Belajar Mengenal Quarter Life Crisis dari Film Lara Ati
Eduaksi | 2023-12-14 10:39:05Film Lara Ati adalah film yang trending pada tahun 2022. Film ini merupakan gebrakan film dari seorang komika kondang Indonesia yakni Bayu Skak. Bayu Skak sendiri sebagai sutradara, pemain sekaligus produser dari film ini. Keseriusan dalam menggarap film Lara Ati terlihat nyata dari hasil film ini yang sarat akan makna dan mendapatkan rating bagus dari penontonnya.
Film Lara Ati menyuguhkan kisah klasik yang dibalut dalam budaya Jawa. Latar film ini diambil di kota metopolitan terbesar kedua di Indonesia yakni Surabaya. Dalam film ini terdapat hal yang unik dan jarang dibahas dalam film komedi romace pada umumnya. Film Lara Ati menyinggung soal Quarter Life Crisis yaitu periode dimana ketidak pastian dan pencarian jati diri pada usia 20 hingga 30 tahun.
Istilah Quarter Life Crisis pertama kali dikemukakan oleh Alexandra Robins dan Abbey Wilner pada tahun 2001 untuk mendiskripsikan kebingunan tentang masa depan Wilner sesudah lulus dari perguruan tinggi. Berbagai problem atau masalah dalam film ini sangat nyata dan lumrah terjadi di kalangan masyarakat. Sosok pemain utama dalam film ini yaitu Joko yang diperankan oleh Bayu Skak yang mengorbankan passion nya demi mengikuti permintaan orang tua.
Ibu Joko terutama yang menuntut Joko untuk bekerja kantoran dengan angan-angan agar hidup anaknya mapan dan mendapatkan pensiunan. Harapan Ibu Joko pun terwujud dengan Joko akhirnya bekerja di bank hingga mendapatkan kenaikan pangkat. Namun hal terlupakan, bahwa Joko masih memiliki keinginan dan bakat terpendam nya yakni dalam hal desain grafis.
Keinginannya ini semakin mengebu saat dimana Joko bertemu teman lamanya yaitu Ayu. Dari situ Ayu mengandeng Joko sebagai desain grafis brand, maskot, hingga poster-poster terbarukan untuk membuat toko coklatnya semakin laris. Joko akhirnya menemukan dirinya kembali. Menemukan kebahagiaan apa yang selama ini ia cari, Joko semakin bersemangat dalam mendesain ditengah pekerjaannya sebagai pegawai bank.
Hingga sampai di satu titik Joko ingin mundur dari kantornya serta ingin fokus menjadi seorang desain grafis. Tentunya hal ini mendapatkan pertentangan hebat dari Ibu Joko, dari kisah Joko kita melihat bahwa untuk mendapatkan kepercayaan diri dan memilih passion apa yang kita mau diusia yang sudah terlanjur tak muda memang hal sulit. Resiko besar diambil Joko saat ingin memutuskan menekuni passion nya, Joko yang bertengkar dengan ibunya, kehilangan kekasihnya, hingga menjadi omongan tetangga.
Joko menunjukkan bahwa mencari jati diri memang bukanlah perkara yang mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Joko yang akhinya perlahan membuktikan dan mencoba memberi pengertian kepada Ibunya agar direstui untuk menekuni passion nya yang merupakan cita-citanya dari kecil. Hal yang dilakukan Joko merupakan sebuah gebrakan besar dalam hidupnya karena diluar sana saya yakin banyak Joko-Joko yang lain yang mengorbankan mimpinya demi materi dan iming-iming gaji yang besar dan lebih terjamin dari pada harus mengikuti passion yang ada dalam diri sendiri.
Film ini banyak mengajarkan para orangtua yang harusnya tidak boleh egois memaksakan kehendaknya pada anak. Dukungan dari orangtua dan orang terdekat menjadi sangat penting dan kursial jika kita berada dimasa quarter life crisis ini. Masa yang dimana merujuk pada keadaan emosional berupa kekhawatiran, keraguan, dan kebingungan menentukan arah hidup diri sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
