Terpapar Polusi Udara Saat Kanak-kanak Bisa Idap Penyakit Mental Ketika Dewasa
Gaya Hidup | 2023-12-05 15:48:06MEREKA yang tinggal di kawasan dengan tingkat polusi udara yang tinggi yang disebabkan oleh aktivitas lalu lintas kendaraan menghadapi risiko lebih besar terjangkit gejala penyakit mental dibandingkan dengan mereka yang menghirup udara bersih. Demikian kesimpulan sebuah penelitian yang diterbitkan belum lama ini oleh JAMA Network Open.
Menurut para peneliti, mereka yang terpapar nitrogen oksida dalam jumlah besar — asap yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar gas dan minyak serta sumber lainnya — di masa kanak-kanak dan remaja lebih cenderung menunjukkan tanda-tanda penyakit mental saat mereka beranjak dewasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sebanyak sembilan dari 10 orang di seluruh dunia terpapar polusi udara tingkat tinggi dari pembakaran bahan bakar fosil kendaraan, pembangkit listrik, dan banyak proses manufaktur, pembuangan limbah, dan industri.
“Polusi udara kemungkinan besar merupakan faktor risiko non-spesifik untuk penyakit mental,” papar penulis pendamping penelitian, Helen Fisher, dalam siaran persnya, seperti diwartakan United Press International.
“Penemuan tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan peningkatan penerimaan pasien rumah sakit untuk banyak penyakit kejiwaan selama hari-hari dengan kualitas udara yang “buruk” di negara-negara seperti Tiongkok dan India, kata Fisher, yang merupakan peneliti di Institut Psikiatri, Psikologi dan Ilmu Saraf King’s College, London, Inggris.
Penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi hubungan antara polusi udara dan risiko gangguan mental tertentu, termasuk depresi dan kecemasan. Namun, penelitian kali ini mengamati perubahan kesehatan mental yang mencakup semua gangguan dan tanda-tanda tekanan psikologis yang terkait dengan paparan polutan udara yang berhubungan dengan lalu lintas kendaraan bermotor.
Para peneliti menganalisis paparan polusi udara dan data kesehatan mental di antara 2.000 anak kembar yang lahir di Inggris dan Wales pada tahun 1994 atau 1995 yang dipantau hingga dewasa muda. Semua partisipan penelitian menjalani evaluasi kesehatan fisik dan mental secara teratur dan memberikan informasi tentang komunitas yang lebih besar di mana mereka tinggal.
Para peneliti mengukur paparan polutan udara dengan memodelkan kualitas udara di sekitar rumah masa kanak-kanak partisipan, menggunakan data yang disediakan oleh Inventarisasi Emisi Atmosfer Nasional Inggris dan sumber lainnya. Kesehatan mental partisipan pada usia 18 juga dinilai untuk 10 masalah kejiwaan yang berbeda, termasuk ketergantungan alkohol, penggunaan mariyuana atau tembakau; gangguan perhatian-defisit-hiperaktif; depresi mayor; gangguan kecemasan umum; dan gangguan stres pascatrauma.
Menurut para peneliti, penilaian ini digunakan untuk menghitung satu ukuran kesehatan mental, yang disebut faktor psikopatologi, atau disingkat “faktor p”. Semakin tinggi skor “faktor-p” partisipan, semakin besar jumlah dan tingkat keparahan gejala kejiwaan yang teridentifikasi.
Dua puluh dua persen dari partisipan penelitian ditemukan memiliki paparan nitrogen oksida yang melebihi standard WHO, dan 84% memiliki paparan materi partikulat halus, yang disebut PM2.5, yang juga melebihi standard yang ditetapkan. Peserta yang terpapar pada tingkat nitrogen oksida yang lebih tinggi, tetapi tidak pada PM2.5, selama masa kanak-kanak, rata-rata, memiliki peningkatan dua poin dalam “faktor p” mereka pada usia 18 tahun.
Kata para peneliti, usia 18 adalah usia di mana sebagian besar gejala penyakit mental telah muncul atau mulai muncul. Sementara tingkat polusi udara lebih tinggi terjadi di lingkungan dengan kondisi ekonomi, fisik dan sosial yang lebih buruk, penelitian ini menemukan bahwa risiko penyakit mental berdasarkan paparan tetap sama di semua kawasan.
“Kami tidak tahu konsekuensi kesehatan mental seperti apa dari paparan polusi udara yang sangat tinggi,” kata penulis pendamping lain penelitian, Aaron Reuben.
“Namun, karena paparan berbahaya tersebar luas di seluruh dunia, polutan udara luar ruangan dapat menjadi penyumbang yang signifikan terhadap beban global penyakit kejiwaan,” sambung Reuben, yang juga seorang mahasiswa pascasarjana psikologi klinis di Duke University, Durham, Amerika Serikat.***
Sumber: United Press International
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.