Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Angelica

Apakah Gender Mempengaruhi Perasaan Cemburu?

Edukasi | Friday, 01 Dec 2023, 15:26 WIB

Cemburu merupakan emosi kompleks dalam diri yang menimbulkan emosi negatif seperti marah, kecewa, atau takut kehilangan. Cemburu dapat terjadi kapanpun dan di manapun, pada usia berapapun. Cemburu biasa dikaitkan dengan hubungan percintaan, namun cemburu dapat terjadi pada hubungan pertemanan dan persaudaraan. Dalam merasakan cemburu, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam alasan cemburu dan respon yang diberikan.

Menurut Dafit (2023), perbedaan gender dalam bereaksi cemburu dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosialnya. Kedua faktor ini membentuk respon yang berbeda terhadap perasaan cemburu antara perempuan dan laki-laki. Dalam perspektif psikologi, lebih berfokus dalam membentuk ekspresi emosi yang ditimbulkan saat sedang cemburu. Sedangkan dalam perspektif sosial, berfokus pada pembentukan persepsi dan respon. Perempuan biasnaya sering dicap lebih cemburuan dan posesif dibandingkan dengan laki-laki.

Cemburu terjadi saat kita merasakan adanya ancaman dalam suatu hubungan, baik internal maupun eksternal. Laki-laki dan perempuan biasanya memiliki perbedaan alasan dalam merasakan cemburu. Menurut Yulianto (dalam Yulianto, 2009), perempuan lebih takut adanya orang ketiga, sedangkan laki-laki cemburu saat pasangannya lebih dekat dengan teman laki-lakinya. Perempuan bisa cemburu jauh di saat mereka belum memiliki hubungan, namun laki-laki tidak, laki-laki hanya akan cemburu jika sudah di dalam hubungan (Ananda, 2017). Laki-laki biasanya lebih cemburu dalam aspek seksual, di saat pasangannya melakukan physical touch dengan laki-laki lain. Sedangkan perempuan lebih cemburu terhadap aspek emosional dan perhatian yang diberikan pasangan terhadap orang lain, baik perempuan maupun laki-laki.

Saat mereka cemburu, laki-laki biasanya mengekspresikan cemburunya dengan melakukan hobi, nongkrong bersama dengan temannya untuk melupakan kesedihan, merokok, mereka juga akan menunjukkan sikap protektif untuk pasangannya. Sedangkan perempuan biasanya mengekspresikan cemburunya dengan menangis, menulis perasaannya, berbicara terang-terangan dengan pasangannya, dan tentunya lebih protektif. Sikap protektif laki-laki biasanya hanya berfokus pada orang yang sangat mereka cemburui.

Cemburu sendiri dapat memberikan dampak baik dan juga dampak buruk. Sindrom Othello merupakan sebutan untuk mereka yang cemburu berlebihan. Orang-orang yang mengalami sindrom ini akan mengalami delusi yang mengakibatkan orang melakukan tindakan terburuk mereka. Factor yang dapat menyebabkan sindrom Othello melibatkan kombinasi kompleks antara faktor genetik, neurokimia, dan pengalaman hidup. Sindrom Othello melibatkan intervensi psikologis dan pengobatan farmakologis.

Kunci paling penting dalam sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik, dengan itu cemburu dapat diatasi dengan mengurangi adanya kesalahpahaman. Pada laki-laki biasanya menyelesaikan masalah dengan meresapi perasaan mereka, sedangkan perempuan biasanya berbicara langsung tentang perasaan mereka. Selain komunikasi, pemahaman diri terhadap pasangan juga merupakan hal yang penting dalam kelangsungan hubungan jangka panjang. Biasanya laki-laki cenderung menyembunyikan atau mengekspresikan cemburu dengan cara yang terkendali, berbeda dengan perempuan yang lebih terbuka berbicara tentang perasaan mereka.

Cemburu merupakan hal yang cukup penting dalam suatu hubungan. Cemburu dapat mengukur rasa sayang kita ke pasangan kita, namun cemburu harus tepat porsinya dan tidak berlebihan. Perempuan memang lebih sensitif perasaannya daripada laki-laki. Hal itulah yang membuat stereotip bahwa perempuan lebih posesif dibandingkan dengan laki-laki. Namun perlu diingat bahwa setiap individu adalah unik, tidak semuanya selalu sesuai dengan norma gender yang ada.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image