Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shela Rahmadhani, S. Pt.

Marketing Politik dalam Pemilu

Politik | 2023-12-17 23:41:33
Foto : kajian ibu ibu di salah satu Kabupaten di Sumatera Utara

Jamaah oh jamaah Alhamdulillah.. Demikianlah panggung menggelegar dalam sebuah perhelatan akbar salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang tidak kaleng-keleng menghadirkan ulama dari Jakarta yang kerap menggunakan kata populer tersebut. Ditengah sorak gembira nuansa kuning membaluti jamaah layaknya matahari pagi yang menjanjikan masa depan yang cerah dan penuh dengan kehangatan. Walaupun, jika nuansa kuning dirasakan lebih lama jadinya seperti berada dalam acara partai besar tertentu sementara acara bersifat umum. Hadirnya ulama tersebut, menjadikan masyarakat menerka bahwa terjadi peningkatan aspek religius di sana sehingga mereka bahagia. Namun tak jarang pula orang lain berfikir berbeda seperti "adakah udang di balik bakwan"?

Tidak dipungkiri bahwa sebentar lagi akan masuk tahun politik. Masing masing partai sibuk mempersiapkan segala hal untuk memenangkan pemilu. Layaknya film Holywood maupun Drama Korea, proses pemilu kadang membuat masyarakat bak naik roller-coaster. Sebentar-sebentar sudah suka dengan paslon yang ini, sebentar-sebentar sudah benci paslon yang itu. Sangat wajar elektabilitas calon juga naik turun dalam tiap survei-survei Capres-Cawapres.

Terlepas dari itu semua, ada hal yang harus difahami mendalam dan boleh jadi muncul fenomena baru sebagai hasil kedinamisan kehidupan manusia. Saat ini politik tampaknya membutuhkan market. Dengan demikian politik membutuhkan pasar, cara-cara promosi dan memperkenalkan produk hingga akhirnya dibeli atau terpilih. Sesuatu yang baik bukanlah perkara yang salah untuk dipromosikan. Dan sesuatu yang buruk justru hendaknya tertutup rapi sebagai aib.

Bicara marketing politik adalah bicara memasarkan ide, memasarkan visi dan misi, memasarkan kecerdasan dan kemampuan dalam mengurus masyarakat. Marketing politik juga meninggikan kelompok baik dihadapan kelompok yang buruk. Bukan meninggikan sebuah kelompok dengan bermain trik yang berpijak pada kekuasaan dan modal.

Cara-cara marketing politik yang dipakai hari ini justru mempertontonkan praktik politik dinasti dimana membangun struktur politik dari rumah dan muslim people base (memanfaatkan umat islam).

Amanah politik adalah sesuatu yang berat dan harus dipegang oleh yang memenuhi syarat. Sehingga para politikus bersaing dengan fokus kepada kinerja dan kelayakan, memperkenalkan ide politik, kedalaman pengetahuan dan keahlian. Sedangkan jika sibuk memperkenalkan diri, padahal tidak memiliki kapasitas, memicu munculnya permainan trik. Trik adalah cara mudah sampai ke tujuan, namun hal tersebut mencederai dunia. Bahkan agama Islam sendiri melarang melalui sabda Rasulullah ;

"Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari).

Setahun, dua tahun, atau bahkan sepuluh tahun tentu akan dipanen hasilnya. Misal, jika urusan politik keuangan diberikan kepada yang tidak pandai mengatur alur masuk-keluar anggaran, maka akan terjadi penimbunan hutang setelah sepuluh tahun ke depannya. Hal yang sama akan terjadi pada contoh lainnya, karena kaidah tersebut umum berlaku untuk praktik apa saja.

Demikian pula trik untuk memanfaatkan jumlah umat islam yang banyak. Umat islam dilahirkan untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam melanjutkan tugas Rasulullah. Umat islam memiliki syiar-syiar, memiliki simbol-simbol, dan memiliki identitas. Syiar, simbol, dan identitas sangat berpeluang untuk dibawa bersama politik. Namun, politik yang dapat membawa islam adalah politik islam yang bertujuan meninggikan ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah sering menggunakan politik untuk menggentarkan musuh sehingga mereka dapat ditaklukkan dan masuk ke dalam islam. Itulah politik islam. Tentu berbeda dengan politik praktis yang justru berasas sekuler. Trik politik seperti itu justru menjelaskan bahwa islam hanya dimanfaatkan dan dapat masuk ke dalam tindakan menipu Allah SWT.

Politik adalah mengurusi umat bukan promosi diri dan trik. Pengurus rakyat yang amanah dinanti masyarakat. Pengurus rakyat yang pendusta hanya akan menjadi cela dikemudian hari.

Oleh : Shela Rahmadhani, S. Pt

(Alumni Universitas Gadjah Mada)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image