IKABA FIB UI Gelar Webinar Nadwah Ilmiah, Bahas Modernisme Pendidikan Mesir
Edukasi | 2023-12-17 13:32:18Departemen Keilmuan Ikatan Keluarga Asia Barat (IKABA) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia menggelar webinar Nadwah Ilmiah yang membahas modernisme pendidikan di Mesir serta dampaknya terhadap Indonesia, pada Sabtu (9/12/2023), melalui media platform Zoom Meeting.
Nadwah Ilmiah merupakan suatu program kerja IKABA FIB UI yang menjadi puncak acara ikonik tahunan Program Studi Arab FIB UI. Kegiatan ini diselenggarakan dalam bentuk webinar yang membahas isu-isu kontemporer Dunia Arab, Timur Tengah, dan Islam. Pada tahun ini, Nadwah Ilmiah mengangkat tema “Mengulik Modernisme Pendidikan Mesir dan Dampaknya terhadap Indonesia” dengan menghadirkan narasumber Dr. (H.C.). Lutfi Rauf, M.A., Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Arab Mesir, dan dipandu oleh moderator Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P., Ph.D, Dosen Program Studi Arab FIB UI.
Turut hadir pula dalam kegiatan ini Koordinator Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Kairo, Dr. Rahmat Aming Lasim, M.B.A., Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo, Prof. Bambang Suryadi, M.B.A., Wakil Dekan I Bidang Pendidikan FIB UI, Dr. Untung Yuwono, serta para dosen Program Studi Arab. Webinar ini juga dihadiri oleh peserta mahasiswa dari berbagai Universitas dalam negeri serta PPI Timur Tengah dan Afrika, terutama mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
“Mesir merupakan negara yang sangat tua dalam segi budaya dan civilizations. Mesir juga dikenal sebagai negara para nabi” ujar Duta Besar Lutfi Rauf, M.A. dalam pembukaannya, Sabtu (9/12/2023). Ia melanjutkan dengan penjelasan mengenai periodisasi sejarah peradaban dan keilmuan di Mesir sejak era kenabian hingga Mesir era republik saat ini.
Lutfi Rauf menyampaikan, Fase Modern di Mesir berada dibawah kekuasaan Muhammad Ali Pasha, Bapak Pendidikan Modern Mesir. Sejak abad 19, Ali Pasha membangun sekolah dan universitas modern di Mesir dan menginisiasi pengiriman kader ilmuwan ke Eropa. Menurut Lutfi Rauf, Mesir melakukan investasi dalam pengiriman kader-kader ke Eropa. Selain di bidang pendidikan, Ali Pasha juga banyak berkiprah dalam bidang industri, militer, media, dan ekonomi. Modernisasi di Mesir berasal dari pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan.
Tokoh pembaharuan di Mesir diantaranya Rifa’ah At Thahthawi, alumni Al-Azhar yang menjadi imam utusan mesir di Prancis dan mendirikan madrasah Alsun, dan Muhammad Abduh, seorang lulusan Al-Azhar, mufti mesir, dan penggagas kurikulum dan revitalisasi Universitas Al-Azhar.
Lanjut Lutfi Rauf, terdapat dua model lembaga pendidikan di Mesir pada masa pra Republik, yaitu lembaga tradisional seperti masjid Al-Azhar, dan juga lembaga modern, diantaranya Madrasah Alsun, Madrasah Tibb, Madrasah Ziro’ah, Daarul Ulum, dan Universitas Kairo. “Jika kiblat ibadah umat Islam adalah ka’bah, maka kiblat ilmu pengetahuan Islam adalah Mesir, itulah yang menjadi perspektif bangsa Indonesia jika berbicara tentang Mesir,” ucapnya.
Al-Azhar, salah satu lembaga pendidikan tertua di dunia telah mengalami beberapa kali perubahan dan pembaruan pada kurikulum, manajemen pendidikan, dan tata administrasinya. Pembaruan terakhir melalui Konstitusi Mesir 2019 menyatakan bahwa Al-Azhar sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab penuh dalam urusan keagamaan di Mesir. “Namun, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, Al-Azhar juga tetap memberikan kuliah non-keagamaan,” jelas Lutfi Rauf.
