Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Raulina Simbolon

Permasalahan Kurangnya RTH di Wilayah Perkotaan

Eduaksi | 2023-12-18 13:37:35

Ruang Tata Hijau merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Yang bertujuan untuk menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam binaan dan lingkungan perkotaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat serta untuk meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

RTH juga memiliki tujuan untuk mereduksi polutan dan menjaga ekosistem. Adapun jumlah polutan yang dapat direduksi oleh RTH ialah mencapai 69% . dari fungsi dan tujuan RTH diatas, dapat kita artikan bahwa RTH merupakan bagian yang penting dalam wilayah kota, namun faktanya bahwa banyak kota yang masih belum mencukupi RTH yang di atur. Ruang terbuka hijau (RTH) yang kurang di perkotaan merupakan permasalahan serius yang dapat berdampak negatif pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa penyebab kurangnya RTH antara lain adalah ketidakmampuan ekonomi, maraknya lahan ilegal untuk pemukiman, perubahan tata guna lahan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan, dan lemahnya pengawasan serta penegakan hukum terkait RTH.

Dalam Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara tegas menentukan bahwa proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah. Minimnya luas RTH di kota dapat disebabkan oleh tiga hal. Menurut Danis, hal hal yang mempengaruhi kurangnya RTH ada beberapa yaitu Pertama, minimnya lahan yang dimiliki pemerintah setempat untuk dikembangkan menjadi RTH. Kedua, pemerintah tak memiliki dana untuk menambah ruang terbuka. Penyebab ketiga, pembelian lahan untuk diubah menjadi ruang terbuka tak gampang, entah karena alasan harga atau lokasi yang tidak strategis. Sedikitnya kota yang memenuhi luas RTH minimal 30 persen bisa juga disebabkan karena tidak adanya sanksi, baik pidana maupun sosial, atas peraturan itu. UU Penataan Ruang tidak mengatur sanksi yang bisa diberikan seandainya pemerintah daerah gagal memenuhi RTH minim 30 persen dari luas wilayahnya. Selain itu, masyarakat di perkotaan juga tak banyak yang sadar akan pentingnya ruang terbuka. Ahli arsitektur dan perkotaan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Profesor Johan Silas mengatakan ruang terbuka memegang peran penting untuk menjaga kesehatan dan penyediaan udara yang baik bagi warga yang tinggal di kota. Menurutnya, jika masyarakat sadar akan pentingnya RTH maka sanksi sosial harusnya bisa mereka berikan kepada pejabat pemerintah daerah yang gagal menyediakan ruang terbuka. Sanksi itu misalnya, berupa tindakan tak memilih pejabat yang gagal menambah ruang terbuka pada Pemilu.

Untuk mengatasi permasalahan kurangnya RTH ini, diperlukan langkah-langkah konkret seperti penegakan aturan, optimalisasi lahan kosong sebagai RTH, peningkatan kesadaran masyarakat, serta perubahan kebijakan terkait perencanaan dan pengelolaan RTH.

Seperti kasus yang terjadi pada kota Medan yang RTH wilayah kotanya masih memiliki 5 hektar RTH dari luas wilayahnya sekitar 26.510 hektar yang tidak sesuai dengan UU Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa luas RTH 30% dari luas wilayah. Namun dikarenakan sulitnya untuk mewujudkan luas RTH sesuai aturan UU Penataan Ruang, RTH Kota Medan ditetapkan hanya menjadi 16 persen. Diduga karena kurangnya RTH ini yang menyebabkan semakin naiknya suhu di kota Medan, jika ini terus berlanjut maka bukan hanya naiknya suhu tetapi dapat memicu pemanasan global.
Analisis Permasalahan

Permasalahan kurangnya RTH tersebut didasarkan Ketentuan UU Penataan Ruang, Namun untuk masalah Sanksi masih belum ada Sanksi pidana maupun sanksi sosial atas peraturan tentang masalah ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image