan diputuskan untuk segera dilaksanakan, yakni menyebarkan virus-99 ke tengah-tengah mereka. Konon, dari sinilah virus-99 ini pertama kali menyebar, hingga akhirnya menyebar ke seantero dunia dan tidak terhitung sudah berapa jumlah korbannya.

Dipanggillah satu orang ke istana, sebagai sampel penyebaran virus-99 ini. Sesampainya di istana, ia diberi 99 keping emas oleh kerajaan. “Saya hendak memberi hadiah berupa 100 keping emas kepadamu, saya harap kamu menerimanya,” ujar raja. Dengan perasaan senang, diambillah hadiah tersebut dan langsung dibawa pulang. Tiba di rumah, ia buka hadiah itu dan dihitung dengan pelan-pelan.

Setelah dihitung, bukan 100, seperti yang diucapkan sang raja kepadanya, tapi hanya 99 keping emas. Ia hitung ulang dengan lebih pelan dan hati-hati, khawatir salah hitung. Tapi, hasilnya tetap sama, 99 jumlahnya. “Loh, katanya 100, kok Cuma 99 ini emasnya.” Katanya. Pikirannya sudah mulai fokus memikirkan 1 keping emas yang hilang. Bahkan, ia kembali menyusuri jalan menuju istana, siapa tahu jatuh di jalan.

Akhirnya, ia yang awalnya Qana’ah, senantiasa bersyukur dan bahagia sudah mulai gelisah. Setiap hari, hanya memikirkan 1 keping emas yang memang sebenarnya tidak akan pernah kembali atau ditemukan. Mulai suka melamun, gelisah, dan bahkan stress hingga akhirnya 1 keping emas itu merenggut kebahagiaan yang selama ini ia rasakan. Begitulah kira-kira virus-99 itu menyebar di kalangan umat manusia.

Apa hikmahnya? Terkadang, hidup dalam kubangan kemiskinan dan kemelaratan membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT. Senantiasa bersyukur dan menerima karunia apa adanya, tidak banyak menuntut banyak hal. Sehingga, menjalani hidup juga seimbang, selalu tenang dan nyaman meskipun dalam kondisi kesusahan. Memang, jika sudah dekat dengan Allah SWT, kebahagiaan hidup terasa mudah didapatkan.

Sebaliknya, dunia yang katanya menjanjikan kebahagiaan justru memberikan kesengraan. Orang yang sudah jatuh cinta pada dunia, sulit untuk mendapatkan rasa tenang. Sekedar merasa cukup dan menerima apa adanya saja susah, apalagi sampai bersyukur. Ia akan senantiasa merasa kurang dengan kekayaan yang sudah dimiliki, berapapun itu jumlah. Jika tidak hati-hati, bisa menjauhkan diri dari Allah SWT.

Dunia, ibarat virus-99 yang jika menjangkiti manusia dapat dengan mudah mematikan hati serta pikiran dari mengingat Allah SWT. Bayangkan, sudah punya 99 keping emas, masih ingin 100. Begitu seterusnya, hingga ajal menjemputnya. Maka, tidak ada kebahagiaan bagi orang serakah, pencinta dunia, penumpuk harta jika tidak dibarengi rasa syukur kepada-Nya. Virus-99 benar-benar merenggut kebahagiaan seseorang.

Artinya, sifat Qana’ah atau menerima apa adanya itu penting, terutama dalam menyikapi dunia. Dengan demikian, kita akan terhindar dari malapetaka kehidupan, berupa kufur kepada Allah SWT. Sudah pasti, sumber kebahagiaan datangnya bukan dari harta benda, tapi dari pemilik dunia itu sendiri, Allah SWT. Boleh memiliki banyak harta, tapi pastikan disertai dengan syukur kepada-Nya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image