Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image raisya rizaldi

Mengapa Dibuang kalau Bisa Menghasilkan Uang

Eduaksi | Tuesday, 04 Jan 2022, 10:56 WIB
Jenis sampah plastik yang bisa dimanfaatkan kembali. (sumber: unsplash.com)

Kemana saja kaki melangkah, yang namanya manusia pasti meninggalkan jejak. Bentuknya juga macam-macam, bisa jejak pengalaman, jejak dokumentasi, dan yang paling mudah dilakukan adalah meninggalkan jejak sampah. Sepertinya beberapa orang matanya tertutup kabut apabila berhadapan dengan tempat sampah. Hilang arah sampai memutuskan membuang sembarang. Dari tahun ke tahun seharusnya pemikiran masyarakat kolot yang menyepelekan proper disposal mulai hilang. Akan tetapi masih ada saja orang di sepanjang jalan yang bahkan tanpa menoleh cuek melempar “jejak”-nya.

Kawasan urban dan destinasi wisata kerap menjadi korban. Pergerakan manusia yang cepat dan berfrekuensi tinggi bisa dijadikan faktor utama. Kalau yang berdomisili di Jabodetabek, kemungkinan besar pernah mengunjungi Pantai Ancol setidaknya satu kali seumur hidup. Beberapa tahun lalu saat penulis mengunjungi Ancol, bisa dilihat dengan jelas seberapa menjijikannya kondisi pantai dan air laut. Diperburuk dengan ketidakpedulian pengunjung yang bahkan membuang popok sekali pakai anaknya ke air. Untungnya setelah berkunjung lagi tahun lalu, keadaan sudah jauh membaik. Entah sistem yang diperbaiki, kesadaran masyarakat yang berkembang, atau efek ditutup akses wisatawan karena pandemi.

Di konteks pantai selain karena sampah yang dibuang langsung di tempat, bisa juga tumpukan hasil kiriman daerah lain seperti kasus Pantai Kuta Bali misalnya. Dikutip dari IDN TIMES BALI, di awal tahun 2021 ini Pantai Kuta menerima volume sampah plastik kiriman sebesar 200 ton per hari. Kepala Dinas Lingkungan dan Kebersihan setempat yakin plastik di air laut Kuta ini asalnya bukan dari Bali karena kondisinya sudah tipis, terpecah-belah, dan produknya tidak dijual di daerah tersebut. Jumlah yang membludak di hamparan pasir pantai tentunya sangat mengganggu kenyamanan semua pihak.

Beruntungnya, ada golongan masyarakat yang menemukan cara untuk mengolah plastik-plastik ini. Menghabiskan waktu rehat berselancar di aplikasi media sosial Tiktok ternyata membuahkan hasil temuan juga. Kelompok ini memperkenalkan dirinya sebagai “ecollabo8”. Mereka adalah komunitas yang bermarkas di Bali, dengan fokus mendaur ulang sampah plastik menjadi produk barang fungsional maupun barang dekoratif. Limbah yang dimanfaatkan diperoleh dari hasil mengumpulkan sampah di wilayah sana. Akan tetapi, supaya komunitas ini bisa “membersihkan” lebih banyak daerah, ecollabo8 membuka pintunya lebar-lebar untuk donasi sampah. Biasanya yang digunakan adalah bekas botol minuman, tutup botol, juga kantong plastik sekali pakai. Kumpulan ini mereka bersihkan terlebih dahulu sebelum dihancurkan menjadi partikel kecil, baru diproses menjadi bentuk lain.

Sambil memperkenalkan dirinya ke muka publik, melalui akun Tiktok ecollabo8 mereka memberikan edukasi kepada audiens. Dimulai dari proses pengolahan alih fungsi sampah, menunjukkan suasana di studio pengerjaan, sampai ke hasil akhir produk yang pernah mereka buat dan jual kembali. Beberapa contoh barang yang mereka bagikan ada gantungan baju, dekorasi rumah, bingkai cermin, peralatan dapur, bahkan furniture seperti kursi dan meja, juga rumah untuk hewan peliharaan. Sejauh ini, setidaknya apa yang mereka tunjukan di akun media sosialnya, ecollabo8 sudah bekerja sama dengan dua perusahaan besar di Indonesia. Yang pertama ada misi dari pemilik Stuja Coffee untuk membuat barang dekorasi salah satu cabangnya. Selain itu juga kerja sama dengan The Body Shop Indonesia dengan mengalih fungsi sampah plastik menjadi boks daur ulang untuk produk mereka.

Komunitas ini selain memberdayakan lingkungan, nampaknya juga memberdayakan sumber daya manusia sekitar. Dilihat dari orang-orang yang bekerja di ecollabo8 adalah masyarakat lokal. Maka dari itu ada baiknya kalau kita sebagai masyarakat terus mendukung dan mengapresiasi komunitas maupun organisasi yang seperti ini. Dampak positif yang disebarkan sangatlah banyak, dan akan kembali ke kita lagi. Alih-alih membeli cinderamata atau barang baru dari pabrik luar negeri yang tidak jelas kualitas produk dan kesejahteraan karyawannya, lebih baik membeli dari komunitas yang seperti ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image