Biografi dan Pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Ridha
Agama | 2023-12-22 00:18:09Pada saat Islam megalami kemerosotan disegala bidang aspek kehidupan, para pemikir politik Islam yang salah satunya termasuk Muhammad Rasyid Ridha dianggap sebagai pembaruan politik di Dunia Islam, karena mereka hidup pada saat perselisihan- perselisihan itu terjadi.Muhammad Rasyid Ridha merupakan murid terdekat Abduh, dan beliau aktif dibidang pers, politik dan pendidikan serta kajian pemikiran keagamaan.Rasyid ridho sendiri sebenarnya bukanlah seorang tokoh pemikir yang cenderung terhadap bidang politik,namun pemikiran politik yang di keluarkan oleh dirinya merupakan sebauh reaksinya terhadap persoalan yang ada pada umat islam yang menyebabkan kemunduran total terhadap beberapa aspek kehidupan pada saat itu.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Rasyid ibn Ali Ridha ibn Muhammad Syam al-Din al-Qalamuny. Dia dilahirkan pada 27 Jumadil Awal 1282 H atau pada 8 Oktober 1865 M, di Desa Qalamun di Lebanon, 4 km dari kota Tripoli.. Dia adalah seorang bangsawan Arab yang punya garis keturunan langsung kepada Sayyidina Husein ibn ‘Ali.Di usia 7 tahun, Rasyid Ridha dimasukkan orang tuanya ke madrasah tradisional taman pendidikan yang disebut dengan al-Kuttab di Qalamun. Di sini lah dia belajar membaca al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Madrasah ini beraliran asy-‘ariyah.
Setelah menamatkan pendidikannya di al-Kuttab, dia tidak langsung melanjutkan pendidikannya. Dia belajar bersama orang tuanya dan ulama setempat. Setelah berusia 17 tahun, Rasyid Ridha melanjutkan belajarnya di madrasah al-Wathaniyat al-Islamiyyah yang terletak di Tripoli, sekolah milik pemerintah Tripoli. Di sini dia belajar nahwu, sharaf, aqidah, fikih, berhitung, ilmu bumi, dan matematika. Pelajar disiapkan untuk bekerja di pemerintahan, karena enggan menjadi pegawai pemerintah, Rasyid Ridha memutuskan keluar setelah belajar selama satu setengah tahun.
Kemudian Rasyid Ridha melanjutkan pendidikannya di sekolah yang tergolong modern. Sekolah yang didirikan oleh Syaikh Hasan al-Jisr, seorang ulama besar Lebanon yang telah banyak dipengaruhi oleh pemikiran Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad ‘Abduh. Al-Jisr berpendapat bahwa umat Islam tidak akan maju jika tidak mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum secara terpadu. Di tempat inilah Rasyid Ridha mempelajari karya al-Ghazali dan Ibn Taimiyah yang kemudian mengilhami gerakan reformasinya.
Orang yang paling berpengaruh terhadap Rasyid Ridha adalah Muhammad ‘Abduh. Tulisan-tulisan Muhammad ‘Abduh melalui majalah Urwat al-Wustha membuat dia mengenal dua tokoh pembaharu, Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad ‘Abduh. Ide-ide kedua tokoh ini membuatnya ingin bergabung dan berguru kepada dua tokoh ini. Keinginan Rasyid Ridha untuk bertemu Jamaluddin al-Afghani tidak tercapai, karena al-Afghani lebih dulu meninggal dunia.
Pengaruh Muhammad ‘Abduh semakin kuat kepada Rasyid Ridha ketika Muhammad ‘Abduh kembali ke Beirut untuk mengajar sambil menulis. Pertemuan keduanya terjadi di Tripoli ketika Rasyid Ridha mengunjungi temannya yang bernama Syaikh ‘Abdullah al-Barakah pada 1885 M. Rasyid Ridha pun berdialog dan bertukar ide dengan Muhammad ‘Abduh.
Rasyid Ridha sempat menerapkan ide pembaharuannya di kota kelahirannya, namun mendapat tantangan dari penguasa setempat. Dia pun hijrah ke Mesir untuk mengikuti gurunya Muhammad ‘Abduh. Sejak saat itu Rasyid Ridha menjadi murid yang paling dekat dan paling setia kepada Muhammad ‘Abduh. Rasyid Ridha mengungkapkan keinginannya kepada sang guru untuk menerbitkan majalah yang akan menyalurkan ide-ide pembaharuan mereka. Sebulan setelah itu, Rasyid Ridha mengemukakan keinginannya untuk menerbitkan surat kabar yang mengolah masalah-masalah sosial, budaya, dan agama.
Pada awalnya Muhammad ‘Abduh menolak untuk menulis tafsir yang berkaitan dengan hal yang telah disebutkan di atas. Kemudian Rasyid Ridha mengusulkan agar Muhammad ‘Abduh mengajar tafsir. Melalui kuliah tafsir yang diberikan Muhammad ‘Abduh, Rasyid Ridha mencatat segala ide-ide pemabaharuan yang muncul dan disusun secara sistematis yang kemudian diserahkan kepada sang guru untuk diperiksa. Setelah mendapatkan pengesahan, barulah tulisan ini diterbitkan dalam majalah al-Manar.
