Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image FITRI TRI WAHYUNI -

Konten Self-diagnose Mengenai Disabilitas Perkembangan, Apakah Membantu?

Curhat | Wednesday, 20 Dec 2023, 15:34 WIB
Sumber : FreeImages

Disabilitas perkembangan atau developmental disability adalah disabilitas yang mempengaruhi perkembangan kognitif dan mental dalam fisik, perilaku, belajar, dan komunikasi. Contoh-contoh disabilitas perkembangan seperti autisme, cerebral palsy, down syndrome, fetal alcohol syndrome, dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Istilah yang penting untuk diketahui adalah neurodivergent yang merupakan istilah biasanya dideskripsikan kepada orang-orang dengan disabilitas perkembangan.

Masyarakat pada umumnya lebih mengetahui autisme dan ADHD karena populasi mereka di Indonesia yang lebih tinggi dari disabilitas perkembangan lainnya. Saat ini, konten Tiktok dengan hashtag #adhd mencapai 33.4 milyar penonton dengan hashtag #autism mencapai 32 milyar penonton yang menandakan tingginya interaksi terhadap konten-konten tersebut yang tersebar di dunia.

Fenomena self-diagnose, berguna untuk diri sendiri atau perhatian?

Dalam sosial media Indonesia, terutama Tiktok dalam ruangan komunitas mengenai ADHD dan autisme, konten gejala-gejala untuk mengetahui bahwa mereka mempunyai salah satu kondisi itu sedang menjadi populer dengan adanya diskusi pro dan kontra dari masyarakat umum dan komunitas neurodivergent. Ada yang berpendapat bahwa konten ini mampu membantu orang-orang untuk melakukan diagnosa awal tanpa bantuan tenaga profesional, namun ada juga yang berpendapat bahwa konten ini bersifat tidak valid atau tidak jujur dalam mencoba membantu karena adanya orang yang menggunakan disabilitas sebagai konten utama untuk mendapatkan uang.

Hal ini diperparah lagi dengan keberadaan orang yang suka mencari perhatian dengan menggunakan dan berpura-pura memiliki kondisi disabilitas dengan alasan dirinya sudah melakukan self-diagnose. Karena disabilitas perkembangan tidak bisa dilihat secara fisik dan bersifat spektrum yang artinya semua orang neurodivergent sesungguhnya tidak mempunyai kesamaan satu sama lain, hal ini justru dipakai untuk menarik perhatian dan menyebarkan stereotip yang bersifat berbahaya. Sifat ini tidak hanya bersifat mengejek orang-orang dengan disabilitas yang dirundung karena kondisinya, namun juga bersifat berbahaya karena mempromosikan sifat perundungan dan juga menyebar misinformasi kepada orang-orang awam.

Maraknya konten-konten bersifat kesehatan dalam sosial media juga dapat menambah masalah. Orang-orang menggunakan sosial media untuk mendapat info atau hiburan dalam sekejap, sehingga tidak kaget jika banyak orang yang termakan kata-kata tanpa menelaah jika konten ini dibuat oleh tenaga profesional dengan sumber valid atau tidak.

Apa sisi lain yang bisa diambil hikmahnya?

Dengan adanya diskusi seputar fenomena self-diagnose, seseorang yang bingung dengan diri sendirinya dan tidak mampu mendapatkan layanan profesional dapat mengetahui sepotong bagian dari dirinya mengenai kondisinya yang belum pernah diketahui. Meskipun ada konten-konten self-diagnose yang bersifat misinformasi, masih ada konten-konten yang dibuat oleh tenaga profesional untuk mengedukasi dan menyebar wawasan mengenai disabilitas yang bersifat tidak kelihatan secara fisik dan terlihat umum ini. Self-diagnose sebetulnya mampu membantu seseorang untuk menyadari dan menerima kondisi dirinya terutama bagi yang tidak mampu secara finansial atau sosial, namun tentunya akan ada orang yang tidak bertanggung jawab memakai teknik diagnosa tersebut untuk mencari perhatian.

Konten self-diagnose, mau sifatnya mampu membantu individu untuk mendapatkan diagnosa terlebih dahulu dan mencari tenaga profesional atau bersifat manipulatif dimana individu akan merasa bahwa dirinya mempunyai disabilitas meskipun nyatanya tidak dan menggunakan pemahaman yang sebetulnya tidak valid untuk perhatian, patut diketahui bahwa konten ini juga menyebar pengetahuan kepada orang-orang awam secara sehat ataupun tidak melalui algoritma.

Algoritma mampu mengangkat konten dengan topik-topik yang jarang didengar oleh masyarakat umum karena adanya interaksi terhadap post tersebut seperti menyukai, mengomentari, dan membagikannya kepada orang lain. Meskipun kegiatan ini terlihat kecil dampaknya, algoritma mampu mendorong konten tersebut kepada orang yang mempunyai posisi dan dampak yang lebih tinggi seperti influencer atau tenaga professional. Hal ini mampu mendorong para peneliti atau masyarakat umum untuk mempunyai rasa ingin tahu yang harapannya nanti mampu membantu orang-orang difabel dalam membantu perkembangan kehidupan mereka.

Penting untuk diketahui bahwa informasi bersifat kesehatan sudah sepatutnya ditelaah baik-baik dan lebih baik jika mampu untuk segera pergi ke tenaga profesional untuk mendapatkan diagnosa lebih dini secara valid untuk mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan.

Orang-orang yang mempunyai disabilitas dalam bentuk apapun juga seharusnya tidak dirundung atau dianggap sebagai makhluk spesial yang perlu diperlakukan seperti bayi atau aib, sehingga penting untuk selalu mempunyai keterbukaan hati dalam berinteraksi kepada siapapun dan juga diri sendiri jika mengetahui bahwa diri tersebut memang mempunyai disabilitas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image