Perempuan Seksi dalam Iklan Mie Instan
Sastra | 2022-01-04 10:25:38Kamu tetap kekeh dengan pendapatmu. Bahwa alam modern jauh lebih memanusiakan kaum perempuan. Modernisme telah mewujudkan impian Kartini tentang kesetaraan perempuan untuk mendapatkan pendidikan serta berperan di sektor publik.
"Hak asasi perempuan sebagai manusia juga semakin diakui. As a human being, women can be protected by human right. Perempuan bisa beraktivitas di bidang apapun, politik, menjadi wanita karir, pebisnis, entrepreneur, pejabat publik, bahkan masuk politik," bebermu.
***
Semua bermula dari roti maryam. Sambil menunggu jadwal keberangkatan KRL di Stasiun Bogor, kamu memintaku membelikan roti maryam rasa coklat sambil menunjuk outlet yang menjualnya di salah satu sudut peron stasiun. Aku pun bergegas membelinya, membawakanmu dua dari satu tangkup roti maryam rasa coklat yang kau request. Sementara aku sendiri memilih rasa coklat kacang.
"Kenapa urusan seperti ini (maksudnya membelikan roti maryam dan sejenisnya) harus dilakukan laki-laki yak, perempuan cukup duduk manis dan menunggu keinginannya dipenuhi. Padahal, pas kamu pengin, kan bisa beli sendiri, atau sambil membelikanku juga," kataku sambil menyerahkan dua tangkup maryam dalam satu kemasan.
"Kenapa, gak ikhlas ya dimintai tolong. Kalau kamu nggak mau ya bilang dong dari awal, aku bisa beli sendiri," jawabmu sambil melepas tatapan tajam dan menyungutkan bibir mungilmu.
Agh, sudah kuduga, kamu pasti akan salah sangka. Padahal, aku sudah menyiapkan dengan hati-hati agar tak disalahpahami. Termasuk menyampaikan ungkapanku dengan senyuman.
"Jangan baper dong, aku kan cuma ngajak kamu ngobrol. Ya biar keliatan lebih berbobot obrolan kita, hahaha "
"Maksudmu?," tukasmu sambil mengerutkan dahi.
"Nggak, guyon bro. Cuma kadang kepikiran aja. Salah satu perjuangan perempuan di zaman modern ini kan ingin jadi subyek, minimal atas dirinya sendiri. Tapi tanpa sadar kadang mereka juga ingin diposisikan dan diperlakukan sebagai obyek. Perempuan selalu ingin ditemani, dilindungi, dicintai, dan lainnya. Perempuan yang paradoks, atau cara pandang modernisme sendiri yang sudah paradoks dari sananya "
"Duh, berat amat obrolannya. Jadi gak selera nih roti maryamnya. Simpel aja sih mikirnya Bee, sekarang perempuan sudah semakin leluasa tampil di dunia publik, nggak melulu ngurusi dapur, sumur, dan kasur. Perempuan bisa melawan saat dapat kekerasan atau eksploitasi. Perempuan sudah dihargai karena pikiran dan karyanya, bukan lagi tubuh sintalnya. It's enough kan?"
***
Tentu saja aku tidak menampik argumenmu. Setidaknya sebagian besar dari daftar argumen yang mendadak kau tumpahkan kepadaku. Hanya saja, aku cuma ingin mengajak pikiranmu untuk jujur, bahwa pada praktiknya modernisme juga berwajah ganda.
"Seperti dua sisi mata uang. Satu sisi modernisme menawarkan pengakuan dan perlindungan perempuan atas dasar HAM, seperti halnya laki-laki. Meski kita juga tahu, belum cukup lama masyarakat Barat mengakui hak-hak politik kaum perempuan. Dengan HAM pula kaum perempuan bisa menjadi subyek atas dirinya, bukan lagi sekadar obyek eksploitasi, bukan komoditas, seperti katamu".
Kamu mengangguk, mungkin tanda setuju. "Ya sudah fix kan, no debat, perempuan lebih aman dan nyaman hidup di alam modern," katamu, seolah ingin menyudahi pendapatku.
"Loh, nanti dulu. Itu kan baru satu sisi, kan kubilang dua sisi mata uang. Artinya ada potensi sisi gelapnya kan?"
"Duh, omonganmu muter-muter Bee. Sisi gelap apaan coba? Perasaan kita-kita kaum perempuan baik-baik aja," jawabmu semakin tak bersemangat.
"Sebetulnya omonganku juga gak ribet-ribet amat, bro. Karena pikiran seberat apapun selalu berangkat dari hal-hal kecil, bahkan mungkin pengalaman sepele. Aku Cuma bingung, kenapa mie goreng kok masaknya direbus. Harusnya kan digoreng, konsisten dengan namanya"
"Walah, malah ghibahin mie dosa loh".
"Hehe, kidding bro. Ini serius, kenapa mie goreng rasa pedas bintang iklannya harus perempuan dengan tubuh dan adegan seksi, sensual. Juga iklan mobil, iklan rokok, apa hubungannya dengan sensualitas perempuan coba. Kesannya pedasnya mie instan itu sebanding dengan tubuh perempuan yang sensual, hot"
"Agh, kamu aja yang piktor. Bersihin tuch pikiran ngeresnya!"
"Loh, serius ini, aku kepo aja. Coba kalau nonton siaran bola di tv, itu kameranya kan suka mencari obyek perempuan cantik juga. Makanya kamera sering dituduh sebagai matanya laki-laki"
"Semakin ngawur omonganmu, minum obat gih"
"Tuch kan, tadi aku ngomong serius kamu protes. Sekarang aku ajakin yang lebih santai, kamu menghindar juga. Siapa yang aneh coba," kataku sambil tertawa puas.
"Lagian, iklan mie instan pakai dibawa-bawa, penonton bola lah. Gak relate kali sama masalah kesetaraan hak perempuan," tukasmu dengan nada kesal.
"Ya udah, asli ini terakhir. Di tempat kerja dech, misal pimpinan bentuk tim untuk project tertentu. Begitu tim terbentuk, ternyata isinya cowo semua. Terus pimpinan apa staf lainnya ada nyletuk: gak salah nih tim isinya kentang semua, kasih cewe lah satu apa dua lah, biar lebih seger. Kenapa harus ada omongan kaya gitu coba, berarti perempuan cuma jadi pelengkap dong, pun lebih dilihat sebagai fisik ketimbang mungkin kecerdasan dan kinerjanya"
Kamu diam, cuek bahkan. Tak lama, kamu beranjak dari tepian kolam ikan. "Yoks ah, keretanya dah dateng tuch, tar ketinggalan lagi". []
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.