Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Safia

Hedonisme dan Flexing Tren di Kalangan Generasi Muda (Bahaya atau Kebahagiaan)

Agama | Monday, 11 Dec 2023, 13:35 WIB
©PxHere. merdeka.com

Fenomena flexing menjadi tren baru yang masuk dalam kehidupan generasi muda dan tren bersama dengan budaya hedonisme. Flexing memiliki makna pamer yang kerap kali dilakukan di sosial media seperti mengunggah pakaian mahal, tas dan sepatu merek ternama, dan fenomena memamerkan HP keluaran terbaru dengan merek ternama, apapun yang dilakukan semata-mata tujuannya adalah mengikuti tren dan waktu “jangan sampai ketinggalan”. Kenapa tindakan ini semakin masif dilakukan? Tentunya untuk menunjukan posisi dan status sosial yang ingin dicapai. Budaya ini juga semakin meningkat ditengah para influencer dan pengguna aktif sosial media untuk memamerkan apa yang mereka miliki.

Perilaku flexing ini sejalan dengan budaya hedonisme yaitu mencari kesenangan atau kenikmatan yang dikemas dengan 3F (fun-food-fashion) tanpa mementingan efek jangka panjang dan menjadikan tren ini sebagai pemuas fanatisme diri. Apakah budaya ini akan membawa generasi muda pada kebahagiaan? Tentu saja melihat perilaku ini bukan memberikan dampak positif justru sebaliknya memberikan dampak negativ yang akan membahayakan karakter generasi muda. Wajar jika pemuda saat ini banyak yang terlibat pinjol (pinjaman online) bahkan terlilit utang, demi memenuhi keinginannya yang jauh di atas kemampuannya. Tidak jarang mereka akan mencari pekerjaan sampingan sebagai tambahan uang jajan dibandingkan dengan fokus untuk menuntut ilmu sebagai tugas utamanya.

Mengapa budaya ini bisa menjerat generasi muda saat ini??

Budaya ini lahir ditengah kondisi masyarakat yang sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Masyarakat menjadi sekuler karena berstandarkan pada kebebasan dalam bertindak dan berperilaku, tidak mau terikat pada aturan agama, sehingga membajak potensi para pemuda untuk bebas berperilaku tanpa memperhatikan standar-standar dalam islam. Meningkatkatnya pemahaman kufur yang berkembang di mengah Masyarakat memberikan pengaruh buruk untuk menjauhkan identitas generasi muda saat ini sebagai identitas pemuda muslim.

Kembali pada Standar Islam

Bagaimana islam memandang perilaku seperti ini? Jelas saja perilaku flexing dan hedonisme bukan perilaku yang di contohkan oleh Rasulullah dan para sahabat terdahulu juga bukan yang di syariatkan oleh Allah SWT. Budaya ini diaruskan pada konsep modernisasi barat yaitu kebebasan tanpa batas, pergaulan, hak asasi manusia dan pemahaman-pemahaman tsaqofah asing yang diaruskan budaya barat.

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur seluruh aspek kehidupan dari tatanan terkecil sampai ke tatananan negara. Islam menempatkan bahwa perilaku hedonisme dan flexing bukan tsaqofah islam melainkan tsaqofah asing. Islam mengajarkan kita untuk tidak berperilaku sombong dan boros. Penanaman karakter islam sejatinya harus melekat di dalam hati setiap muslim, memahami identitasnya bahwa seorang muslim alamiahnya diciptakan Allah dengan memiliki garizah baqa (naluri mempertahankan diri). Garizah baqa adalah eksistensi diri untuk menunjukan apa yang menjadi kelebihan atau potensi yang dimilikinya. Naluri ini tidak dikendalikan untuk melahirkan sikap sombong, memamerkan barang-barang mewah.

Allah swt. Berfirman dalam (QS Hud:116),

“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah kami selamatkan. Dan orang-orang yang zalim hanya menyuguhkan kenikmatan dan kemewahan. Dan mereka adalah orang-orang berdosa.”

Islam pun memerintahkan kita untuk hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya kesederhanaan adalah sebagian dari iman.” (HR Abu Dawud).

Keimanan dan ketakwaan, merupakan kunci utama untuk meraih kebahagiaan yang mutlak, maka kebahagiaan itu akan diperoleh dengan hati yang tenang. Bukan berupa tumpukan harta, tahta atau kecakapan karena itu hanya kebahagiaan yang hanya bersifat semu.

Sejatinya kita harus mengembalikan identitas pemuda kaum muslim pada karakter yang sesungguhnya yaitu semangat juang, tangguh dan beradap. Sehingga melahirkan sosok pemuda yang mampu menjadi problem solver yang berkontribusi dalam membangun peradaban islam.

Sosok pemuda muslim yang tangguh dan beradab dapat kita cermati dengan melihat Sejarah peradaban islam yaitu melihat sosok pejuang Muhamad Alfatih, Salahudin al ayubi, dan sosok Muslimah seperti Fatimah al fihri pendiri universitas pertama di dunia. Yang mana mereka adalah contoh pemuda yang mampu menjadi problem solfer umat dan pembawa perubahan.

Begitupun permasalahan yang terjadi hari ini karena pengarusan paham kebebasan maka Negara memiliki peran sebagai pengontrol untuk menghentikan masuknya tsaqofah-tsaqofah asing dan budaya barat di tengah masyarakat termasuk budaya flexing dan hedonisme. Tindakan ini hanya akan bisa diterapkan ketika negara tidak menganut asas sekuler dan menjadikan islam sebagai ideologi atau pandangan hidup dalam kehidupan yang di sebut sebagai Khilafah Islamiah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image