Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image syifa alisya zahra

Cemburu di Era Sosial Media: Menavigasi Perasaan di Dunia Digital

Info Terkini | Monday, 04 Dec 2023, 23:03 WIB

Cemburu dalam Layar: Mengapa Sosial Media Memperkuatnya?

Sosial media memberikan akses tak terbatas kedalam kehidupan orang lain. Setiap momen, prestasi, atau kebahagiaan diumumkan secara terbuka, menciptakan suatu eksposur konstan. Hal ini dapat memicu perasaan cemburu karena kita secara langsung terlibat dalam kehidupan orang lain, yang mungkinterlihat lebih indah atau sukses. Ketika kita melihat teman-teman atau pengguna lain mencapai pencapaian atau merayakan momen bahagia, kita seringkali tidakbisa menghindari perbandingan langsung dengan kehidupan kita sendiri. Eksposur konstan terhadap pencapaian dan kebahagiaan orang lain dapat menciptakan perasaan kurangnya dan ketidaksetaraan, memperkuat cemburu dalam dimensi yang tidakterbayangkan sebelumnya. Menurut Yulianto (2010), cemburu muncul ketika kita merasa tidak setara atau kurang dalam suatu konteks. Di dunia digital, di mana segalanya dapat dibagikan dan terpapar, perasaan inidapat memperoleh intensitas baru.

Sosial media sering menjadi panggung di mana kita memainkan peran yang direkayasa. Unggahan-unggahan dipilih dengan cermat, menampilkan hanyasisi terbaik dari kehidupan kita. Ketika kita terus-menerus melihat versi disempurnakan dari kehidupan orang lain, ini dapat menciptakan tekanan besar untuk mempertahankan atau meningkatkan citra diri kita.Perbandingan sosial media dapat merusak persepsi diri dan menghasilkan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Melihat pencapaian dan kebahagiaan orang lain dapatmenciptakan ekspektasi yang tidak realistis dan memicu cemburu karena kita berusaha mencapaistandar yang tampaknya tidak tercapai.

Sebagai langkah pertama dalam mengatasi cemburu ini, penting untuk menyadari bahwa apa yang terlihat di sosial media hanyalah sepotong kehidupan dan tidak selalu mencerminkan kenyataan secara menyeluruh. Dengan menyadari dampak eksposurterus-menerus dan pentingnya citra diri dalamlingkungan sosial media, kita dapat mulai membangun keterampilan emosional yang diperlukan untuk menavigasi perasaan cemburu dan mempertahankan kesehatan mental kita di dunia digital yang penuh tekanan ini.

Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) ataurasa takut ketinggalan, diidentifikasi sebagai penyebabrasa cemburu karena sering kali kita tergoda untukmembandingkan kehidupan kita dengan apa yang ditampilkan di layar. Strategi praktis untukmengurangi dampak FOMO dapat melalui pengurangan dalam menggunakan atau menonton konten yang dapat memicu adanya FOMO. Melalui pandangan Yulianto (2009), FOMO dapat memicu cemburu, memperkuat urgensi untuk merespons perubahan dinamika di dunia digital.

Pentingnya membangun kesadaran emosional dalam mengelola cemburu di dunia digital menjadi fokus selanjutnya. Kesadaran diri yang lebih dalam dianggap sebagai kunci untuk mengenali pemicu cemburu dan meresponsnya secara lebih sehat. Dalam konteks ini, penerapan teknik mindfulness di dunia digital disoroti sebagai alat yang efektif untuk peningkatan kesadaran emosional yang dapatmengatasi tantangan cemburu.

Sebagai bagian integral dari solusi, artikel iniakan memberikan strategi konkret untuk mengelola cemburu di sosial media. Ini mencakup penetapan batasan sehat dalam penggunaan platform sosial, manajemen interaksi digital, dan komunikasi terbuka dengan pasangan atau teman. Pentingnya berbicara terbuka dapat digunakan untuk mencegah konflik dan membangun pemahaman bersama tentang perasaancemburu.

Strategi yang dimaksud ialah dengan membangun hubungan yang sehat dalam era digital. Komunikasi terbuka dan transparan dianggap sebagai kunci penting, bersama dengan pemahaman bahwa representasi di sosial media tidak selalu mencerminkan realitas kehidupan. Dengan merinci perbedaan antara realitas dan persepsi di dunia digital, maka kita dapat memahami bahwa apa yang terlihat di sosial media hanya sebagian kecil dari kisah hidupseseorang.

Dengan menyoroti peran sosial media sebagaialat untuk meningkatkan keterhubungan dan dukungansosial, hal ini mencakup penggunaan sosial media untuk memperdalam keterhubungan serta upaya untuk membangun komunitas online yang positif dan inklusif. Perspektif ini sejalan dengan pandangan Yulianto (2010) yang menyatakan bahwa sosial media dapat digunakan untuk membangun komunitas yang saling mendukung dan inklusif.

Dengan demikian, strategi yang diusulkan dalam artikel ini merangkum pendekatan holistik untuk mengelola cemburu di dunia digital. Dimulai denganmembangun kesadaran emosional melalui kesadaran diri dan teknik mindfulness, strategi tersebut melibatkan pengelolaan cemburu melalui Batasan yang sehat dalam penggunaan sosial media, manajemen interaksi digital, dan komunikasi terbuka dengan orang terdekat. Selanjutnya, artikel ini menyoroti pentingnya membangun hubungan yang sehat dengan komunikasi terbuka dan pemahaman bahwa apa yang terlihat di sosial media tidak selalumencerminkan realitas kehidupan seseorang. Pada akhirnya, menciptakan pengalaman positif di sosial media dan mendekatkan diri dalam keterbukaan dan kepedulian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam mengelola cemburu dan membangun hubungan yang sehat dalam era digital.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image