Selanjutnya, Duta Besar Lutfi Rauf menjelaskan mengenai peran Indonesia dalam pembaharuan Al-Azhar. Dalam catatan sejarah, adanya peran Rahmat Al-Yunusiah dalam membina perempuan di Indonesia menjadi ilham bagi Al-Azhar untuk membuka fakultas khusus untuk perempuan, Kulliyatul Banaat, pada tahun 1962. Kedekatan Ir. Soekarno dan Nasser pun membuat rencana penutupan Al-Azhar gagal dan berkat masukan Ir. Soekarno, Mesir akhirnya melakukan revitalisasi Al-Azhar. Disamping itu, bukti lain kuatnya hubungan Indonesia dengan Al-Azhar yaitu secara berkalanya kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar ke Indonesia.
“Kedekatan Mesir-RI ditandai oleh pengakuan kemerdekaan oleh Mesir terhadap Indonesia tidak lama setelah proklamasi. Hal ini tidak terjadi begitu saja, ada rentetan peristiwa dimana pengaruh modernisme pendidikan terhadap nasionalisme Mesir dan Indonesia yang saat itu sama-sama berada dibawah kekuasaan asing,” jelasnya.
Diantara faktor pendorong para pelajar Indonesia untuk belajar ke Mesir yaitu gencarnya gerakan nasionalisme Mesir dan geliat pendidikan, terutama Al-Azhar, juga banyaknya sumber rujukan. Selain itu, akses pendidikan di Indonesia pada zaman Hindia Belanda sangat terbatas, sehingga Mesir menyediakan alternatif bagi banyak pemuda Indonesia yang haus akan ilmu pengetahuan.
Duta Besar Lutfi Rauf, M.A. menyampaikan, proses belajar tidak hanya di ruang kelas, oleh karena itu, para pelajar Indonesia di Mesir juga berperan sebagai penerjemah dan redaktur bahasa-bahasa nusantara seperti Aceh, Jawa, Melayu, dan sebagainya, sehingga ilmu-ilmu yang mereka dapat di Mesir dengan mudah di-transfer ke nusantara.
Peran mahasiswa dan alumni Mesir bagi Indonesia pun sudah banyak terlihat sejak dahulu. Para mahasiswa menerbitkan majalah “Seruan Al-Azhar” yang menjadi media untuk menumbuhkan nasionalisme mahasiswa Indonesia di Mesir, mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya pertama kali dalam bahasa Arab. Lalu, peran Abdul Kahar Muzakir, mahasiswa Al-Azhar yang menjadi peserta kongres Islam di Palestina pada 1931. “Mesir dan Palestina memiliki kontribusi besar dalam eksistensi Republik Indonesia yang kita hidup dan tinggali sekarang,” ungkap Lutfi Rauf.
Untuk melestarikan hubungan dekat ini, Indonesia memiliki pusat kebudayaan di Mesir. Tujuannya, untuk mempromosikan budaya Indonesia bagi masyarakat Mesir terutama generasi muda, karena pemahaman tentang Indonesia lebih banyak dimiliki oleh generasi tua.
Di akhir pemaparannya, Duta Besar RI Lutfi Rauf, M.A. menjelaskan peluang serta tantangan bagi kerjasama Indonesia dengan Mesir, terutama di bidang pendidikan. “Inilah tugas generasi muda bagaimana me-utilize kesadaran yang kuat untuk dieksplor lebih lanjut dengan memanfaatkan potensi-potensi peluang yang belum terolah sampai sekarang,” ungkap Lutfi Rauf.
Dr. Rahmat Aming Lasim, M.B.A. dan Prof. Bambang Suryadi, M.B.A. mewakili narasumber pada sesi tanya jawab pada webinar ini karena narasumber utama, dalam hal ini, Dr. (H.C.). Lutfi Rauf, M.A. memiliki agenda lain yang tidak dapat ditinggalkan. Pada sesi ini, disinggung juga mengenai kerjasama pendidikan antar perguruan tinggi di Indonesia dan Mesir dengan memanfaatkan program MBKM yang diterapkan di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Ade Solihat, S.S., M.A., selaku perwakilan Dosen Program Studi Arab FIB UI menyampaikan bahwa pertemuan pada webinar ini sebagai salah satu inovasi pembelajaran yang baru dan merupakan suatu bentuk studi independen yang termasuk di dalam program kampus merdeka, dimana mahasiswa tidak hanya belajar di ruang kelas saja.
“Harapannya setelah adanya webinar ini, mahasiswa dapat didekatkan dengan sumber-sumber pembelajaran dan cara yang lebih inovatif, yang lebih mendekati kepada diskusi-diskusi dimana biasanya apa yang kita diskusikan tentang kajian wilayah selalu dalam konteks teks buku. Namun, kita juga dapat mendengar cerita dari Bapak Dubes dan yang sedang bertugas ke negara Kairo,” ungkap Dr. Ade Solihat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.