Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Vindy W Maramis

Mengapa Eks Napi Korupsi Bisa Nyaleg Lagi?

Politik | 2023-12-15 10:24:27
Ilustrasi Korupsi. Sumber : iStock.

Sepertinya saat ini masyarakat masih disibukkan dengan euforia Pilpres 2024, hingga lupa atau teralihkan dari informasi pemilihan calon legislatif (caleg) yang juga akan diadakan serentak di tahun 2024 nanti.

Per bulan November lalu, ICW (Indonesia Corruption Watch) telah menemukan ada 49 daftar nama calon legislatif yang merupakan eks terpidana korupsi dan masuk ke Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024.

Jumlah tersebut terdiri dari 22 eks koruptor yang menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 27 eks koruptor menjadi caleg DPR tingkat pusat.

Nir Etika dan Moral

Dilihat dari segi etika dan moral, jelas pejabat publik yang pernah melakukan tindak pidana korupsi namun masih berani ikut mencalonkan diri lagi adalah orang-orang yang nir etika dan moral. Orang-orang seperti ini justru lebih berbahaya karena jelas terlihat nafsu kekuasaannya. Istilah "kesempatan kedua" sepertinya tidak layak diberikan kepada orang-orang seperti ini, karena konon katanya korupsi itu seperti candu.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa mantan narapidana kasus korupsi masih bisa melanggengkan kaki dalam kontestasi pemilu?.

KPU dalam merilis daftar nama caleg tidak transparan menyantumkan track record dan latar belakang para calon legislatif sehingga masyarakat tidak sepenuhnya tahu tentang informasi calon legislatif. Partai politik pengusung juga masih memberikan karpet merah kepada anggota partai yang pernah melakukan tindak pidana korupsi.

Adanya Peluang dalam Undang-Undang Demokrasi

Berdasarkan Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 2017 Pasal 240 (1) huruf G tentang Pemilihan Umum (Pemilu) disebutkan bahwa memang tidak ada larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar.

Demokrasi ternyata membuka peluang hal ini terjadi. Prinsip dalam demokrasi yakni freedom (kebebasan) dan voting (suara mayoritas) juga menimbulkan banyak kekacauan dan kelemahan. Tidak ada landasan hukum yang baku dan jelas menyebabkan mantan narapidana korupsi bebas melanggengkan kaki dalam kontestasi pemilihan umum, semua tergantung apakah mayoritas masyarakat memilih atau tidak lah yang akan memenangkan sang eks koruptor tersebut. Padahal masyarakat juga belum tentu tau bila caleg tersebut eks koruptor, apalagi bila domisili pencalonan daerahnya berbeda dari sebelumnya. Apa jadinya bila urusan publik di amanahkan kepada para koruptor?

Inilah potret buram wajah demokrasi. Pada dasarnya demokrasi adalah produk hukum buatan manusia, sedangkan manusia sifatnya lemah dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu produk hukum yang dihasilkan pasti banyak kekurangan pula. Demokrasi lahir dari sekulerisme yaitu paham yang memisahkan agama dari pengaturan agama dalam kehidupan. Para sekuleris pencetus hukum demokrasi beranggapan bahwa agama adalah wilayah privat sehingga tidak boleh dicampuradukkan dengan politik. Dan hal ini menimbulkan celah untuk memasukkan kepentingan politik.

Pandangan Islam soal Korupsi

Islam hadir bukan hanya sekedar agama namun juga sebuah peraturan hidup yang komprehensif. Dalam Islam, korupsi merupakan perbuatan haram dan merupakan tindakan pidana. Dalilnya ialah :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (TQS. al-Anfal : 27)

Dalam riwayat Hadits disebutkan:

Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum” (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Berdasarkan syara', hukuman bagi pelaku korupsi harus di ijtihad (dilakukan penggalian hukum oleh mujtahid) berdasarkan fakta yang terjadi. Namun, beberapa ulama yang mengutip dari penerapan hukuman bagi koruptor pada masa dahulu ialah yang memberi efek jera, bisa berupa pengasingan diri, diambil seluruh hartanya, hingga hukuman mati.

Oleh sebab itu, pejabat publik yang diangkat berdasarkan pandangan Islam haruslah yang amanah. Islam tidak memberi peluang bagi orang yang pernah melakukan korupsi untuk memegang urusan publik.

Allahua'lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image