Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image taufik sentana

Tradisi Debat dalam Kultur Islam

Gaya Hidup | Wednesday, 20 Dec 2023, 01:47 WIB

Ada banyak motif dan sebab terjadinya debat, dan kapan debat itu menjadi layak dan penting. Kebanyakan yang kita lihat adalah debat yang lazim, di ruang sidang misalnya, atau debat ala panelis di siaran TV, atau seperti debat capres, selebihnya debat di kampus dan beberapa lomba tertentu.

Mungkin yang paling sering adalah “debat” kita terhadap hal hal remeh dan tak berujung di meja Warkop. Atau debat dan konfrontasi di rumah tangga.

Banyak debat menjadi tak berguna karena landasan ilmu dan konpetensi yang minim dan etika negatif saat debat. Walau tidak semua debat mesti dimenangkan oleh satu pihak, namun beberapa kasus yang layak didebatkan akan sah saja bila dipilih pemenangnya berdasarkan indikasi keilmuan, metodologi dan etika.

Dok.istimewa.aceh

Jadi sangat penting menghidupkan kembali tradisi debat dalam kultur kita. Sebagaimana kejayaan Islam di fase Daulah, (Abbasiyah) sering diadadakan forum debat, tidak hanya di kearajaan, tapi juga di ruang terbuka.

Pada tradisi Imam Mazhab juga sering terjadi perdebatan, semisal Imam Syafi'i dengan kelompok Mazhab Maliki.

Namun perdebatan di atas tidak sampai merusak tali keilmuan dan persaudaraan. Sebab, pada awalnya debat dimaksudkan untuk melatih logika berfikir, wawasan, metodologi dan penerimaan yang tinggi terhadap lawan debat.

Debat yang baik bisa saja menghasilkan konklusi alternatif atau jalannya masing masing, sesuai materi yang didebatkan. Maka sering kita dengar dari istilah guru guru kita, ” Kita bisa saja setuju untuk tidak sepakat”.

Disinilah debat diperlukan untuk melatih keberanian intelektual yang elegan, terbuka dan penuh kerendahan hati.

Dan sepertinya menarik, bila apa yang direncanakan saudara Tayeb pada bincang ringan lalu, tentang upaya menghidupkan ruang debat (mujadalah) di Aceh khususnya, juga Indonesia, agar khazanah kebudayaan dan tradisi berfikir kita tidak macet.

Semoga kita semua berani mendukung tradisi debat ini. Sebab, tentu tidak semua kita berani berdebat.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image