Kumpulan tulisan yang termuat di majalah al-Manar inilah yang kemudian menjadi tafsir al-Manar. Pertama kali terbit pada 22 Syawal 1315 H atau 17 Maret 1898 M berupa majalah mingguan, selanjutnya menjadi bulanan sampai akhir 1935 M. Kuliah tafsir yang diberikan Muhammad ‘Abduh hanya sampai pada surat al-Nisa ayat 125. Hal tersebut dikarenakan Muhammad ‘Abduh telah meninggal dunia pada 1905 M. maka untuk melengkapi tafsir tersebut, Rasyid Ridha melanjutkan kajian tafsir tersebut. Rasyid Ridha meninggal dunia pada 2 Agustus 1935 M.
Menurutnya pembaharuan mutlak harus dilakukan, karena tanpa itu umat Islam akan terus dalam keadaan jumud. Sama seperti tokoh lainnya, Rasyid Ridha juga melihat kemunduran karena umat Islam tidak memegang dan menjalankan ajaran Islam yang sebenarnya. Pembaharuan yang dilakukan Rasyid Ridha bisa dibagi ke dalam beberapa bidang, yaitu:
A. Pembaharuan Bidang Keagamaan
Pemikiran nya dalam bidang agama sendiri tidak jauh berbeda dengan gurunya(Muhammad Abduh), yaitu umat Islam mengalami kemunduruan dikarenakan tidak menganut ajaran Islam sebenarnya. Banyaknya perilaku bid’ah, khurafat, takhayul, jumud, serta taklid dipandang sebagai penyebab kemunduran umat Islam. Oleh karena itu pemahaman yang seperti itu menurutnya harus dikikis dan disingkirkan.
Rasyid Ridha banyak menyoroti masalah akidah. Umumnya umat Islam mempunyai pengalaman agama yang taklid. Umat Islam pada masa ini lebih memilih hokum yang sudah baku saat itu dan dianggap sebagai kebenaran mutlak. Dengan demikian jika didapati pemahaman baru, mereka menganggap tidak sesuai dengan paham mereka.
Kecendrungan taklid ini juga bisa menimbulkan sikap saling menyalahkan terhadap kelompok yang berbeda. Hingga tidak jarang kita temukan sampai terjadi pertentangan dan permusuhan. Keanekaragaman paham ini semakin memunculkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Rasyid Ridha mengatakan umat Islam yang murni itu sederhana sekali, sesederhana dalam ibadah dan muamalat. Ibadah kelihatannya ruwet karena dalam ibadah ditambah hal-hal yang bukan wajib. Sedangkan muamalat, dasar-dasaryang diberikan seperti keadilan, persamaan, pemerintahan syura. Hokum-hukum fikih mengenai kemasyarakatan sungguh pun berdasar pada al-Qur’an dan Hadis tidak boleh dianggap absolute. Hukum-hukum itu timbul karena perubahan situasi dan zaman. Rasyid Ridha juga menganjurkan untuk bertoleransi terhadap perbedaan mazhab. Dia menganjurkan pembaharuan dalam bidang hokum dan penyatuan terhadap mazhab.
B. Pembaharuan Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan peradaban di Barat menurut Rasyid Ridha muncul karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rasyid Ridha sangat mendukung program gurunya Muhammad ‘Abduh untuk memasukkan ilmu-ilmu umum ke dalam lembaga pendidikan milik umat Islam. Hal itu karena menurutnya ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Untuk itu tidak mengapa belajar ilmu-ilmu modern asalkan dimanfaatkan dalam hal kebaikan.
Selain memasukkan ilmu-ilmu umum ke dalam lembaga pendidikan Islam, Rasyid Ridha juga mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama al-Dakwah wa al-Irsyad pada 1912 M di Kairo, Mesir. Sebelumnya dia mendirikan di Konstantinopel, akan tetapi tidak mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
Latar belakang pendirian madrasah ini ialah karena adanya keluhan-keluhan yang disampaikan melalui pesan surat dari negeri-ngeri Islam akan adanya misionaris. Selain itu banyaknya orang-orang Islam memasukkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Kristen karena di sini diajakarkan pelajaran umum dan teknologi modern. Untuk mengimbangi hal inilah pendirian Madrasah dipandang perlu untuk meluaskan misi Islam.dengan berdirinya sekolah tersebut diharapkan para lulusan dari sekolah akan dikirim ke Negara mana saja yang memerlukan bantuan tenaga pengajaran dan pendudukan.
C. Pembaharuan Bidang Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Menurut Rasyid Ridha, hukum dan undang-undang tidak dapat dijalankan tanpa kekuasaan dari pemerintah. Oleh karena itu, kesatuan umat memerlukan suatu bentuk negara. Negara yang dianjurkan olehnya adalah negara dalam bentuk kekhalifahan.Kepala negara ialah khalifah. Khalifah, karena mempunyai kekuasaan legislatif,harus mempunyai sifat mujtahid. Tetapi, khalifah tidak boleh bersifat absolute. Ulama merupakan pembantu- pembantunya yang utama dalam soal pemerintahan umat. Khalifah adalah mujtahid besar dan dibawah kekhalifahan lah, kemajuan dapat dicapai dan kesatuan umat dapat diwujudkan.Pada tahun 1314 H/1897 M sepeninggalan Al-Afgani, Rasyid Ridha berkeinginan untuk hijjrah ke Mesir disana Dia menemui Muhammad Abduh sebagai penganti Al-Afgani.Dia menemukan bahwa iklim kebebasan yang ada di Mesir sangat penting dalam mewujudkan ambisinya yang baru.
Pada tahun 1921, Dia menjabat sebagai ketua konggresnasional Suriah di Damaskus dan pada tahun itu juga Dia menjabat sebagai wakil Suriah dan Palestina yang diutus ke PBB untuk menentang aksi Inggris dan Perancis.Salah satu aktifitas Rasyid Ridha yang paling menonjol adalah usahanya dalam mempersatukan umat Islam dan kebangkitan kaum Muslimin di negara-negara Islam. Rasyid Ridha berkeinginan untuk menghidupkan kembali kekhalifahan yang absolute, yang pada saat itu telah dihapuskan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Jabatan khalifah baginya adalah wajib syar’i,dan eksestensi Khilafah sangat penting dalam rangka penerapan hukum syari’at Islam. Hal ini sejalan dengan pandangannya, bahwa Islam adalah agama untuk kedaulatan politik dan pemerintahan. baginya bentuk pemerintahan lain tidak bisa menerapkan syari’at Islam. Untuk mendukung pendapat tersebut, Rasyid Ridha memberikan pengertian yang satukepada khilafah,imamah al-‘uzhmat dan imarah al-mu’minin,yakni kepada pemerintahan untuk menegakkan urusan agama dan urusan dunia.
Karena itu Rasyid Ridha mengaris bawahi pendapat Al-Taftazani yang mengatakan,imamah adalah kepemimpina umum dalam urusan agama dan dunia yang diwarisi dari Nabi.Dia juga sependapat dengan al-Mawardi yang mengatakan,imamah itu ditegakkan sebagai penganti Nabi dalam memelihara urusan keagamaan dan keduniaan.Lebih lanjut, Rasyid Ridha juga mengedepankan pendapat dan argumentasi Al-As’ad tentang kekhalifahan wajib syar’i yaitu adanya ijma’ sahabat dalam hal pengukuhan Abu Bakar
sebagai khalifah (pengganti) Nabi sampai mereka mendahulukannya dari pada penguburan Nabi. Dengan adanya imam, pelaksanaan hukum syari’at terjamin dan terhindar dari berbagai mudarat. Adanya kejawajiban taat pada Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah memang menhendaki diangkatnya seorang Imam.Pandangan dan argumentasi Rasyid Ridha yang dikemukan tersebut itu menunjukkanDia adalah pemikir konservatif . Dia juga masih terikat pada pendapat-pendapat ulama abad pertengahan. Padahal Dia telah berhadapan dengan zaman modern dan menyaksikankebobrakan sistem kekhalifahan yang dihapuskan oleh Musatafa Kemal Attaturk. Dengandemikian Dia tidak memunculkan pemikiran politik orisinal. Sebab Dia masih inginmempertahankan eksistensi khilafah yang dalam prakteknya cenderung absolute dan otokrasi,yang terjadi pasca Khilafah Khulafa’ al-Rasyidin.
Rasyid Ridha yang tetap mempertahankan sistem kekhilafah tetapi mengiginkan adanya perbaikan dalam bidang pemerintahan tersebut, yaitu pelaksanaan syura dalam pemilihan khalifah, yang selama ini berjalan turun-temurun. Mengenai tugas khalifah, menurut Rasyid Ridha, tidak hanya berfungsi menegakkan syaria’at agama tetapi juga berfungsi dalam urusan dunia. Tugas keagamaan khalifah meliputi penyebaran dakwah Islam, pelaksanaan keadilan, pemeliharaan agama dari ancaman musuh dan bid’ah dan pelaksanaan musyawarah. Dalam pendapat yang dikemukakan diatasmemggabarkan sosok pemikiran Ridha yang konservatif terikat kepada tradisi dan pemikiranzaman klasik. Karena keterikatan itu dan keberadaan khalifah wajib syar’i, maka sistem kekhalifahan baginya, yang mempunyai sifat internasionalisme,Kekuasaan politik yangmendunia. Artinya di dalam dunia Islam hanya boleh satu khilafah dan seorang khalifah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.